Ditulis oleh Fatimah Az-Zahra Saragi, siswa kelas XI SMA Sugar Group, Lampung.
Mungkin selama ini anda pernah memperhatikan cerbong asap yang keluar dari pabrik industri, semua orang bahkan tahu bahwa itu merupakan polusi, tetapi mirisnya sebagian besar dari mereka tak sadar bahwa asap itulah yang telah mengubah iklim kita. Selama ini, warga Indonesia di beberapa wilayah turut bersenang-hati karena jarang sekali terjadi musim kemarau yang berkepanjangan, tetapi jika anda dan mereka semua tahu hujan yang kita dapatkan adalah hasil dari polusi, apakah anda masih senang mendengarnya?
Polusi yang terjadi di atmosfer menyebabkan peningkatan proses kondensasi pada tetes air di udara, itu artinya polusi dapat menjadikan wilayah Indonesia selalu bermusim hujan. Penelitian Fadli Syamsudin yang dipublikasikan tahun 2005 menunjukkan bahwa di wilayah Indonesia terdapat polusi udara akibat limbah industri berupa aerosol, sehingga terjadi penyusutan radiasi sinar matahari dalam kurun 4 tahun (1979-1993) sebesar 16,6%. Besaran tersebut di atas nilai rata-rata dunia yang menyatakan penurunan sebesar 2-3% setiap dekadenya [1].
Fluk rata-rata radiasi sinar matahari di wilayah Indonesia selama bulan Januari 1993. Skala warna dalam unit W/m2) [1]
Penelitian ini memprediksi adanya wilayah Indonesia yang akan lebih sedikit menerima sinar matahari dan curah hujan yang semakin besar intensitasnya. Dengan demikian, bencana banjir, peningkatan intensitas badai gelap yang lebih panjang serta cuaca lokal yang semakin bervariasi diramal akan semakin sering melanda wilayah Indonesia.
Prediksi penelitian pada tahun 2005 tentu sudah kita rasakan saat ini. Apakah anda setuju? Baru-baru ini, tepatnya pada tanggal 29 April 2019, menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terjadi peningkatan curah hujan di sejumlah wilayah Indonesia, terdapat pusaran angin yang berada di Utara Jawa, terjadi peningkatan intensitas semburan petir di Wilayah Jawa Timur, bahkan banjir melanda wilayah Pasuruan Jawa Timur dengan ketinggian bervariasi antara 30 centimeter – 150 centimeter. Teguh Tri Susanto yang merupakan Kasi Data dan Informasi BMKG berkata bahwa fenomena-fenomena tersebut disebabkan hujan dengan intensitas deras dan juga angin kencang sesaat [2].
Fenomena ini tak lain adalah akibat dari perilaku warga Indonesia itu sendiri, meningkatnya industri yang tidak ramah lingkungan menjadi kandidat utama penyebab global dimming. Pabrik industri memproduksi polutan dengan kadar NO2 yang tinggi dan pengguna motor menghasilkan kadar CO2 yang tinggi. Selain itu aerosol juga berpengaruh, sebab akan memantulkan cahaya kembali ke angkasa dan menyerap radisi matahari di permukaan bumi. Pertanyaannya, mampukah kita naur sinar matahari yang selama ini hilang? Naur yang dalam Bahasa Sunda memiliki arti membayar hutang.
Sejauh ini, belum terdapat perjanjian internasional terkait global dimming. Menurut penulis, selama ini dunia terlalu fokus terhadap pengurangan pemanasan global, bahkan beberapa orang menganggap bahwa global dimming dapat menjadi salah satu solusi pengurangan dari pemanasan global. Tapi pada kenyatannya, global dimming pun menyebabkan masalah yang serius, Bahkan fenomena global dimming masih dalam tahap awal studi dan belum banyak dipahami para ahli. Teori yang berkembang dapat dibilang masih terbatas untuk dipelajari.
Global dimming adalah masalah yang harus anda dan kita semua atasi, berbagai upaya dalam mencegah dan mengantisipasinya sedini mungkin dengan memperhatikan kebijakan sektor lingkungan atmosfer di wilayah Indonesia secara menyeluruh terkait pertumbuhan industri. Pengawasan yang lebih ketat daripada standar baku konsentrasi limbah NO2 dan limbah lainnya dalam buangan produk sebuah pabrik, mengurangi polutan dalam bentuk CO2 hasil emisi gas kendaraan bermotor, dan kebijakan strategis lainnya yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hendaknya telah menjadi komitmen masyarakat, pemerintah, dan penegakan hukum yang menyertainya.
Referensi:
[1] Syamsudin, F., 2011. GLOBAL DIMMING DAN MASA DEPAN PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA. Jurnal Teknologi Lingkungan, 6(1).
[2] https://m.antaranews.com/berita/849701/bmkg-peringatkan-aktivitas-mjo-tingkatkan-curah-hujan
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.