Titanium Dioksida (TiO2) sang Material Superstar

Titanium dioksida mendapatkan julukan superstar material, karena sangat banyak diteliti dan aplikasinya sangat luas, dari cat, sel surya, hingga perangkap […]

blank

Titanium dioksida mendapatkan julukan superstar material, karena sangat banyak diteliti dan aplikasinya sangat luas, dari cat, sel surya, hingga perangkap nyamuk.

Berikut contoh aplikasi TiO2 sebagai perangkap nyamuk

https://www.youtube.com/watch?v=4K54JmuhmJE

Seperti apa sebenarnya TiO2 ? Bagaimana sifat-sifatnya?

Titanium dioksida merupakan jenis material semikonduktor yang tidak terdapat dialam secara alami, namun diekstrak dari leuxocene dan bijih ilmenite. Untuk mendapatkan fase rutile, ilmenite FeTiO3 direduksi oleh grafit/karbon di dalam hidrogen pada suhu 510 oC (Dewan, dkk., 2010). Selain itu titanium dioksida bisa didapatkan dengan menggunakan proses sintesis, ada beberapa metode sintesis yang bisa digunakan yaitu metode sol gel yang menggunakan larutan titanium alkoxides, metode hydrotermal (Catro, 2008), metode sonokimia (Timuda, 2010), metode solvothermal, metode oksidasi langsung, metode microwave (Bryanvand, dkk., 2013) dan metode co precipitation (Wahyuono, 2013).

Nanokristal TiO2 (a) Anatase, (b) Rutile, (c) Brookite [1]
Gambar 1. Nanokristal TiO2 (kiri) Anatase, (tengah) Rutile, (kanan) Brookite [1]

Nanopartikel, nanorods, nanotube, nanowire dan struktur mesoporous merupakan macam-macam morfologi yang dimiliki oleh titanium dioksida [2]. Secara umum TiO2 memilki tiga struktur kristal yaitu anatase, rutile dan brookite tampak pada gambar 1. Anatase merupakan fase TiO2 yang terbentuk ketika dikalsinasi pada suhu rendah, fase ini memiliki struktur tetragonal dengan densitas sebesar 3830 kg/m3. Untuk fase rutile didapatkan ketika dikalsinasi pada suhu tinggi, fase ini memiliki struktur tetragonal dengan densitas sebesar 4240 kg/m3 Sedangkan brookite merupakan fase yang sulit ditemukan, fase brookite memiliki struktur rhombohendral dengan densitas sebesar 4170 kg/m3 [3]. Transisi perubahan fase anatase ke fase rutile terjadi pada suhu antara 600 oC – 700 oC [4].

Fase TiO2 anatase lebih fotoaktif dibandingkan dengan fase rutile, hal ini dikarenakan luas permukaan anatase lebih besar dari pada rutile sehingga sisi aktif anatase lebih besar dibandingkan yang dimiliki rutile. Sedangkan fase brookite merupakan fase yang paling tidak stabil [5]. TiO2 pada fasa anatase umumnya stabil pada ukuran partikel kurang dari 11 nm, fasa brookite pada ukuran partikel 11 – 35 nm, dan fasa rutile di atas 35 nm [6].

Kelebihan semikonduktor titanium dioksida adalah tidak beracun, tersedia secara luas dan biaya proses pembuatannya cukup rendah/murah [7]. Sehingga titanium dioksida digunakan dalam berbagai aplikasi. Antara lain sebagai fotokatalis contohnya adalah self cleaning, sebagai sel surya untuk menghasilkan energi listrik, sebagai sensor biologi dan kimia, sebagai pengendalian korosi dengan menggunakan metode pelapisan, sebagai pigmen putih untuk cat atau produk kosmetik, sebagai pelapis optik, sebagai campuran keramik dan sebagai devais elektrik [3], sebagai campuran pasta gigi, sebagai lotions kulit, sebagai kapasitor dan pewarna makanan [8].

Dalam aplikasi semikonduktor untuk dye sensitized solar cell, semikonduktor dioksida merupakan jantung dari DSSC itu sendiri, karena semikonduktor oksida digunakan untuk mengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Ukuran partikel semikonduktor oksida yang digunakan harus dalam skala nano, karena jika ukuran partikel dalam skala nano maka luas permukaan partikel secara keseluruhan akan semakin besar, sehingga menaikkan jumlah pewarna yang teradsorp dan akan menaikkan jumlah cahaya yang terabsorbsi dan membuat efisiensi DSSC akan meningkat. Selain itu semikonduktor yang digunakan memiliki morfologi yang berpori, agar pewarna dapat masuk ke sela-sela pori dan bisa terjerap ke semua permukaan partikel TiO2 [9]. Untuk mengetahui besar/kecilnya luas permukaan internal dari lapisan nanopartikel dapat mengunakan roughness factor. Roughness factor sendiri adalah total luas lapisan per luas subtrat (µm). Lapisan nanopartikel yang baik memiliki roughness factor sekitar ~1000, karena ketika nilai roughness factor ~1000, lapisan nanopartikel dapat menjebak/mengadsorp pewarna yang cukup agar menghasilkan absorbsi cahaya yang tinggi pada daerah UV-Vis [10]. Berikut adalah persamaan dari roughness factor [2].

R = ρ(1-P)S

Dimana:

ρ = Massa jenis TiO2 (g/cm2)

P = Porositas (%)

S = Luas permukaan (m2/g)

Porositas dari lapisan semikonduktor sangat mempengaruhi performansi dari DSSC. Hal ini dikarena porositas mempengaruhi koifisien absorbsi cahaya (α) dan koifisien difusi elektron (D) sehingga akan mempengaruhi arus dan tegangan (I-V) yang dihasilkan. Semakin kecil nilai porositas maka koifisien absorbsi cahaya semangkin meningkat. Ketika koifisien absorbsi cahaya meningkat maka arus dan tegangan yang dihasilkan juga akan meningkat, sedangkan ketika koifisen difusi elektron meningkat maka arus yang dihasilkan akan meningkat akan tetapi tegangan yang dihasilkan akan menurun. Secara keseluruhan ketika nilai porositas meningkat maka arus dan tegangan yang dihasilkan oleh DSSC akan meningkat pula (Gambar 2). Porositas yang baik digunakan untuk DSSC adalah sekitar 0,41, karena ketika porositansnya 0,41 nilai daya maksimum (PMPP) yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan yang lain (Gambar 3) [11].

Gambar 2 Kurva Pengaruh Porositas terhadap arus dan tegangan [11]
Gambar 2 Kurva Pengaruh Porositas terhadap arus dan tegangan [11]

 

Gambar 3 Kurva pengaruh porositas terhadap daya maksimum [11]
Gambar 3 Kurva pengaruh porositas terhadap daya maksimum [11]

Untuk mengetahui nilai porositas dari sebuah semikonduktor nanopartikel dapat menggunakan persamaan dibawah ini [2].

3

Dimana:

P = porositas

Vp = Volume pori (cm3/g)

ρ-1 = Invers dari massa jenis TiO2 (0,2364 cm3/g)

Dari berbagai jenis semikonduktor oksida seperti TiO2, ZnO, CdSe, CdS, WO3, Fe2O3, SnO2, Nb2O5, Ta2O5, In2O3 dan Nb2O3. TiO2 merupakan semikonduktor oksida yang sering digunakan, karena TiO2 memilki memiliki pita celah yang besar (>3,00 eV) sehingga mampu menyerap energi foton pada sebagian besar spektrum cahaya matahari [12]. Pita celah dari TiO2 rutile adalah 3,0 eV setara dengan energi cahaya dengan panjang gelombang 413 nm, sedangkan pita celah dari TiO2 anatase adalah 3,2 eV setara dengan energi cahaya dengan panjang gelombang 388 nm [5]. Ketika fase anatase dan rutile dicampur maka pita celah yang dihasilkan berada pada rentang pita celah rutile dan anatase. Perbandingan fraksi anatase dan rutile 88%:12% mempunyai pita celah sebesar 3,15 eV sedangkan untuk fraksi 2 %:98% mempunyai pita celah sebesar 3,03 eV [13]. Semakin banyak fase rutile yang ditambahkan maka akan membuat pita celah yang dihasilkan mengalami menurunan mendekati pita celah rutile.

Anatase memilki tegangan pita datar 0,2 eV lebih negatif dibandingkan rutile, Hal ini menunjukkan bahwa pita konduksi anatase 0,2 eV lebih besar dibandingkan rutile. Gambar 4 menunjukkan diagram pita energi anatase/rutile, pada gambar tersebut terlihat bahwa ketika anatase dan rutile dicampur elektron akan berpindah dari pita konduksi rutile ke pita konduksi anatase. Campuran ini memiliki pita penjajaran sebesar 0,4 eV, hal ini akan menaikkan photoactivity [14].

Gambar 4. Band alignment anatase dan rutile [14]
Gambar 4. Band alignment anatase dan rutile [14]

Titanium oksida merupakan semikonduktor oksida yang memiliki stabilitas kimia yang baik dibawah sinar cahaya tampak [5]. Pita konduksi dari titanium dioksida sangat cocok untuk pewarna antosianin, dimana hal ini mempengaruhi injeksi elektron dari molekul pewarna ke dalam semikonduktor oksida [15].

Berikut contoh video tentang TiO2.

Baca juga: Metode Kopresipitasi – Metode Mudah dan Murah dalam Mensintesis Nanopartikel

Sumber:

[1] http://ruby.colorado.edu/~smyth/min/tio2.htm diakses pada 18 Mei 2020.

[2] Benkstein, K.D., Kopodakis, N., Lagemaat, J.V.D., Frank, A.J., 2003. “Influence of the Percolation Network Geometry on Electron Transport in Dye-Sensitized Titanium Dioxide Solar Cells “. J. Phys. Chem. B, Vol. 107, No. 31, hal 7759-7767

[3] Diebold, U., 2003.” The Surface Science Of Titanium Dioxside”. Surface Science Reports, vol 48, hal 53-229

[4] Avci, N., Smet, P.H., Poelman, H., Velde, N.V.D., Buysser, K. D., Driessche, I.V., Poelman, D., 2009. “Characterization of TiO2 powders and thin films prepared by non-aqueous sol–gel techniques”. J Sol-Gel Sci Technol DOI :10.1007/s10971-009-2028-9

[5] Narayan, M.R., 2011. “Dye Sensitized Solar Cells Based on Natural Photosensitizers”. Renewable and Sustainable Energy Reviews vol.16, issue 1, hal. 208-215

[6] Zhang, H., Banfield, J.F., 2000. “Understanding Polymorphic Phase Transformation Behavior during Growth of Nanocrystalline Aggregates: Insights from TiO2”. J. Phys. Chem. B, vol 104, hal 3481-3487

[7] Grätzel, M., 2003.” Dye-sensitized solar cells”. Journal of Photochemistry and Photobiology C: Photochemistry Reviews, vol 4, hal 145–153

[8] Byranvand, M.M., Kharat, A.N., Fatholahi, L., Beiranvand, Z.M., 2013. “A Review on Synthesis of Nano-TiO2 via Different Methods”. JNS Vol 3, hal 1-9

[9] Timuda, G.E., 2010.”Sintesis Partikel Nanokristalline Tio2 untuk Aplikasi Sel Surya Menggunakan Metode Sonokimia”. Prosiding pertemuan ilmiah XXIV HFI jateng dan DIY, hal 104-109

[10] Law, M., Greene, L.E., Johnson, J.C., Saykally, R., Yang, p., 2005.” Nanowire Dye Sensitized Solar Cells” Nature materials, vol 4, hal 455-459.

[11] Ni, M., Leung, M.K.H., Leung, D.Y.C., Sumathy, K., 2006.” An Analytical Study of The Porosity Effect on Dye-Sensitized Solar Cell Performance”. Solar Energy Materials & Solar Cells, vol 90, hal 1331–1344

[12] Yuwono, H.A., Dhaneswara, D., Ferdiansyah, A., Rahman, A., 2011.” Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna Berbasis Nanopartikel Tio2 Hasil Proses Sol-Gel Dan Perlakuan Pasca-Hidrotermal”. Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 01, No. 03, hal 127 – 140

[13] Toyoda, T., Tsuboya, I., 2003.” Apparent Band-Gap Energies of Mixed TiO2 Nanocrystals with Anatase and Rutile Structures Characterized with Photoacoustic Spectroscopy”. Review Of Scientific Instruments, vol 74, no 1, hal 782-784

[14] Scalon, D., Dunnill, C., Buckeridge, J., Shevlin, S.A., Logsdail, A.J., Woodley, S.M., Catlow, C.R.A., Powell, M.J., Palgrave, R.G., Keal, T.W., Sherwood, P., Walsh, A., Sokol, A.A., 2013.” Band Alignment of Rutile and Anatase TiO2”. Nature materials, vol 12, hal 798-801

[15] Kay, A., Gräzel, M., 1996.” Low Cost Photovoltaic Modules Based on Dye Sensitized Nanocrystalline Titanium Dioxide and Carbon Powder”. Solar Energy Materials and Solar Cells, vol 44, hal 99-117

5 komentar untuk “Titanium Dioksida (TiO2) sang Material Superstar”

  1. mau tanya pak, faktor faktor yang mempengaruhi TiO2 bereaksi pada sebuah media itu apa apa saja pak? terima kasih

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *