“Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga, hai begitulah kata para pujangga”. Keindahan cinta memang sudah sering disyairkan dan ditulis oleh para sastrawan. Pembahasan cinta juga sudah sangat mengakar dalam peradaban saat ini. Hampir setiap lagu, film, puisi, novel dan karya-karya lainnya kebanyakan rilis dengan genre Romantic. Esensi mengenai cinta sealalu berbeda disetiap bidang neurosains, filsafat, psikologi dan sastra.
Namun jika membahas masalah cinta, dunia filsafat dan sains mungkin akan sangat menarik. Menggambarkan esensi cinta dari sudut yang berbeda akan terlihat lebih elegan dan unik. Misalnya saja ketika membahas cinta lewat neurosains. Apa yang akan kita lihat dari sini adalah mekanisme otak manusia dalam mencerna arti cinta yang sama sekali tidak ada romantis-romantisnya.
“All Love is Expansion, All Selfishness is Contraction” begitulah kata Swami Vivekanda, seorang tokoh revolusioner dari India. Namun dalam neurosains cinta bukanlagi sebuah ekspansi melainkan kontraksi, dari hormon-hormon yang membuat kita terlarut dalam euforia cinta. Jika merujuk pada neurosains cinta dapat terbagi menjadi 3 jenis yakni Lust, Romantic Love dan Attachment.
Jenis Cinta
- Lust
Lust dalam bahasa Indonesia berarti nafsu atau ketertarikan seksual. Kaum urban mungkin menyebutnya “cinta pada pandangan pertama”. Cinta seperti ini timbul karena nafsu yang terdorong oleh hormon seks estrogen dan testosteron. Baiklah, kita bahas dahulu kedua hormon tersebut lewat neurosains.
Hormon Estrogen adalah sebutan untuk sekelompok hormon yang berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan karakteristik seksual wanita serta proses reproduksi. [1] Estrogen, salah satunya zat hormon pertama yang diidentifikasi dan diperkirakan memiliki aktivitas yang penting dalam reproduksi wanita.[2] Dalam tubuh seorang pria juga terdapat hormon ini, hanya saja fungsi dan kadar belum dapat teridentifikasi dengan jelas.
Pada saat masa subur, hormon estrogen cenderung tinggi. Ketika masa ini wanita akan merasa ingin lebih diperhatikan dan diberi kasih sayang. Lalu ada hormon testosteron yang terdapat pada pria dan wanita. Pada umumnya dikenal dengan hormon seks yang pada pria dihasilkan oleh testis dan pada wanita dihasilkan oleh ovarium. Hormon ini adalah hormon yang menyebabkan ketertarikan seksual secara fisik.
- Romantic Love
Romantic Love atau sebut saja cinta romantis, cinta yang biasa kita temui dalam drama korea. Jika anda pernah merasakan gugup ketika dekat dengan seseorang mungkin kadar kortisol anda sedang naik. Walupun kortisol adalah hormon stress, tetapi kortisol juga membantu meredakan neophopbia kita ketika awal jatuh cinta. [3]
Selain itu ketika merasakan cinta romantis, seseorang cenderung menjadi tidak rasional. Mereka sulit mengambil penilaian dan keputusan. Orang-orang berpendapat “cinta itu buta dan tuli, kiasan ini sedikit berlebihan tetapi memang mengacu pada kurang seimbangnya tindakan manusia akibat cinta.
Hampir setiap orang yang telah jatuh cinta akan mengatakan kalau cinta itu candu. Euforia jatuh cinta membuat setiap orang bahagia dan nyaman ketika dalam masa puncaknya. Hal ini merupakan akibat dari pelepasan sejumlah neurotransmitter seperti norepinefrin, dopamin dan serotonin.[4]
Sebenarnya apa pengaruh dari norepinefrin, dopamin dan serotonin? Norepinefrin atau noradrenalin sebuah senyawa kimia yang berperan dalam memainkan tingkat kewaspadaan seseorang dalam situasi yang tak terkendali.[5] Sederhananya ketika seseorang merasakan euforia cinta noradrenalin akan meningkat yang menyebabkan denyut jantung meningkat. Karena itu lah saat bersama sesorang yang kita cinta jantung akan selalu berdebar-debar.
Lalu dopamin, hormon ini lepas akbat oksitosin dan vasopressin.[6] Kedua hormon ini sebenarnya tidak hanya berperan dalam ikatan cinta romantis, namun cinta antara ibu dan anak, persahabatan dan keluarga. Hormon oksitosin sering disebut juga hormon kepercayaan, hormon ini muncul saat ada rasa nyaman yang diberikan seseorang. Inilah yang menyebabkan perasaan nyaman ketika bersama pacar atau orang tercinta. Pada prinsipnya hormon oksitosin juga muncul pada ibu dengan sebutan “Maternal’s Love”. Ketika bersama pacar, kita akan merasakan keterikatan yang muncul dari hormon vasopressin. Pada dasarnya hormon ini berperan menjaga tekanan darah dan fungsi kardio.[7]
Kedua hormon tersebut membuat kita merasa rileks dan nyaman saat merasakan euforia cinta. Tatkala kita sudah merasakan kenyamanan maka akan muncul perasaan senang akibat dari produksi dopamin. Selain itu juga ada serotonin yang terkenal juga sebagai hormon pengatur mood. Hormon ini berperan besar pada sensasi saat pertama kali jatuh cinta. Mungkin banyak dari kita yang ketika merasakan jatuh cinta, dunia seperti melayang-layang dan begitu bahagianya kita ketika memikirkannya. Itulah efek dari dopamin yang agak mirip seperti kecanduan.
- Attachment
Jenis cinta ini biasanya kita temukan pada jenis cinta yang cenderung lebih sejuk seperti ikatan dengan ibu, keluarga atau sahabat. Kalau dalam cinta platonik agak mirip dengan philia atau cinta persahabatan. Hormon yang berperan besar dalam cinta jenis ini adalah oksitosin dan vasopressin. Kedua hormon ini sudah dijelaskan sebelumnya dalam cinta romantis. Cinta ini hanya menekankan pada keterikatan dan kenyamanan serta tidak memunculkan rasa candu berlebihan seperti nafsu dan cinta romantis.
Bisa kita sebut cinta ini termasuk dalam friendzone, karena memiliki ikatan dan perasaan nyaman saat bersama namun cendurung tidak ingin maju ke dalam tahap romantis. Perasaan nyaman yang telah ada terkadang membuat beberapa orang cenderung tidak ingin mencapai zona baru.
Dalam neurosains cinta hanya teridentifikasi berdasarkan aktivitas senyawa kimia. Mungkin sangat cocok jika kita menyebutnya “Love is Chemistry”
Referensi
[1] ‘Estrogen, Hormon Penting Dalam Tubuh Wanita’, Article, 2018 <https://www.alodokter.com/estrogen-hormon-penting-dalam-tubuh-wanita>.
[2] Katherine J Hamilton and others, ‘HHS Public Access’, 2018 <https://doi.org/10.1016/bs.ctdb.2016.12.005.Estrogen>.
[3] Cnsnewsletter June, ‘The Neuroscience of Love’, 07.02 (2014), 1–24.
[4] Helen E. Fisher, Arthur Aron, and Lucy L. Brown, ‘Romantic Love: A Mammalian Brain System for Mate Choice’, Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 361.1476 (2006), 2173–86 <https://doi.org/10.1098/rstb.2006.1938>.
[5] Posttraumatic Stress Disorder, D B Bylund, and K C Bylund, ‘Norepinephrine Aversive Emotions : Molecular Basis of Unconditioned Fear ☆ Dopamine and Stress’, 2014.
[6] Cnsnewsletter June, ‘The Neuroscience of Love’, 07.02 (2014), 1–24.
[7] Cnsnewsletter June, ‘The Neuroscience of Love’, 07.02 (2014), 1–24.