Benarkah Lubang Kosong di Luar Angkasa Telah Ditemukan?

Luar Angkasa Luar angkasa atau angkasa luar atau antariksa (juga disebut sebagai angkasa), merujuk pada bagian yang relatif kosong dari Jagad Raya, di luar atmosfer planet dari benda “celestial”. […]

blank

Luar Angkasa

Luar angkasa atau angkasa luar atau antariksa (juga disebut sebagai angkasa), merujuk pada bagian yang relatif kosong dari Jagad Raya, di luar atmosfer planet dari benda “celestial”. Istilah luar angkasa digunakan untuk membedakannya dengan ruang udara dan lokasi “terestrial”.

Karena atmosfer Bumi tidak memiliki batas yang jelas, namun terdiri dari lapisan yang secara bertahap semakin menipis dengan naiknya ketinggian, tidak ada batasan yang jelas antara atmosfer dan angkasa. Ketinggian 100 kilometer atau 62 mil yang ditetapkan oleh Fédération Aéronautique Internationale merupakan definisi yang paling banyak diterima sebagai batasan antara atmosfer dan angkasa.

Di Amerika Serikat, seseorang yang berada di atas ketinggian 80 km ditetapkan sebagai astronaut. Pada 120 km (75 mil atau 400.000 kaki) menandai batasan di mana efek atmosfer menjadi jelas sewaktu pesawat ulang alik dari luar angkasa memasuki atmosfer (re-entry)

Penemuan Lubang di luar Angkasa

blank

Ilmuwan menemukan lubang di antara bintang-bintang yang berada di ruang angkasa. Terletak sekitar 700 tahun cahaya, lubang tersebut berada di antara rasi bintang Perseus dan Taurus.

Para astronom telah menemukan ruang hampa berbentuk bola yang besar dengan diameter lebih dari 500 tahun cahaya. Di sekelilingnya terdapat awan molekuler Perseus dan Taurus – awan padat gas dingin dan debu tempat bintang-bintang terbentuk.

Benda ini disebut Per-Tau Shell, dan tampaknya merupakan hasil dari satu ledakan supernova raksasa jutaan tahun yang lalu. Kemungkinan fenomena ini menekan dan memicu pembentukan bintang di dua awan molekuler.

“Ratusan bintang sedang terbentuk atau sudah ada di permukaan gelembung raksasa ini,” kata ahli astrofisika teoretis Shmuel Bialy dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA).

“Kami memiliki dua teori – salah satu supernova meledak di inti gelembung ini dan mendorong gas keluar membentuk apa yang sekarang kita sebut ‘Kulit Super Perseus-Taurus’, atau serangkaian supernova yang terjadi selama jutaan tahun lah yang menciptakannya,” sambungnya.

Untuk menemukan ini saja sudah butuh makan energi, tapi ilmuwan masih terus penasaran. Memang sedalam apa ruang kosong ini?

Untuk menjelajahi awan molekuler Perseus dan Taurus, para peneliti menggunakan data dari Gaia, observatorium satelit Badan Antariksa Eropa, yang telah bekerja sejak 2013 untuk memetakan galaksi Bima Sakti dalam tiga dimensi dengan paling detail dan presisi tertinggi yang dapat dicapai. Ini adalah salah satu alat paling mutakhir yang kita miliki.

Data ini dianalisis menggunakan perangkat lunak visualisasi yang disebut glue, yang memungkinkan para ilmuwan membuat visualisasi 3D interaktif. Dari sini, para astronom dapat membangun peta 3D gas di awan molekul ini dan lainnya.

“Kami telah melihat awan ini selama beberapa dekade, tetapi kami tidak pernah tahu bentuk, kedalaman, atau ketebalannya yang sebenarnya. Kami juga tidak yakin seberapa dalam awan itu,” kata astronom Catherine Zucker yang juga dari Harvard-Smithsonian CfA.

Awan Molekuler

blank

Merupakan jenis awan antarbintang yang sangat padat, dingin, dan mengandung debu dan gas dalam bentuk molekul Hidrogen. Awan tersebut bersuhu kurang lebih 10 Kelvin dan berkepadatan di atas 102 partikel/cm3.

Karena awan molekul itu dingin dan gelap, mereka biasanya tidak memancarkan cahaya sendiri (kecuali ada benda langit bercahaya disekitarnya) dan tampak gelap ketika diamati dengan teleskop biasa. Dengan menggunakan gelombang Inframerah, struktur dan aktivitas awan molekul dapat diamati dengan mudah.

Menurut analisis tim Bialy, kekosongan yang hampir berbentuk bola kemungkinan merupakan hasil dari ledakan supernova yang kuat. Ledakan ini mengirimkan gelombang kejut ke segala arah ke ruang antarbintang. Saat gelombang kejut ini mengembang, ia mendorong dan memampatkan materi di medium antarbintang, menyapunya ke atas sehingga membentuk cangkang bulat.

Tapi ada teori lain, yaitu ini adalah proses dari pembentukan bintang baru. Pembentukan bintang diperkirakan terjadi ketika wilayah yang lebih padat di awan molekuler runtuh, berputar, di bawah gravitasinya sendiri. Ketika gelombang kejut dari supernova meluas ke ruang di sekitarnya, ia dapat menyapu gas di medium antarbintang untuk membentuk awan molekuler dengan daerah padat dan kemudian mulai membentuk bintang.

Inilah yang menurut tim terjadi dengan Per-Tau Shell. Antara 6 dan 22 juta tahun yang lalu, dari rekonstruksi para ilmuwan menunjukkan bahwa peristiwa supernova menciptakan rongga di medium antarbintang. Ini juga lah yang menciptakan cangkang dan awan molekuler Perseus dan Taurus. Saat ini, gelembung tersebut juga tidak terlihat meluas lagi, dengan kata lain masih berwujud sama.

“Ini menunjukkan bahwa ketika sebuah bintang mati, supernovanya menghasilkan rangkaian peristiwa yang pada akhirnya dapat mengarah pada kelahiran bintang baru,” kata Bialy.

Model 3D interaktif dari cangkang Per-Tau dapat dijelajahi di situs web Harvard. Makalah ini telah diterbitkan di ‘The Astrophysical Journal Letters’, sebagaimana melansir Science Alert.

REFERENSI:

  • “Molecular Cloud | COSMOS”astronomy.swin.edu.au. Diakses tanggal 24 September 2021.
  •  “Cool Cosmos”coolcosmos.ipac.caltech.edu. Diakses tanggal 24 september 2021.
  •  “Molecular cloud | astronomy”Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 September 2021

1 komentar untuk “Benarkah Lubang Kosong di Luar Angkasa Telah Ditemukan?”

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *