Indonesia, dengan kekayaan lautnya yang melimpah, telah lama menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai tulang punggung ekonomi. Namun, eksploitasi yang berlebihan dan ancaman degradasi ekosistem laut menuntut pengelolaan yang lebih bijak. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023.
Urgensi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur
Kebijakan PIT adalah model pengelolaan berbasis kuota untuk menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan. Dalam pendekatan ini, pemerintah menetapkan batas tangkapan maksimum (catch limit) untuk setiap zona pengelolaan perikanan. Kebijakan ini bertujuan menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan perlindungan ekosistem laut.
Sebelum kebijakan PIT, pengelolaan perikanan berbasis perizinan tanpa batas kuota menciptakan fenomena “race to fish“, dimana pelaku usaha berlomba menangkap ikan sebanyak mungkin tanpa memperhatikan keberlanjutan. Hal ini merugikan nelayan kecil dan mengancam regenerasi stok ikan.
Tantangan dalam Implementasi
Meskipun PIT adalah langkah maju, implementasinya menghadapi sejumlah kendala. Penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat pelabuhan yang minim kapal berizin pusat. Selain itu, kesulitan operasional aplikasi e-PIT di beberapa pelabuhan menunjukkan perlunya pelatihan dan sumber daya manusia yang lebih siap.
Zona penangkapan ikan di Indonesia juga menunjukkan tingkat pemanfaatan yang bervariasi. Beberapa wilayah seperti Laut Banda telah mengalami “overexploitation“, sementara zona lain masih memiliki potensi pemanfaatan lebih besar. Pemerintah harus dapat menyeimbangkan kuota untuk mencegah kerusakan ekosistem lebih lanjut.
Kestabilan Regulasi sebagai Kunci Keberhasilan
Regulasi yang sering berubah menjadi tantangan bagi keberhasilan PIT. Ketidakpastian hukum ini menghambat investasi dan menyulitkan pelaku usaha dalam perencanaan jangka panjang. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa keputusan penting seperti Kepmen KP Nomor 132 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional, tetapi perubahan yang terlalu cepat tetap menjadi kendala.
Untuk mengatasi hal ini, perlu terciptanya stabilitas regulasi dalam bidang terkait. Penyesuaian regulasi juga harus mempertimbangkan kepentingan nelayan kecil yang merupakan aktor utama dalam industri perikanan di Indonesia.
Zona dan Kuota Penangkapan
PIT membagi WPPNRI (zona pengelolaan ikan) menjadi enam zona, dengan setiap zona memiliki kuota berdasarkan estimasi potensi sumber daya ikan. Kuota ini terdiri dari kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota nonkomersial. Namun, hingga kini, penentuan kuota masih dalam tahap perumusan, sehingga implementasi di lapangan belum optimal.
Pelabuhan perikanan memainkan peran sentral dalam PIT. Pelabuhan ini menjadi pusat pengumpulan data, kontrol, dan distribusi produk perikanan. Namun, infrastruktur dan sumber daya manusia di pelabuhan masih membutuhkan peningkatan untuk mendukung implementasi kebijakan ini.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan
Kebijakan PIT juga memiliki dampak signifikan terhadap sosial-ekonomi dan lingkungan. Dalam konteks global, penerapan sistem kuota di negara-negara seperti Selandia Baru dan Norwegia telah menunjukkan keberhasilan dalam menjaga keberlanjutan, meskipun tidak terlepas dari tantangan sosial seperti perubahan pola pekerjaan.
Di Indonesia, harapannya PIT mampu meningkatkan pendapatan nelayan kecil dan menciptakan sistem yang lebih adil dalam pemanfaatan sumber daya ikan. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan mendorong investasi, baik domestik maupun asing, dengan tetap menjaga kedaulatan dan keberlanjutan sumber daya laut.
Penangkapan Ikan Terukur adalah langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan sektor perikanan di Indonesia. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada implementasi yang konsisten, dukungan infrastruktur, dan stabilitas regulasi. Dengan pendekatan holistik yang melibatkan semua pemangku kepentingan, kebijakan ini memiliki potensi besar untuk membawa sektor perikanan Indonesia menuju masa depan yang berkelanjutan.
Baca juga: Kandungan Nutrisi pada Ikan Sturgeon dan Kelangkaannya
Tanggapan Nelayan Terkaitan Peraturan Baru

Sumber: canva.com
Mengutip berita dari Mongabay, kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota, yang mulai berlaku pada Januari 2025 di seluruh Indonesia, mendapat respons beragam dari nelayan skala kecil. Banyak dari mereka merasa kurang mendapatkan informasi yang jelas mengenai kebijakan ini, sehingga menimbulkan ketidakpahaman dan kekhawatiran terhadap dampaknya.
Salah seorang nelayan kecil dari Kelurahan Terboyo Wetan, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Jawa Tengah, mengaku hanya mendengar sekilas tentang adanya pembatasan hasil tangkapan tanpa penjelasan detail. Ia merasa kebijakan ini tidak relevan dengan aktivitasnya yang menggunakan perahu sederhana sepanjang empat meter.
Sosialisasi yang Tidak Berjalan Baik
Temuan ini sejalan dengan kajian dari Yayasan Econusa bersama Universitas Pattimura Ambon (dalam Mongabay, 2025), yang menunjukkan bahwa pengetahuan nelayan skala kecil mengenai PIT sangat rendah. Minimnya akses informasi yang menjangkau masyarakat perikanan kecil di berbagai wilayah menjadi salah satu penyebab utama. Meskipun Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah berupaya menyebarkan informasi hingga ke akar rumput, upaya tersebut dinilai belum optimal.
Survei dalam kajian tersebut menunjukkan bahwa 70 persen nelayan tidak setuju dengan kebijakan PIT. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini lebih menguntungkan korporasi perikanan skala besar, sementara nelayan kecil semakin terpinggirkan. Pelibatan nelayan skala kecil dalam penyusunan kebijakan dianggap penting untuk membangun pemahaman dan perubahan persepsi, serta memastikan implementasi kebijakan berjalan lebih efektif.
Pendekatan ekosistem perikanan berbasis wilayah direkomendasikan sebagai solusi, dengan menekankan pentingnya pengelolaan bersama antara pemerintah dan pemangku kepentingan lokal. Pemerintah perlu memperluas akses informasi dengan menyasar nelayan kecil melalui sosialisasi langsung, pendampingan, dan penyediaan materi edukasi yang mudah dipahami.
Secara keseluruhan, respons nelayan kecil terhadap kebijakan PIT menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk meningkatkan sosialisasi dan pelibatan mereka dalam proses penyusunan dan implementasi kebijakan. Hal ini penting agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan adil bagi semua pihak yang terlibat dalam sektor perikanan Indonesia.
Referensi
Nurlaela, E. 2023. Penangkapan ikan terukur: Tantangan dan penerapan. Dalam K. Amri, H. Latuconsina, & R. Triyanti (Ed.). Pengelolaan sumber daya perikanan laut berkelanjutan (267–314). Penerbit BRIN. DOI: 10.55981/brin.908.c759 E-ISBN: 978-623-8372-50-8. Diakses pada 6 Januari 2025 dari https://penerbit.brin.go.id/press/catalog/download/908/890/20259?inline=1
Mubarok. Falahi. 2025. Begini Respons Nelayan Kecil Terhadap Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur. Diakses pada 6 Januari 2025 dari https://www.mongabay.co.id/2025/01/01/begini-respons-nelayan-kecil-terhadap-kebijakan-penangkapan-ikan-terukur/