Mengiris Tipis Energi, Meruntuhkan Fisika Klasik

  Hallo sahabat Warstek, jumpa lagi dengan saya Vani Sugiyono. Kali ini kita akan mengupas tuntas tentang mengiris tipis energi […]

blank

 

Hallo sahabat Warstek, jumpa lagi dengan saya Vani Sugiyono. Kali ini kita akan mengupas tuntas tentang mengiris tipis energi yang membuat Fisika Klasik runtuh. Mau tahu lebih jauh bagaimana irisan tipis energi bisa meruntuhkan Fisika Klasik, maka baca artikel ini sampai selesai, ya!

Sebelumnya kita telah membahas sedikit tentang bagaimana Ramalan Bencana Ultraviolet bermula, silahkan baca “Hal Viral di Tahun 1900-an; Ramalan Bencana Ultraviolet“. Namun, pada artikel tersebut masih menyisakan pertanyaan yang sangat penting untuk kita, yakni: “apakah Ramalan Bencana Ultraviolet itu terbukti ada?” Maka jawabannya adalah “tidak”.

blank
Ramalan Ultraviolet berdasarkan Hukum Rayleigh-Jeans, semakin kecil panjang gelombangnya (sumbu x) maka intensitasnya akan semakin besar bahkan menuju tak hingga. Pada masa itu (1911) cahaya yang memiliki panjang gelombang terpendek yang sudah ditemukan oleh fisikawan adalah cahaya ultraviolet, sehingga ramalan ini disebut Bencana Ultraviolet. Ingat panjang gelombang berbanding terbalik dengan frekuensi, semakin pendek panjang gelombang maka frekuensinya semakin besar.

Jika Ramalan Ultraviolet itu memang ada, maka saat kita duduk di bawah terik matahari, atau saat duduk di dekat perapian, atau saat duduk di depan api unggun, dan bahkan saat duduk di samping secangkir kopi yang panas maka kita akan mendapatkan pancaran radiasi benda hitam yang sangat besar sehingga tubuh kita akan terbakar. Tapi kan kenyataannya tidak. Hal ini membuktikan bahwa Ramalan Bencana Ultraviolet tidak terbukti ada.

Lantas, mengapa Hukum Rayleigh-Jeans menunjukkan adanya ramalan tersebut? Apakah ada yang salah dengan penurunan persamaan pada hukum Rayleigh-Jeans? Nah, inilah pertanyaan sederhana di benak para fisikawan yang akhirnya mampu merubah dunia.

Pertanyaan ini mampu menarik perhatian seorang fisikawan Jerman bernama Max Planck. Berdasarkan hasil eksperimen yang pernah dilakukan oleh salah satu temannya yang bernama Heinrich Rubens, Planck pun mencoba menurunkan persamaan Hukum Rayleigh-Jeans sekali lagi, agar sesuai dengan kurva radiasi benda hitam pada eksperimen Rubens.

blank
Kurva intensitas radiasi benda hitam terhadap frekuensi yang dihasilkan dari eksperimen Heinrich Rubens

Planck pun menggunakan cara yang sama dengan Rayleigh dan Jeans, yakni menggunakan teori kinetika molekul gas Maxwell yang dipanaskan di dalam bejana tertutup. Namun, usahanya pun gagal, ia hanya mampu meramalkan bahwa intensitas radiasi benda hitam harusnya memiliki persamaan sebagai berikut:

blank (Persamaan 1)

Namun, persamaan di atas masih menyisakan dua parameter yang masih belum diketahui yakni ς1 dan ς2. Persamaan di atas akan menghasilkan bentuk kurva radiasi benda hitam yang sesuai dengan eksperimen Rubens.

Siang dan malam, pekerjaannya pun terus menghantuinya. Hingga suatu saat, ia pun mendapatkan ilham dan memutuskan untuk mengiris tipis energi menjadi keping-keping sangat tipis sekali. Dengan demikian total energi merupakan penjumlahan dari keping-keping tipis energi. Keping-keping tipis energi tersebut disebut kuanta.

Setiap keping tipis energi haruslah bernilai sangat kecil sekali serta berbanding lurus dengan frekuensi cahaya pada radiasi benda hitam. Sehingga untuk setiap irisan tipis energi merupakan hasil perkalian antara konstanta yang nilainya sangat kecil sekali mendekati nol (tapi bukan nol) dengan frekuensi cahaya pada radiasi benda hitam, sebagai berikut:

blank (Persamaan 2)

Inilah yang kemudian kita kenal dengan postulat Planck. Gagasan ini menjadi sebuah postulat, sebab ia tak mampu menjelaskan lebih jauh mengenai gagasan mengiris-iris energi radiasi benda hitam. Namun, gagasan ini dapat digunakan untuk menurunkan persamaan intensitas radiasi benda hitam jauh lebih baik dan sesuai dengan kurva radiasi benda hitam hasil eksperimen Rubens.

Di dalam buku saya yang berjudul Mekanika Kuantum, telah dijelaskan secara detail bagaimana proses penurunan persamaan intensitas radiasi benda hitam. Kali ini kita akan meringkasnya, agar lebih sederhana dan mudah dipahami. Karena tujuan dibuatnya artikel ini adalah agar bisa dibaca dan dinikmati oleh semua kalangan pembaca.

Kembali ke usaha Planck dalam merumuskan kurva radiasi agar sesuai dengan eksperimen Ruben. Planck memulai dari intensitas energi radiasi benda hitam persatuan frekuensi seperti persamaan di bawah ini:

blank (Persamaan 3)

Dimulai dari energi rata-rata berdasarkan teorema ekipartisi Boltzmann yang dapat kita nyatakan dalam bentuk persamaan di bawah ini:

blank (Persamaan 4)

Terpaksa harus kita revisi menjadi bentuk penjumlahan secara diskret irisan-irisan tipis energi agar sesuai dengan postulat Planck. Maka kita akan mendapatkan bahwa energi rata-rata dapat kita nyatakan sebagai berikut:

blank (Persamaan 5)

Dengan menggunakan konsep deret geometri tak hingga, maka energi rata-rata dapat kita sederhanakan menjadi sebagai berikut:

blank (Persamaan 6)

Apabila kita kembalikan, pada persamaan intensitas energi radiasi benda hitam persatuan frekuensi, maka kita akan dapatkan persamaan seperti di bawah ini:

blank (Persamaan 7)

Dari persamaan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa dua parameter yang sebelumnya tidak kita ketahui (persamaan 1) dapat kita ketahui sebagai:

blank (Persamaan 8)

Hebatnya persamaan ini sesuai dengan kurva radiasi benda hitam berdasarkan eksperimen Rubens. Dari hampir 100 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1990, para ilmuwan membuktikan bahwa gagasan Planck ini benar secara eksperimental. Mereka menggunakan satelit COBE untuk mengukur radiasi di tepi alam semesta, sisa dari Big Bang. Alhasil hasil eksperimen mereka menunjukkan kesesuaian yang sempurna dengan gagasan Planck.

Gagasan Planck ini dianggap baru dan melanggar hukum-hukum fisika klasik yang sudah berdiri kokoh. Di dalam fisika klasik, pancaran energi radiasi benda hitam adalah bersifat kontinyu, sementara menurut gagasan Planck, pancaran energi radiasi benda hitam tidaklah kontinyu, melainkan tersusun dari irisan-irisan tipis energi yang diskret. Gagasan inilah yang akhirnya meruntuhkan gagasan-gagasan fisika klasik yang bersifat Newtontonial dan gagasan gelombang elektromagnet Maxwell. Fisikawan berpendapat bahwa gagasan Planck inilah yang menjadi awal keruntuhan fisika klasik.

Meskipun demikian, di awal penemuan gagasan ini, Planck masih ragu untuk mengungkapkannya, sebab ia tak memiliki ide untuk membuktikan postulatnya. Hingga akhirnya, si Jenius Albert Einstein datang dan membuktikannya. Anehnya, saat Einstein membuktikan postulat Planck, ia tak melakukan eksperimen sama sekali, hanya dengan khayalan, dan ngobrol ringan bersama istrinya Mileva serta bayinya, sambil menjemur baju.

Ingin tahu bagaimana kekonyolan Albert Einstein saat membuktikan kebenaran postulat Planck? Silakan temukan jawabannya pada artikel saya selanjutnya yang berjudul “Sambil Menjemur Baju, Einstein Membuktikan Postulat Planck”

Daftar Pustaka

  • Sugiyono, Vani. 2016. Mekanika Kuantum. Yogyakarta: CAPS.
  • Beiser, Arthur. 2003. Consepts of Modern Physics. New York: McGraw-Hill Companies.
  • McEvoy, J.P. dan Zarate, Oscar. 2005. Introducing Quantum Theory a Graphic Guide to Science’s Most Puzzling Discovery. Malta: Gutenberg Press.
  • Tipler, Paul A. 1969. Modern Physics. New York: Worth Publisher, Inc.

1 komentar untuk “Mengiris Tipis Energi, Meruntuhkan Fisika Klasik”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.