Ditulis Oleh Yessy Ishlah Riwayati
Indonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan, terkenal dengan sumber daya energinya yang melimpah, terutama batu bara, gas alam, dan panas bumi, tetapi ironisnya Indonesia menghadapi krisis energi dan listrik. Kondisi Indonesia dalam bidang kelistrikan masih sangat buruk, terlepas dari upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja sektor kelistrikan, Indonesia perlu bekerja lebih keras untuk mengimbangi investasi yang kurang sejak krisis keuangan pada tahun 1997. Antara 1997 dan 2007, tidak ada satu pun pembangkit listrik yang dibangun. Selain itu, dengan hampir 62% dari sistem grid memiliki margin cadangan negatif, Indonesia berada di persimpangan untuk membuat perubahan yang diperlukan untuk memperbaiki akar masalah agar dapat memenuhi permintaan listrik yang meningkat, bersama dengan pertumbuhan populasi dan butuhkan untuk pertumbuhan ekonomi. Ini membutuhkan reformasi menyeluruh dari sektor energi.
Pada tahun 2014, Indonesia secara ambisius merevisi target energi terbarukan (RET) menjadi 23% pada tahun 2025, dan 31% pada tahun 2050, dari basis hanya 6% dari bauran energi saat ini. Untuk mencapai target tersebut akan memerlukan kebijakan-kebijakan dan peraturan yang jelas, mandat yang ketat dan peningkatan koordinasi antara lembaga-lembaga, belum lagi jika masuk investasi hingga milyaran dollar. Sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi dan populasi yang tiada henti, hal ini membuat peningkatan standar hidup hingga permintaan energi Indonesia diperkirakan akan terus meningkat.
Target energi terbarukan yang ditetapkan dalam kebijakan energi nasional merupakan tonggak penting yang mampu ditetapkan oleh pemerintah. Adapaun yang lain termasuk penyediaan energi primer, pemanfaatan energi primer per kapita, penyediaan kapasitas pembangkit listrik, rasio elektrifikasi, target konservasi energi dan pengurangan emisi. Setidaknya 45,2 GW kapasitas infrastruktur listrik perlu dikembangkan untuk memenuhi MRET sebesar 23% dari total bauran energi pada tahun 2020 [1]. Target energi terbarukan Indonesia penting karena menunjukkan kesadaran Indonesia akan energi terbarukan sebagai solusi yang memungkinkan untuk elektrifikasi, keamanan pasokan, dan mengurangi dampak lingkungan. Oleh sebab tersebut, kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan energi terbarukan sangat berpotensi di Indonesia, salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga nuklir.
Sejauh ini, Indonesia telah memiliki tiga reaktor nuklir penelitian dan satu pengukur kobalt untuk pertanian tetapi tidak ada fasilitas produksi tenaga nuklir skala besar. Dalam Rencana Energi Nasional 2014, pemerintah memutuskan bahwa nuklir akan menjadi pilihan terakhir untuk dipertimbangkan, setidaknya hingga 2050 [2]. Hal ini sangat disayangkan, terlebih menurut penelitian yang dilakukan oleh World Nuclear Organization, Indonesia adalah negara paling berpengalaman dalam operasi dan pendirian infrastruktur nuklir di Asia Tenggara, dibandingkan dengan Singapura, Thailand, ataupun Malaysia. Padahal pada dasarnya penggunaan nuklir sebagai tenaga pembangkit listrik ini sangat potensial dan bisa dikembangkan dengan baik di Indonesia, dalam perkembangannya pembangkit listrik tenaga nuklir dapat diilustrasikan dengan skema sederhana seperti pada gambar berikut:
Skema dasar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Menipisnya sumber daya minyak dan tingkat elektrifikasi yang rendah adalah dua faktor yang memotivasi dorongan untuk energi alternatif termasuk nuklir di Indonesia [3]. Terlalu lambatnya adopsi untuk energi terbarukan memaksa para pembuat kebijakan untuk memikirkan kemungkinan pengembangan nuklir. Peta jalan yang sudah diproduksi oleh Kementrian Energi mendukung adanya akselerasi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, hal ini menandakan bahwa nuklir bukan lagi hal yang tabu untuk Indonesia. Akan tetapi pada pelaksanaanya belum ada progress sama sekali. IAEA dan negara-negara penyedia teknologi nuklir seperti Rusia, Prancis, Cina, Korea Selatan, dan Jepang telah mempromosikan nuklir ke negara-negara Asia Tenggara. Langkah lobi ini tampaknya meyakinkan Kementerian Energi, Dewan Energi Nasional, dan parlemen, meskipun pada akhirnya pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan yang nyata [4].
Penyebab pemerintah Indonesia masih ragu menggunakan teknologi nuklir ini adalah masih banyaknya pertanyaan yang belum terjawab, seperti tingginya biaya teknologi nuklir. Harga listrik harus berada dalam kisaran yang tidak memerlukan bentuk subsidi lain. Selama bertahun-tahun, Indonesia tidak bergerak maju dengan energi nuklir karena masalah ketidakpercayaan publik. Budaya korupsi yang terkenal di Indonesia, inefisiensi dan koordinasi yang rendah di antara lembaga-lembaga pemerintah adalah persepsi umum di kalangan publik yang mengakibatkan rendahnya penerimaan nuklir. Padahal jika ditelaah lebih dalam, sesungguhnya nuklir ini merupakan solusi energi yang paling berpotensi, sebab nuklir dapat mengurangi emisi karbon, dan pemanasan global dengan signifikan. Nuklir merupakan energi yang paling bersih, efisien dan aman [5].
Pada kenyataannya, kebijakan kontradiktif, subsidi bahan bakar fosil yang besar dan mandat yang tidak jelas, dikombinasikan dengan proses birokrasi, kurangnya akuntabilitas dan kapasitas kelembagaan yang terbatas, telah menghambat pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Hal inilah yang harus segera disikapi terutama oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi dalam bidang ini. Begitu pula sudah selayaknya para peneliti muda sebagai pihak yang mampu ikut serta dalam pembangunan Indonesia, sudah sepatutnya untuk memberikan inovasi baru, sebuah gebrakan yang bahkan bisa menggerakkan seluruh dunia, bahwa negara Indonesa yang notabene masih negara berkembang ini mampu untuk mendirikan sebuah tenaga listrik berbasis nuklir. Tentu hal ini akan disikapi lebih lanjut terutama bersama dengan para pakar nuklir Indonesia yang saat ini bahkan sudah banyak yang mendunia.
Daftar Pustaka
[1] Presidential Regulation No. 22 Year 2017 on General Plan on National Energy (RUEN), Presidential Regulation No 22 Year 2017 C.F.R; 2017
[2] Government Regulation No 79 Year 2014 on National Energy Policy, 79 C.F.R. § II; 2014.
[3] Amir S. Roundtable. 2014. Needed: The ability to manage nuclear power: When the public doesn’t trust you. Bulletin of the Atomic Scientists.
[4] Desker B. 2013. Southeast Asia going nuclear.
[5] Maulida, M., Dargusch, P., Ashworth, P., Ardiansyah, F. 2019. Rethinking Renewable Energy Targets and Electricity Sector Reform in Indonesia: A private Sector Perspective. Renewable and Sustainable Energy Review. Vol 101 (231-247).
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.