“Apakah masih bernapas?” merupakan suatu pertanyaan yang digunakan ketika seorang manusia sedang dalam kondisi kritis, pertanyaan ini juga dikeluarkan untuk memastikan hidup atau tidaknya bayi yang baru dilahirkan dan untuk memastikan seseorang telah meninggal atau belum. Secara umum, manusia normal menghirup O2 (oksigen) untuk bernapas dan mengeluarkan CO2 (karbon dioksida).
Bernapas diperlukan untuk mengolah makanan yang kita makan menjadi energi dan mengeluarkan zat sisa berupa karbondioksida. Saat kita bernapas, oksigen yang kita hirup ini juga didifusikan ke darah. Oksigen ini dibawa ke jantung dan dipompakan ke seluruh sel. Pada saat yang sama, karbondioksida sebagai hasil sisa dari pemecahan glukosa dalam sel tubuh didifusikan ke dalam darah lalu berdifusi lagi ke paru-paru kemudian dikeluarkan saat kita mengembuskan napas. Pengubahan oksigen menjadi karbondioksida ini terjadi di dalam paru-paru (pernapasan internal) dan di dalam sel (pernapasan eksternal) (SH, Cedar 2018).
Mekanisme pengubahan oksigen menjadi karbondioksida ketika manusia bernapas sangat bergantung dengan jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi dan kondisi kesehatan seseorang. Hal ini yang menjadi dasar untuk mengetahui apa yang dikonsumsi manusia, misalnya seseorang yang mengonsumsi alkohol. Alkohol tersebut akan terdeteksi melalui Breathalyzer dengan menggunakan suatu bahan bakar kecil yang mengkatalis proses oksidasi alkohol dari sampel napas yang diembuskan melalui mulut seorang pengonsumsi alkohol. Proses oksidasi ini menghasilkan arus listrik yang setara dengan banyaknya etanol yang dihasilkan (Wade, 2017).
Kondisi kesehatan manusia juga memengaruhi senyawa yang diembuskan ketika bernapas. Kita telah mengenal berbagai macam penyakit yang berhubungan dengan sistem pernapasan, salah satunya SARS-CoV-2 yang mengakibatkan pandemi COVID-19. Seorang penderita COVID-19 tidak hanya mengembuskan karbondioksida, tetapi juga VOC (Volatile Organic Compounds) atau senyawa organik yang mudah menguap. Artikel ini akan membahas jenis-jenis VOC yang diembuskan oleh seseorang yang terinfeksi SARS-CoV-2.
Jenis-jenis Volatile Organic Compounds (VOC) pada Pasien COVID-19
Diagnosis awal dari gejala COVID-19 merupakan hal yang sangat penting di tengah pandemi COVID-19. Dengan mengetahui seseorang mengidap COVID-19 atau tidak, tentunya dapat meminimalisasi penyebaran mata rantai COVID-19. Sekitar 5% dari penderita COVID-19 berujung pada Accute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). septic shock dan/atau kegagalan fungsi-fungsi organ (Grassin-Delyle et al., 2020).
Breath-analyzer digunakan untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi COVID-19 dengan cara mendeteksi ada atau tidaknya Volatile Organic Compounds (VOC) dari napas yang diembuskan. Ribuan VOC teridentifikasi pada napas manusia yang memiliki infeksi saluran pernapasan, inflamasi, atau penyakit lainnya. Alat untuk mendeteksi napas yang diembuskan manusia ini telah digunakan untuk mendiagnosis TBC, infeksi jamur invasif, dan kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan, juga ARDS pada penderita COVID-19 atau non-COVID-19 (Grassin-Delyle et al., 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Grassin-Delyle et al (2020) menggunakan breath-analyzer jenis spektrometer massa transfer-proton (Ionicon Analytik GmbH, Innsbruck, Austria) untuk mendeteksi adanya VOC pada napas pasien COVID-19. Alat ini diletakkan di samping ruang pasien, sampel diambil melalui jalur transfer yang dipanaskan (panjang: 1,6 m) yang terhubung langsung dengan tabung endotrakeal (tanpa melepas ventilator mekanis) dengan aliran udara 50mL/menit. Embusan napas yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan spektrometer massa ptairMS R package. Hasilnya menunjukkan bahwa pasien COVID-19 dengan ARDS menghasilkan VOC berupa metilpent-2-enal, 2,4-oktadiena, 1-kloroheptana dan nonanal.
Jenis Breath-analyzer lain yang digunakan untuk mendeteksi VOC dari embusan napas manusia yaitu Gas Chromatography-Ion Mobility Spectrometry (GC-IMS). Penelitian yang dilakukan oleh Ruszkiecwicz et al (2020) mengambil sampel dengan menggunakan tabung pernapasan sekali pakai yang terbuat dari polipropilena. Terdapat dua macam subjek penelitian yang berasal dari Edinburgh dan Dortmund. Penelitian ini juga mengambil latar belakang kesehatan partisipan yang berbeda-beda, seperti yang terdapat pada tabel berikut:
Partisipan diminta untuk mengeluarkan napas secara perlahan melalui tabung yang selanjutnya napas tersebut diambil oleh jarum yang terdapat di dinding tabung. Jarum tersebut kemudian dilepaskan dari tabung dan dianalisis dengan menggunakan GC-IMS. Hasilnya menunjukkan bahwa 21 dari 33 (63,6%) dan 10 dari 65 (15,4%) terkonfirmasi positif COVID-19 di Edinburgh dan Dortmund. Enam jenis VOC pada partisipan dari Edinburgh terdiri dari: etanal, oktanal, aseton, klaster campuran aseton/butanon, dan metanol. Selain enam jenis VOC tadi, empat jenis VOC berikut juga terdeteksi pada partisipan dari Dortmund; isopren, propanal, heptanal dan propanol.
Bagaimana VOC Dihasilkan dari Penderita COVID-19?
Seseorang yang terinfeksi COVID-19, karakteristik protein dan proses metabolisme tubuhnya menjadi berubah; lebih dari 100 lipid mengalami penurunan-regulasi metabolisme dalam darah. Ketidaknormalan metabolisme ini yang menyebabkan menurunnya fungsi sitokin dan meningkatnya protein biomarker seperti interleukin (IL)-2, IL-7, protein inflamasi makrofagus 1-α, tumor necrosis factor-α C-reactive protein (CRP) dan interleukin-6 (IL-6) (Chen, 2020). Seperti yang kita ketahui, SARS-CoV-2 ini menyerang paru-paru dan saluran pernapasan. Terganggunya sistem pernapasan juga memberikan kontribusi adanya VOC dalam embusan napas penderita COVID-19 (Deyle-Grassin et al., 2020).
Ge-Nose, Breath-analyzer COVID-19 yang Akan Diterapkan Secara Masif di Indonesia
Dilansir dari laman berita Liputan 6, sebanyak 200 Ge-Nose sebagai alat deteksi COVID-19 akan disebar ke pulau Jawa dan Sumatra. Ge-Nose juga akan digunakan di seluruh stasiun di Indonesia pada 5 Februari 2021. Selain memiliki waktu yang lebih cepat untuk mendeteksi COVID-19, Ge-Nose ini memiliki harga ekonomis dibandingkan dengan Swab Test Antigen sekitar 15-20 ribu rupiah.
Electronic nose (e-nose) merupakan teknolgi yang telah dikembangkan oleh para saintis di seluruh dunia dengan cara meniru fungsi hidung manusia. Alat ini telah dikembangkan untuk mendeteksi dini suatu penyakit, untuk mengetahui kualitas suatu makanan dalam dunia industri pangan, mendeteksi adanya gas berbahaya pada suatu lingkungan, digunakan dalam bidang pertanian untuk proteksi tanaman dan mendeteksi adanya VOC dari napas manusia (Julian et al., 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Julian et al (2020) mengenai pengembangan Ge-Nose sebagai alat untuk mendeteksi COVID-19 ini melibatkan 7 jenis VOC yang terdiri dari benzena, butanol, etanol, metanol, propanol, toluena dan xilena. Hasilnya menunjukkan bahwa Ge-Nose dapat mendeteksi 7 jenis senyawa VOC dan para peneliti tersebut berhipotesis bahwa penderita COVID-19 mengembuskan 7 jenis VOC ini.
Hal ini memiliki kemiripan dengan dua jenis Breath-analyzer lain pada uraian di atas bahwa penderita COVID-19 mengeluarkan Volatile Organic Compounds (VOC). Adapun jenis senyawa yang berbeda-beda ini juga bergantung dengan jenis breath-analyzer yang digunakan.
E-nose terbuat dari layer-polimer yang terdiri dari poliakrilonitril, poli(vinilidina florida), poli(vinil pirolidina), dan poli (vinil asetat). Dari penelitian sebelumnya, alat ini bekerja dengan prinsip perbedaan tingginya afinitas antara layer aktif polimer dan target analit (7 jenis VOC). Selain itu, adanya gaya antarmolekul yang timbul dari interaksi layer polimer dengan target analit (ikatan hidrogen, gaya dipol-dipol, dan gaya van der Waals) (Julian et al., 2020).
Penggunaan breath-analyzer sebagai alat deteksi COVID-19 ini masih terus dikembangkan untuk memberikan suatu acuan senyawa yang dikeluarkan oleh penderita COVID-19, mengetahui tingkat keparahan suatu penderita COVID-19 berdasarkan jenis VOC dan mendeteksi COVID-19 dengan adanya VOC tanpa dipengaruhi oleh faktor kesehatan, makanan, dan minuman yang melatarbelakangi subjek yang diuji.
Referensi
- Wade, Leroy G. 2017. Organic Chemistry, 9th Edition. London: Pearson Education.
- Chen, Haoxuan, Qi, X., Ma, J., Zhang, C., Feng, H., and Yao, M.. 2020. “Breath-borne VOC Biomarkers for COVID-19”. https://doi.org/10.1101/2020.06.21.20136523.
- Grassin-Delyle, Stanislas et al.. 2020. “Metabolomics of Exhaled Breath in Critically Ill COVID-19 Patients: A Pilot Study”. EBioMedicine. https://doi.org/10.1016/j.ebiom.2020.103154.
- Julian, Trisna, Hidayat, S. N., Rianjanu, A., Dharmawan, A. B., Wasisto, H. S., and Triyana, K.. 2020. “Intelligent Mobile Electronic Nose System Comprising a Hybrid Polymer-Functionalized Quartz Crystal Microbalance Sensor Array”. ACS Omega, 29492-29503. https://dx.doi.org/10.1021/acsomega.0c04433.
- Ruszkiewicz, Dorota M et al.. 2020. “Diagnosis of COVID-19 by Analysis of Breath With Gas Chromatography-Ion Mobility Spectrometry – A Feasibility Study”. E-Clinical Medicine. https://doi.org/10.1016/j.eclinm.2020.100609.
- SH, Cedar. 2018. “Every Breath You Take: The Process of Brathing Explained”. Nursing Times [online]; 114: 1, 47-50.
- Rahma, Athika. 2020. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4465685/200-alat-deteksi-covid-19-genose-akan-disebar-ke-44-stasiun-di-jawa-dan-sumatera. Diakses pada 26 Januari 2021 pukul 13.29 WIB.
Keakuratan mendeteksi covid seberapa akurat kah? Bisa ngegantiin swab test?