Di era Internet of Thing seperti saat ini, musik sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal ini dikarenakan musik sendiri dapat digunakan masyarakat dengan cara yang sangat mudah, seperti mengunduh bahkan mendengarkannya melalui internet/aplikasi. Apalagi pada zaman sekarang ini dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dan diiringi dengan pertumbuhan musik yang semakin hari semakin tinggi, musik tidak hanya digemari oleh orang dewasa saja. Namun juga turut digemari oleh seluruh kalangan masyarakat yang tidak dibatasi oleh umur.
Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2016), 35,5% dari populasi pengguna internet di Indonesia, atau sekitar 46,9 juta orang Indonesia mendengarkan musik secara online [1]
Bagaimana Hobi Mendengarkan Musik secara Online ditinjau dari Perspektif Emisi Karbon?
Berdasarkan studi baru yang berjudul “The Cost of Music” oleh Universitas Glasglow dan Universitas Oslo yang terbit pada 8 April 2019 menunjukkan bahwa mendengarkan musik melalui pengunduhan dan layanan streaming memiliki dampak yang “buruk” bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan energi yang dibutuhkan untuk streaming dan mengunduh musik digital telah menyebabkan emisi gas rumah kaca (Green House Gas atau GHG) meningkat tajam. Studi ini memperkirakan bahwa konsumsi musik pada tahun 2000 menghasilkan emisi sekitar 157 juta kilogram gas setara gas rumah kaca. Sekarang, jumlah GHG yang dihasilkan oleh energi guna mendengarkan musik layanan streaming diperkirakan berjumlah sekitar 200 dan 350 juta kilogram [2]
Peneliti menggunakan data dari Asosiasi Industri Rekaman Amerika untuk mengambil sampel dari jumlah total lagu yang diputar melalui layanan streaming dan diunduh. Kemudian mengalikannya dengan jumlah listrik yang dibutuhkan untuk mengunduh data sebesar 1 gigabyte. Setiap gigabyte setara dengan jumlah listrik yang dibutuhkan untuk menyalakan satu bola lampu selama satu jam. Peneliti selanjutnya menyelidiki penggunaan sumber bahan bakar dan jumlah jejak karbon yg dihasilkan oleh situs penyedia layanan streaming musik [3]
Dr Kyle Devine, Associate Professor di Musik dari Universitas Oslo melakukan penelitian tentang biaya lingkungan rekaman musik (digital). Dr Kyle mengatakan: “Dari perspektif polusi plastik, secara keseluruhan dalam industri rekaman telah berkurang sejak masa kejayaan vinyl. Karena jumlah plastik yang digunakan untuk membuat rekaman fisik telah turun dari 61 juta kilogram pada tahun 2000-an menjadi sekitar 8 juta kilogram pada tahun 2016. Industri musik memang berhasil mengurangi jumlah penggunaan plastik, namun peralihan industri musik ke arah digital menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Namun, dari perspektif emisi karbon perpindahan streaming musik (digital) ke perangkat yg terhubung internet menghasilkan emisi karbon yg lebih tinggi” [4]
Jadi Apakah Tidak Boleh Mendengarkan Musik?
Dr Matt Brennan, seorang Peneliti Musik Populer dari Universitas Glasgow, memimpin penelitian tentang perubahan biaya ekonomi dari musik rekaman. Dr Matt mengatakan: “Maksud dari penelitian ini bukan untuk memberi tahu konsumen bahwa mereka tidak boleh mendengarkan musik, tetapi untuk mendapatkan apresiasi atas perubahan biaya yang terlibat dalam perilaku konsumsi musik. Kami berharap temuan ini dapat mendorong perubahan ke arah pilihan konsumsi dan layanan yang lebih berkelanjutan. Kemudian memberi imbalan pada pencipta musik sambil mengurangi dampak lingkungan.” [2]
Bagaimana Respon Spotify Sebagai Layanan Streaming Musik Terbesar?
Menurut The Rolling Stone, perusahaan raksasa penyedia layanan streaming musik, Spotify berjanji akan berupaya menuju netralitas karbon berdasarkan laporan keberlanjutannya yang diterbitkan pada 2017. Pada tahun 2018, mereka telah mengurangi jejak karbon sebesar 1.500 ton. Kemudian menutup hampir semua pusat data mereka yang kini beralih menggunakan jasa Google Cloud Platform (GCP) [4]
Kyle Devine, profesor dari Universitas Oslo, mengatakan “Tidak berarti Google menggunakan energi yang sepenuhnya terbarukan atau emisi CO2 lebih rendah”. Karena yg mereka membeli atau berinvestasi dalam energi terbarukan pada tingkat yang sama atau cocok dengan jumlah energi yang mereka gunakan [4]
Beginilah Cara Medengarkan Musik yang Benar
Sharon George, Dosen Ilmu Lingkungan Universitas Keele dan Deirdre McKay ahli Geografi dan Politik Lingkungan, menyarankan suatu metode untuk mendengarkan musik. Metodenya adalah dengan cara membeli album fisik (CD, kaset, dll) yang lebih ramah lingkungan jika mendengarkannya berulang kali. Karena 27 lagu yg diputar berulang kali melalui layanan streaming kemungkinan menggunakan lebih banyak energi daripada energi yang diperlukan untuk memproduksi kepingan disk dan mengunduh musik dari layanan streaming yang didengarkan secara offline dan tentunya dapat mengurangi konsumsi energi [5]
Referensi:
[1] APJII. (2016). Saatnya Jadi Pokok Perhatian Pemerintah dan Industri. Buletin APJII. (Online).
https://apjii.or.id/downfile/file/BULETINAPJIIEDISI05November2016.pdf
[2] Anonim. 2019. Music consumption has unintended economic and environmental costs. (Online). https://www.gla.ac.uk/news/archiveofnews/2019/april/headline_643297_en.html
[3] Lucienne Cros. 2019. Your Favorite Playlist Has A Carbon Footprint. (Online). https://inhabitat.com/your-favorite-playlist-has-a-carbon-footprint/
[4] Blistein. 2019. Is Streaming Music Dangerous to the Environment? One Researcher Is Sounding the Alarm. (Online). https://www.rollingstone.com/music/music-features/environmental-impact-streaming-music-835220/
[5] Georga Sharon & McKay Deidre. 2019. The environmental impact of music: digital, records, CDs analyse. (Online). https://theconversation.com/the-environmental-impact-of-music-digital-records-cds-analysed-10894
Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang, jurusan Pendidikan Biologi angkatan 2016