Belakangan ini, muncul kekhawatiran yang viral di media sosial mengenai dampak buruk dari merebus mi instan menggunakan air mentah dari keran. Masalah ini semakin menjadi perhatian karena tidak semua daerah memiliki akses ke air bersih yang aman untuk dikonsumsi. Perdebatan muncul di antara netizen: beberapa orang berpendapat bahwa kebiasaan ini relatif aman, sementara yang lain mengaitkannya dengan risiko kesehatan, termasuk potensi efek buruk terhadap fungsi ginjal.
Pertanyaan ini bahkan muncul di platform media sosial X (sebelumnya Twitter) seperti yang dikutip dari detik.com, di mana seorang pengguna bertanya melalui akun menfess, “Guys, sebenarnya boleh nggak sih masak mi pakai air keran? Aku ini pertama kali masak mi di kos pakai air galon, siapa tahu sebenarnya boleh pakai air keran,”.
Isu ini menyoroti ketidaktahuan banyak orang tentang kualitas air mentah dan bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh. Air keran di beberapa wilayah mungkin mengandung bakteri, virus, atau logam berat, yang tidak hanya dapat memengaruhi rasa mi instan, tetapi juga berpotensi berdampak buruk pada kesehatan, terutama jika dikonsumsi secara rutin. Meski air tersebut dimasak, tidak semua kontaminan berbahaya hilang melalui proses perebusan biasa.
Pertanyaan yang diajukan oleh pengguna media sosial mencerminkan kekhawatiran umum di kalangan masyarakat, khususnya mahasiswa atau individu yang tinggal di kos atau tempat dengan akses air terbatas. Hal ini menjadi pengingat penting untuk memahami standar air bersih dan dampaknya pada makanan yang kita konsumsi. Diskusi lebih lanjut dengan para ahli, seperti dokter ginjal dan ahli kesehatan masyarakat, sangat diperlukan untuk memberikan jawaban yang berbasis ilmiah dan mengedukasi masyarakat.
Seorang pengguna media sosial di platform X (sebelumnya Twitter) memberikan peringatan, “hehehe aku dokter, nggak boleh yaa, air keran kalau dimasak termasuk hard water yang bisa bikin batu di ginjal, dkk. Pakai air galon aja, peace love and gaul.” Namun, benarkah anggapan ini?
Dikutip dari detik.com menurut dr. Aru Ariadno, SpPD-KGEH, spesialis penyakit dalam, anggapan tersebut tidak benar. Ia menjelaskan bahwa selama air keran terlihat jernih, tidak berwarna, dan tidak berbau, air tersebut aman digunakan untuk merebus mi instan seperti biasa. Dengan kata lain, tidak perlu selalu menggunakan air galon atau air minum dalam kemasan. Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan antara hard water atau air sadah dengan risiko batu ginjal. “Sebenarnya, tidak ada kaitannya antara air mentah atau air keran yang direbus untuk mi instan dengan batu ginjal. Itu hoaks,”.
Ia menjelaskan bahwa batu ginjal, juga dikenal sebagai kalkuli renal, nefrolitiasis, atau urolitiasis, terbentuk dari endapan keras mineral dan garam yang mengkristal di dalam ginjal. Penyebab utama batu ginjal biasanya adalah dehidrasi atau kekurangan cairan. Ketika tubuh tidak memiliki cukup air, urine menjadi lebih pekat, membuat mineral dalam urine sulit larut dan akhirnya mengendap menjadi kristal yang membentuk batu ginjal.
Selain dehidrasi, faktor utama lainnya adalah konsumsi makanan tinggi garam. Asupan garam yang berlebihan dapat meningkatkan jumlah kalsium yang harus disaring oleh ginjal. Ketika kalsium ini berikatan dengan zat limbah lain dalam urine, ia dapat membentuk kristal yang kemudian berkembang menjadi batu ginjal.
Kesimpulannya, merebus mi instan dengan air keran yang memenuhi standar kebersihan tidak akan menyebabkan batu ginjal. Risiko batu ginjal lebih erat kaitannya dengan pola makan, konsumsi cairan, dan kebiasaan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, penting untuk memastikan asupan cairan yang cukup dan mengurangi makanan tinggi garam untuk menjaga kesehatan ginjal.
REFERENSI:
Nakamura, Sumiko dkk. 2024. Effects of Binding between Ca in Hard Water and Phosphorus in Amylopectin on the Qualities of Boiled Rice and Rice Noodle Prepared by Soaking and Boiling in Hard Water. Foods 2024, 13(13), 2094; https://doi.org/10.3390/foods13132094