Sejak tahun 1991, Sony Inc. telah menggunakan baterai litium ion komersial. Sudah lebih dari 25 tahun, baterai litium ion berada di pasar dunia. Tesla telah menggunakan baterai litium ion sebagai unit penyimpanan energi pada mobil listrik. Selain itu, baterai litium ion juga digunakan sebagai unit penyimpanan energi untuk pembangkit listrik energi terbarukan seperti sel surya dan turbin angin. Pada baterai litium ion, material yang membuat harga baterai litium ion melambung tinggi adalah kobalt dan litium yang digunakan pada katoda baterai litium ion. Harga kedua material tersebut meningkat tiap tahunnya, terutama kobalt yang juga banyak menuai kontroversi dalam proses penambangannya[1].
Gambar 1. Grafik kenaikan harga kobalt dari tahun 2016 – 2018[1]
Baterai Litium-Sulfur
Para peneliti kemudian mencari material alternatif untuk meminimalisir penggunaan kobalt pada baterai litium ion. Sulfur menjadi material pilihan para peneliti untuk menjadi katoda pada teknologi baterai litium ion. Sulfur (S8) dipilih karena ketersedian di alamnya yang melimpah dan harganya murah (Baca juga : Sulfur Gunung Ijen ). Selain itu, sulfur dapat diperoleh dari limbah pengolahan minyak bumi. Secara teoritis, sulfur memiliki kapasitas penyimpanan yang tinggi sebesar 1672 mAh/gram yang nilainya 10 kali lebih besar dari material katoda konvensional seperti LiCoO2 dan LiFePO4[2]. Katoda yang menggunakan material sulfur membutuhkan karbon sebagai tempat penyimpanan partikel sulfur. Anoda yang digunakan adalah logam litium. Baterai tersebut kemudian dikenal sebagai baterai litium-sulfur (Li-S).
Gambar 2. Proses charge dan discharge baterai Li-S[3]
Pada saat proses discharge, logam litium pada anoda akan teroksidasi menghasilkan ion litium yang akan berpindah melalui elektrolit menuju katoda. Reaksi yang terjadi pada katoda adalah reduksi sulfur (S8) menjadi ion S2-. Ion litium akan bereaksi dengan ion S2- menghasilkan Li2S di permukaan katoda. Pada saat proses isi ulang (charge), Li2S pada katoda akan terurai kembali menjadi ion litium yang berpindah menuju anoda melalui elektrolit. Di anoda, ion litium dengan bantuan elektron akan kembali menjadi logam litium. Tegangan operasi yang dihasilkan adalah 2,15 V dengan rapat energi sebesar 2,51 Wh/gram[3].
Ada beberapa tahapan reaksi yang terjadi saat proses charge dan discharge sebelum menjadi Li2S. Tahapan reaksi tersebut ditunjukkan oleh Gambar 3 dan cuplikan video dibawah ini.
(a)
(b)
Gambar 3. (a) Reaksi keseluruhan pada baterai Li-S[4] (b) Tahapan reaksi ketika proses charge dan discharge pada baterai litium-sulfur[5]
Tahapan reaksi ketika proses charge dan discharge[6]
Komponen Baterai Litium-Sulfur
A. Katoda
Baterai litium-sulfur terdiri dari katoda, anoda, elektrolit dan separator. Katoda yang digunakan adalah partikel sulfur yang dibungkus oleh material karbon. Penggunaan material karbon seperti grafit, graphene dan carbon nanotube (CNT) bertujuan untuk meningkatkan konduktivitas listrik karena sulfur merupakan material yang nilai konduktivitas listriknya sangat rendah. Ukuran pori material karbon memungkinkan masuknya ion Li+. Ukuran pori dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu mikropori (< 2 nm), mesopori (2 – 50 nm) dan makropori (> 50 nm)[3]. Selain itu, graphene dan CNT juga dapat menjadi komposit sulfur-karbon. Model skema, hasil SEM dan kinerja sel baterai Li-S yang menggunakan katoda karbon-sulfur ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Sulfur yang dibungkus menggunakan (a) mikropori karbon (b) mesopori karbon (c) multi wall CNT (MWCNTs) (d) graphene[3]
B. Anoda
Anoda yang digunakan adalah logam litium. Litium memiliki kapasitas penyimpanan secara teoritis sebesar 3861 Ah/gram[3]. Hal utama yang perlu ditambahkan dalam anoda adalah lapisan proteksi untuk mencegah menempelnya polisulfida (Li2Sx) pada permukaan logam litium karena dapat menurunkan kinerja sel baterai litium-sulfur. Polisulfida dihasilkan dari reaksi di katoda yang akan bergerak menuju anoda ketika proses charge. Lapisan proteksi yang dapat digunakan adalah material karbon seperti graphene. Selain material karbon, lapisan Li3N yang dihasilkan dari reaksi litium dengan nitrogen dapat digunakan sebagai lapisan protektif. Baterai litium-sulfur dengan lapisan Li3N pada anoda litium menunjukkan kapasitas penyimpanan sebesar 773 mAh/gram setelah 500 siklus dengan efisiensi coulomb sebesar 92,3%[7]. Mekanisme perlindungan lapisan Li3N pada anoda litium dari serangan polisulfida ditunjukkan oleh Gambar 5.
Gambar 5. Anoda litium ketika menggunakan dan tanpa menggunakan lapisan Li3N[7]
C. Elektrolit
Elektrolit berperan sebagai media perpindahan ion litium dari anoda ke katoda atau sebaliknya. Elektrolit pada baterai Li-S memiliki kesamaan yang biasa menggunakan garam-garam litium. Garam litium tersebut adalah LiTFSI, LiPF6, LiNO3, LiClO4 dan lain-lain. Garam tersebut membutuhkan pelarut seperti dimetil eter (DME), DIOX, tetrahidrofuran (THF) dan lain-lain[8]. LiTFSI merupakan elektrolit yang umum digunakan karena kestabilan termal yang tinggi dan kompatibel dengan pelarut eter. Skema baterai Li-S menggunakan elektrolit LiTFSI dan LiNO3 dengan pelarut DME dan DIOX ditunjukkan oleh Gambar 6.
Gambar 6. Skema baterai Li-S menggunakan elektrolit LiTFSI dan LiNO3 dengan pelarut DME dan DIOX[8]
D. Separator
Separator berfungsi untuk memisahkan katoda dan anoda agar tidak terjadi short circuit. Separator juga harus memiliki fleksibilitas ketika ditarik atau ditekuk dan konduktivitas ionik yang tinggi serta mencegah perpindahan polisulfida yang dapat menyebabkan kerusakan pada elektroda. Material separator yang dapat digunakan adalah membran polietilen atau polipropilen. Dalam perkembangannya, para peneliti menggunakan membran Li-nafion atau Celgard sebagai separator baterai Li-S[9]. Separator pada praktiknya masih belum mampu mencegah perpindahan polisulfida sehingga perlu ditambahkan material interlayer[9]. Interlayer ditempatkan diantara katoda dan separator untuk mencegah polisulfida bergerak dari katoda menuju anoda yang dapat membuat lapisan pasif pada anoda. Lapisan pasif tersebut dapat meningkatkan hambatan sel baterai Li-S. Material interlayer dikategorikan menjadi dua jenis yaitu material berbasis karbon dan non-karbon. Material interlayer berbasis karbon yang umum digunakan adalah MWCNT. Fe3C/CNF merupakan material interlayer non-karbon yang dapat digunakan sebagai material interlayer. Skema sel baterai Li-S dengan dan tanpa interlayer ditunjukkan oleh Gambar 7.
Gambar 7. Skema sel baterai Li-S (a) tanpa interlayer (b) dengan interlayer MWCNT[9]
Aplikasi Baterai Litium-Sulfur
Oxis Energy dan Prions, perusahan asal UK, telah meluncurkan proyek Heliso yang mengintegrasikan antara pembangkit listrik sel surya dengan baterai litium-sulfur sebagai unit penyimpanan energi. Mereka juga sedang mengembangkan baterai Li-S yang dapat beroperasi pada temperatur ekstrem (-80oC) seperti di Antartika. Oxis Energy telah mengembangkan baterai Li-S selama 10 tahun[2]. Perusahaan tersebut telah membuat baterai Li-S dengan rapat energi sebesar 375 Wh/kg[2]. Sementara itu, baterai litium ion hanya mampu menghasilkan rapat energi 200 – 265 Wh/kg[2]. Spesifikasi baterai Li-S yang diproduksi Oxis Energy ditunjukkan oleh Tabel 1 dan Gambar 8 menunjukkan 16 sel baterai Li-S yang diproduksi Oxis Energy.
Tabel 1. Spesifikasi baterai Li-S yang diproduksi Oxis Energy[10]
Gambar 8. 16 sel baterai Li-S yang diproduksi Oxis Energy[10]
Penggunaan baterai yang murah pada mobil listrik sangat penting karena dapat menurunkan harga jual mobil. Selain murah, jarak tempuh yang dapat dicapai oleh baterai tersebut juga menjadi parameter kinerja baterai yang baik. Tesla model S mampu menempuh jarak 240 mil dengan 70 kWh baterai litium ion dan 265 mil dengan 85 kWh baterai litium ion[2]. Jika kita mengganti baterai litium ion pada mobil Tesla model S dengan baterai Li-S, jarak tempuh yang dapat dicapai adalah 360 – 400 mil[2]. Perbandingan jenis baterai pada mobil listrik ditunjukkan oleh Gambar 9.
Gambar 9. Perbandingan jenis baterai pada mobil listrik[2]
Referensi
[1] Petroff, A. 2018. Carmakers and Big Tech Struggle to Keep Batteries Free from Child Labor. Diakses dari : http://money.cnn.com/2018/05/01/technology/cobalt-congo-child-labor-car-smartphone-batteries/index.html pada 26 Mei 2018
[2] Patel, K. 2016. Lithium-Sulfur Battery : Chemistry, Challenges, Cost and Future. Chicago : University of Illinois
[3] Manthiram, A., Fu, Y., Chung, S-H., Zu, C dan Su, Y-S. 2014. Rechargeable Lithium-Sulfur Batteries. Chemical Reviews, 114, 11751-11787
[4] Ainsworth, D. 2016. Materials for High Energy Li-S Batteries. OXIS Energy Ltd
[5] Marinescu, M. 2016. Sulfur – from Hell to Powering Your Car. EFL Energy Seminar
[6] Fraunhofer IWS. 2016. Schematical Principle of A Lithium-Sulfur Battery. Diakses dari : https://www.youtube.com/watch?v=C0Uyf1SrWsY pada 26 Mei 2018
[7] Cheng, X-B., Huang, J-Q dan Zhang, Q. 2018. Li Metal Anode in Working Lithium-Sulfur Batteries. Journal of The Electrochemistry Society, 165, A6058-A6072
[8] Scheers, J., Fantini, S dan Johansson, P. 2014. A Review of Electrolytes for Lithium-Sulphur Batteries. Journal of Power Sources, 255, 204-218
[9] Kang, W., Deng, N., Ju, J., Li, Q., Wu, D., Ma, X., Li, L., Naebe, M., dan Cheng, B. 2016. A Review of Recent Developments in Rechargeable Lithium-Sulfur Batteries. Nanoscale, 8, 16541-16588
[10] Fotouhi, A., Auger, D.J., O’Neill, L., Cleaver, T dan Walus, S. 2017. Lithium-Sulfur Battery Technology Readiness and Applications – A Review. Energies, 10, 1-15