Bio-isolator Listrik Berbahan Kombinasi Abu Alang-Alang dan Arang Tempurung Kelapa

Oleh: I Nengah Muliarta Isolator atau penyekat listrik merupakan alat yang dibuat untuk mencegah terjadinya kebocoran arus listrik antara kedua penghantar […]

blank

Oleh: I Nengah Muliarta

Isolator atau penyekat listrik merupakan alat yang dibuat untuk mencegah terjadinya kebocoran arus listrik antara kedua penghantar yang berbeda potensial atau untuk mencegah loncatan listrik dari sistem ke lingkungan. Isolator selama ini umumnya terbuat dari gelas dan porselen, namun beberapa peneliti mulai mengembangkan pembuatan isolator menggunakan bahan alami. Salah satunya yaitu seorang Guru SMPN 3 Denpasar  bernama Putu Sri Utami Dewi, S.Pd., M.Pd. yang membuat bioisolator dengan menggunakan kombinasi abu alang-alang dan arang tempurung kelapa. Pemanfaatan abu alang-alang dilakukan karena alang-alang selama ini lebih dipandang sebagai gulma. Begitu juga tempurung kelapa selama ini masih dipandang sebagai limbah dan belum termanfaatkan secara optimal.

Alang-alang merupakan tanaman gulma yang jumlahnya cukup besar di Indonesia. Hingga saat ini pemanfaatan dalam jumlah yang besar terhadap alang-alang di Indonesia belum ada[1]. Luas hamparan alang-alang di wilayah Asia Tenggara sekitar 35 juta ha, dan sekitar 8,5 juta ha tersebar di Indonesia. Sejauh ini, alang-alang dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, bahan baku kertas, pupuk, selebihnya dipotong dan dibuang karena menghambat pertumbuhan tanaman utama[2]. Bahan kering dari alang-alang mengandung abu sebesar 5,42%, silika 3,6%, lignin 18,12%, pentosan 28,58%, dan mempunyai derajat polimerisasi berkisar 600-1500[1]. Silika merupakan salah satu material nano porous yang dapat digunakan sebagai bahan isolator panas[3]. Material nano porous dapat menghasilkan performa panas yang lebih tinggi daripada material isolasi yang konvensional pada kisaran suhu yang luas. Kumpulan partikel tersebut dapat digunakan dalam banyak aplikasi yang membutuhkan performa panas yang sesuai[4].

Tempurung kelapa rata-rata memiliki ketebalan berkisar antara 3-5 mm. Ukuran tempurung kelapa mempengaruhi ukuran buah kelapa yang ditentukan oleh usia dan perkembangan tumbuhan kelapa. Tempurung kelapa beratnya antara 15 – 19 % berat kelapa[5]. Tempurung kelapa kebanyakan hanya dianggap sebagai limbah industri pengolahan kelapa. Ketersediaannya yang melimpah dianggap masalah lingkungan, namun renewable, dan murah. Padahal arang tempurung kelapa ini masih dapat diolah lagi menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu sebagai karbon aktif atau arang aktif[6]. Arang aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas[7]. Arang aktif dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbon baik organik atau anorganik, tetapi yang biasa beredar di pasaran berasal dari tempurung kelapa, kayu dan batubara[5]. Arang tempurung kelapa mengandung karbon yang merupakan senyawa pembuatan teflon, dimana teflon merupakan salah satu isolator yang bagus. Tempurung kelapa merupakan bahan terbaik yang dapat dibuat menjadi karbon aktif karena karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa memiliki mikropori yang banyak, kadar abu yang rendah, kelarutan dalam air yang tinggi dan reaktivitas yang tinggi[8].

blank

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Badan Teknologi Industri Kreatif Keramik (BTIKK) yang beralamat di Jalan By Pass Ngurah Rai, Suwung Kauh, Pemogan, Denpasar terungkap bahwa Kombinasi abu alang-alang (Imperata cylindrica) dan arang tempurung kelapa (Cocos nucifera L.) berpotensi untuk dijadikan bioisolator listrik. Dalam penelitian dan percobaan ini menggunakan Perekat Resin  dan Hardener, masing-masing sebanyak 30 mL. Hasil pengujian sifat elektris bahan dengan menggunakan multimeter analog menunjukkan hambatan listrik bioisolator sebesar ∞ Ω (tak hingga Ohm). Berdasarkan Hukum Ohm, maka semakin besar hambatan listrik suatu bahan, maka semakin kecil arus listrik yang mengalir.

Hasil pengujian sifat mekanis berupa uji tahan bentur menunjukkan bahwa selama pengujian tidak ada bahan yang retak maupun patah. Hal tersebut menunjukkan bahwa abu alang-alang dan arang tempurung kelapa memiliki sifat mekanis yang baik untuk dijadikan bioisolator listrik yang tahan benturan. Berbeda halnya dengan isolator keramik yang ada di pasaran yang pecah saat dijatuhkan dari ketinggian 1,95 m. Begitu juga pada uji tahan panas menunjukkan bahwa isolator dari bahan abu alang-alang dan arang tempurung kelapa tidak meleleh selama proses pengovenan. Dimana pengovenan dilakukan dengan cara memasukkan bahan ke dalam oven kompor. Pengovenan dilakukan selama 1 jam dengan  suhu 100oC dan dikontrol setiap 10 menit untuk memastikan kondisi bahan.

blank

Pada pengujian sifat kimia bahan, yaitu uji daya serap air yang dilakukan dengan cara merendam bahan didapatkan bahwa tidak ada selisih massa sebelum direndam dengan setelah direndam air selama 5 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa bioisolator abu alang-alang dan arang tempurung kelapa mampu menahan serapan air selama proses perendaman berlangsung. Jadi, dapat dikatakan bahwa sifat mekanis dan sifat kimia pada perlakuan kombinasi abu alang-alang dan arang tempurung kelapa dengan perekat resin hardener sudah menunjukan hasil yang baik untuk dijadikan bioisolator listrik.

Atas keberhasilannya memanfaatkan abu alang-alang dan arang tempurung kelapa sebagai bioisolator akhirnya Putu Sri Utami Dewi berhasil meraih juara II dalam Kompetisi Penelitian Inovasi Guru Tingkat Kota Denpasar tahun 2017. Penelitian ini juga menjadi salah satu penelitian unggulan yang dipamerkan dalam kegiatan Denpasar Festival pada Desember 2017 lalu. Selain mampu memanfaatkan bahan yang ramah lingkungan, penelitian ini juga dipandang menjadi salah satu solusi dalam pengelolaan dan pemanfaatan alang-alang dan tempurung kelapa. Apalagi trend dunia sekarang menuntut suatu produk yang aman dan ramah lingkungan. Pemanfaatan limbah juga diharapkan dapat mengurangi pemakaian bahan kimia berbahaya dan dapat memudahkan sistem daur ulang.

Referensi

  1. Wibisono, I., Leonardo, H., Antaresti, Aylianawati, 2011. Pembuatan Pulp Dari Alang-Alang. Widya Teknik Vol. 10 (1) ; 11-20.
  2. Garrity, D.P., Soekadi, M., Van N., M. D. la Cruz, Pathak P., Gunasena H., Van S., Huijun G., Majid N. 1997. The Imperata Grasslands of Tropical Asia: Area, Distribution, and Typology. Agroforestry Systems, 36 (1997) ; 3-29.
  3. Rachmawati, D.A., Agustina, D., Setyawan , H., Affandi, S. 2013. Sintesa Isolator Panas Nano Porous Silika Dari Water Glass Dengan Metode Deposisi Elektroforesis. Jurnal Teknik Pomits, Vol. 2 (1) ; 2301-9271.
  4. Zeng, S.Q., Hunt, A., Greif, R. 1995. “Theoretical Modeling of Carbon Content to Minimize Heat Transfer in Silica Aerogel”. Journal of NonCrystalline Solids vol 186. P.254-270.
  5. Suhartana, 2006. Pemanfaatan Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Baku Arang Aktif dan Aplikasinya Untuk Penjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. Berkala Fisika, Vol. 9 (3) ; 151-156.
  6. Dhidan, K. Samar. 2012. Removal of Phenolic Compounds from Aqueous Solution by Adsorption on to Activated Carbons Prepared from Date Stones by Chemical Activation with FeCl3. Chemical Engineering Department-College Of Engineering-University Of Baghdad-Iraq.
  7. Jamilatun, S., Setyawan, M. 2014. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dan Aplikasinya untuk Penjernihan Asap Cair. Spektrum Industri, Vol. 12 (1) ; 73-86.
  8. Subadra, I. Setiaji, B. dan Tahir, I. 2005. Activated Carbon Production From Coconut Shell With (NH4) HCO3 Activator As An Adsorbent In Virgin Coconut Oil Purification. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *