PENDAHULUAN MANAJEMEN BENCANA
Satu tahun yang lalu masyarakat Indonesia berduka. Pada tanggal 29 Juli 2018 pukul 06.47 WITA, Pulau Lombok diguncang gempa berkekuatan 6,4 skala Richter. Dua bulan kemudian, tepatnya tanggal 28 September Kota Palu dan Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dilanda gempa berkekuatan magnitudo 7,4 sekaligus tsunami.
Baca juga: Penggunaan Jaringan Saraf Tiruan “Deep Learning” untuk Mendeteksi Gempa Bumi serta Lokasinya

Salah satu penyebab seringnya terjadi bencana di Indonesia adalah karena letak geografis Indonesia sendiri, antara lain:
- Indonesia terletak di daerah cincin api, yaitu daerah yang memiliki banyak gunung api yang aktif.
- Indonesia terletak di daerah pertemuan 3 lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik.
Selain letak geografis, hal-hal yang dapat mengakibatkan bencana adalah efek rumah kaca yang dapat mempengaruhi siklus musim penghujan dan musim kemarau. Efek rumah kaca disebabkan karena perluasan lahan dan kebakaran hutan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, pembelajaran Manajemen Bencana sangat diperlukan agar setiap orang bisa berperan aktif untuk merencanakan kesiapan dalam menghadapi bencana.
Definisi bencana menurut Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah: peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam atau mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam, faktor non-alam, maupun faktor manusia yang dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gunung meletus, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan angin topan.
Bencana non-alam didefinisikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa non-alam seperti kegagalan teknologi, gagal modernisasi, epidemik atau wabah penyakit.
Yang terakhir yaitu bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan peristiwa atau serangkaian peristiwa oleh manusia yang dapat berupa konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror.
Pendapat lain dikemukakan oleh pusat epidemiologi riset di Belgia atau Cret, yaitu suatu kejadian dapat digolongkan menjadi bencana jika memenuhi salah satu kriteria berikut: setidaknya ada 10 korban jiwa, setidaknya ada 100 korban luka, ditetapkannya status bencana oleh Pemerintah, dibutuhkan bantuan internasional untuk mengatasi masalah tersebut.
Dalam kegiatan penanggulangan bencana, Pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang memiliki fungsi untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi melalui tindakan yang cepat, tepat, efektif, dan efisien serta mengkoordinasikan penanggulangan bencana secara terpadu, terencana, dan menyeluruh.
MANAJEMEN BENCANA, TANGGAP DARURAT, DAN BUSINESS CONTINUITY MANAGEMENT
Walaupun Pemerintah telah membuat BNPB, alangkah baiknya kita juga mempelajari manajemen bencana sehingga kita tahu apa yang harus dilakukan dalam mencegah dan memitigasi bencana. Siklus manajemen bencana terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama adalah pencegahan atau prevention yang bertujuan untuk mencegah terjadinya bencana atau mengurangi efek kerusakan dari bencana itu sendiri baik terhadap fasilitas maupun komunitas.
Tahap selanjutnya adalah tahap persiapan, yaitu tahap disusunnya langkah-langkah yang memungkinkan agar seluruh pihak, dari level Pemerintah yang paling tinggi sampai seluruh masyarakat, dapat menghadapi bencana, mengantisipasi bencana dalam keadaan siap, sigap, dan akurat. Tahap ini merupakan tahap yang paling krusial.
Tahap terakhir adalah tahap saat terjadinya bencana. Langkah-langkah yang dilakukan saat bencana terjadi disebut emergency response.
Emergency response mempunyai tahapan sebagai berikut:
- Respon terhadap bencana. Tahap ini paling sulit diimplementasikan karena membutuhkan peralatan, sumber daya manusia yang berlipat. Oleh karena itu, perencanaan, pengorganisasian, dan pelatihan merupakan hal yang sangat mendukung respon cepat bencana.
- Mengetahui tingkat keparahan dan besarnya bencana. Semakin parah dan semakin besar bencana yang terjadi, semakin besar pula biaya, tenaga, dan waktu yang diperlukan untuk merespon bencana tersebut. Bukan tidak mungkin akan diperlukan bantuan dari daerah atau bahkan dari negara lain.
- Tahap persiapan bencana yang efektif. Pada tahap ini dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, tim ahli, logistik, dan lain-lain.
Bagi para pelaku bisnis, yang perlu dipelajari adalah siklus manajemen bencana dengan fokus pada industri. Istilah yang dipergunakan adalah business continuity management, yaitu proses untuk mengidentifikasi ancaman-ancaman terhadap gangguan operasi dan dalam menyiapkan organisasi untuk menghadapi ancaman-ancaman tersebut.
Tahap pertama dalam business continuity management (BCM) adalah plan. Pada tahap ini perusahaan menyusun kebijakan dan tujuan, sasaran, tahapan, dan prosedur terkait BCM secara berkesinambungan yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi.
Tahap berikutnya adalah do. Pada tahap ini perusahaan mengimplementasikan dan melaksanakan kebijakan tahapan dan prosedur yang telah ditentukan.
Selanjutnya tahap check. Pada tahap ini perusahaan harus melakukan pengawasan dan pengkajian ulang terhadap kebijakan dan tujuan BCM, dilanjutkan dengan pelaporan kepada manajemen untuk perbikan di masa depan.
Pada tahap act, perusahaan harus menjaga dan melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap proses BCM, berdasarkan rencana tindakan perbaikan yang telah ditentukan sebelumnya.
MITIGASI BENCANA
Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan dengan tujuan mengurangi efek akibat bencana. Beberapa bencana yang sering terjadi di Indonesia antara lain banjir, gempa bumi, kebakaran, erupsi gunung berapi, tsunami, dan bencana industri. Berikut adalah mitigasi terhadap bencana-bencana tersebut:
Mitigasi Banjir: tindakan yang dapat dilakukan saat banjir antara lain menghindari berjalan di saluran air supaya tidak terseret arus banjir, kemudian mematikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran listrik di daerah banjir. Selanjutnya mengamankan barang-barang berharga ke tempat yang lebih tinggi, mengungsi ke posko banjir atau tempat yang lebih aman selama genangan air masih bisa dilewati. Jika air semakin meninggi, segera hubungi instansi terkait penanganan bencana banjir.
Secara lebih luas mitigasi banjir bisa dilakukan dengan tidak membangun pemukiman di bantaran sungai, pemasangan pompa di daerah yang lebih rendah dari permukaan laut, melakukan penghijauan di hulu sungai, ataupun pembuatan kanal-kanal untuk memastikan air sungai mengalir dan tidak menimbulkan banjir.
Mitigasi Gempa Bumi: tindakan yang dapat dilakukan sebelum terjadi gempa bumi adalah menerima sosialisasi mengenai gempa bumi, mengetahui penyebab gempa, membangun rumah tahan gempa, memperhatikan sistem peringatan dini, melaksanakan simulasi gempa, memperhatikan dari mana dapat memperoleh informasi mengenai gempa, dan menyiapkan tas siaga bencana yang terdiri dari pakaian, makanan dan minuman, serta obat-obatan.
Saat terjadi gempa yang bisa dilakukan adalah drop, yaitu segera mendekatkan diri dengan tanah atau berlutut. Selanjutnya cover, yaitu melindungi tubuh kita dari benda-benda yang berjatuhan dari atas, misalnya berlindung di bawah meja. Terakhir hold on, yaitu tunggu guncangan sampai berhenti.
Mitigasi Kebakaran: yang perlu dilakukan terlebih dahulu ketika terjadi kebakaran adalah mengetahui penyebab kebakaran. Jika disebabkan oleh listrik, segera lakukan pemadaman menggunakan APAR yang terbuat dari CO2. Jika disebabkan oleh kompor gas, maka padamkan dengan dry chemical atau tepung. Jika tidak tersedia APAR, pemadaman dapat dilakukan menggunakan karung atau kain basah. Teralis jendela rumah juga bisa dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk mengevakuasi anggota keluarga yang terjebak dalam kebakaran. Untuk daerah pemukiman yang padat, perlu ditentukan lokasi titik kumpul (assembly point) untuk tempat berkumpul warga daerah tersebut jika terjadi kebakaran. Akan lebih baik lagi jika terdapat early warning system, misalkan detektor asap atau detektor panas. Dan yang tak kalah penting adalah menyimpan nomor yang bisa dihubungi ketika terjadi kebakaran, seperti pemadam kebakaran, keluarga terdekat, atau nomor rumah sakit.
Mitigasi Erupsi Gunung Berapi: bahaya yang mungkin timbul karena erupsi gunung berapi antara lain lava, awan panas, gas beracun, dan lahar. Mitigasi yang dilakukan pertama kali adalah pemantauan aktivitas gunung berapi selama 24 jam. Berikutnya adalah tanggap darurat. Kemudian membuat peta kawasan gunung berapi yang berisi tentang jenis-jenis dan bahaya gunung berapi, daerah-daerah rawan bencana, arah evakuasi, lokasi pengungsian dan pos penyelamatan atau penanggulangan bencana. Selanjutnya mitigasi dapat dilakukan dengan penyelidikan gunung berapi menggunakan berbagai metode geologi. Selain itu melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah maupun masyarakat khususnya yang bermukim di sekitar gunung berapi. Terakhir siapkan tas khusus yang berisi lampu untuk penerangan, minuman, makanan kering, obat-obatan, dan pakaian yang dapat dibawa sewaktu-waktu.
Mitigasi Tsunami: pada umumnya tsunami di Indonesia didahului dengan gempa bumi, susutnya air laut, hewan-hewan menjauh dari pesisir pantai, dan hembusan angin yang kencang. Jika terjadi tsunami hal-hal yang harus dilakukan adalah pergilah ke lokasi yang lebih tinggi dan beritahukan warga sekitar. Apabila sedang berada di kapal atau perahu, jangan menuju pantai, tetapi arahkan ke tengah laut. Jika gelombang pertama telah selesai, jangan buru-buru mendekati dataran rendah, karena masih ada kemungkinan gelombang-gelombang berikutnya. Hanya jika gelombang-gelombang tsunami telah benar-benar reda dan memungkinkan, segera berikan pertolongan pertama pada korban.
Mitigasi Bencana Industri: bencana industri seringkali disebabkan karena kegagalan teknologi, bisa berupa kesalahan desain, kesalahan pengoperasian, ataupun kelalaian dan kesengajaan yang dilakukan oleh manusia. Untuk mengurangi risiko kegagalan industri, mitigasi yang bisa dilakukan adalah mengurangi pemakaian bahan-bahan kimia yang mudah terbakar, meningkatkan ketahanan bangunan dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak mudah terbakar, meningkatkan fungsi deteksi dini dan peringatan dini, melakukan sosialisasi rencana evakuasi kepada para pegawai maupun masyarakat sekitar, serta peningkatan ketahanan sipil dan otoritas kedaruratan. Mitigasi bencana industri bisa berbeda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, menyesuaikan dengan jenis dan karakter perusahaan.
TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA DAN PENYELAMATAN KORBAN BENCANA
Menolong korban bencana didahului dengan sistem triase (pemilihan). Salah satu sistem triase yang dipelajari di sini adalah START (Simple Triage And Rapid Treatment). Yang dilakukan pada pelaksanaan sistem ini adalah memilih/mengelompokkan korban bencana sesuai dengan tingkat keparahan luka yang dialami.
Korban yang masih bisa berjalan diarahkan ke suatu titik kumpul, sehingga tersisa korban-korban yang tidak bisa berjalan. Setelah itu diamati sistem pernapasan pada korban-korban yang tidak bisa berjalan. Jika sudah tidak bernapas, dilabeli hitam. Apabila korban masih bernapas namun napas dan kesadarannya tidak baik, dilabeli merah. Apabila korban yang bernapas dan kesadarannya baik masih bisa mengikuti instruksi yang diberikan akan dilabeli kuning.
Cara mengangkat korban pun dibedakan menjadi dua, yaitu dalam keadaan emergency dan non-emergency. Pada keadaan emergency (korban dan penolong sama-sama dalam keadaan bahaya), terdapat beberapa cara menarik korban sebagai berikut:
- Tarikan selimut: letakkan kain di bawah tubuh korban, ikat baik-baik sehingga kita bisa menarik kain tersebut sekaligus memindahkan posisi korban.
- Tarikan bahu: letakkan kedua tangan pada bahu korban, kemudian tarik menjauh dari sumber bencana.
- Tarikan baju: tarikan yang dilakukan ketika tidak bisa menjangkau bahu korban, namun bisa menjangkau baju yang sedang dikenakan korban. Tarik baju korban sehingga korban menjauh dari lokasi bencana.
- Tarikan firefighter carry: korban yang semula terbaring diangkat sedemikian rupa sehingga ikut berjalan bersama si penolong.
Dalam keadaan non-emergency, pemindahan dan pengangkatan korban dapat dilakukan dengan lebih hati-hati sehingga trauma yang dialami tidak menjadi lebih parah. Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
- Extrimity lift: tindakan mengangkat korban bencana yang dilakukan oleh 2 orang. Orang pertama menjangkau bahu korban sedangkan yang lain mengangkat lutut korban, kemudian secara bersama-sama memindahkan korban ke tempat yang lebih aman.
- Direct ground lift: dilakukan oleh 3 orang yang berusaha mengangkat korban sehingga tulang-tulang belakang dan tulang-tulang panjangnya tidak terlalu banyak bergerak dan traumanya tidak bertambah parah.
- Long spine board: menggotong korban menggunakan papan atau apa saja yang bentuknya panjang sehingga kestabilan tubuh korban dapat lebih terjamin.
Sedangkan untuk menghentikan pendarahan bisa menggunakan 3 cara sebagai berikut:
- Balut tekan bagian yang terluka
- Tekan daerah yang lebih hulu daripada daerah yang terluka
- Angkat bagian yang terluka lebih tinggi dari jantung sehingga pendarahan dapat berkurang.
Hal lain yang perlu dipelajari adalah penggunaan APAR (alat pemadam api ringan). APAR terdiri dari 5 bagian, yaitu handle, pin, regulator, nozzle, dan tabung utama. Dalam memadamkan api pertama kali perhatikan arah angin, kemudian perhatikan jarak aman, perhatikaan cara melangkah, semprotkan APAR ke titik api. Pastikan api sudah benar-benar mati. Jika tabung APAR telah habis digunakan, posisikan tabung dalam keadaan direbahkan.
- Resume e-learning berjudul Disaster Management (UI203) di www. indonesiax.co.id oleh Prof. Dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D., Dr. Arry Yanuar, M.Si., Apt., Renti Mahkota, SKM, M.Epid., Rezi Riadhi Syahdi, M.Farm., Dr. Riyadh Firdaus, Sp.AN, Tuti Herawati, S.Kp., M.N., Nida Hanifah Nasir, SKM,: Norman Gultom, SKM
assalamualaikum kak.
perkenalkan saya Diki salah satu mahasiswa keperawatan yang baru saja lulus. di salah satu mata kuliah ada matkul “Keperawatan Bencana. izin mengklarifikasi, apakah benar mitigasi yang kakak sampaikan di atas? yang saya tahu, definisi mitigasi bencana itu seperti yang kakak tulis di atas. namun ketika masuk di mitigasi tiap bencana (misal banjir), ada sedikit perbedaan antara yg saya pelajari di kampus & yg kakak tulis.
di kampus, saya memahami mitigasi banjir bisa seperti pelebaran sungai, penanaman pohon, perbaikan aliran air, dll. karena dilakukan sebelum bencana terjadi
dan sedikit sharing perbedaan mitigasi & pencegahan. tujuannya tetap sama (mengurangi dampak bencana), hanya saja mitigasi ditujukan untuk bencana yg tidak dapat dicegah misal gempa, tsunami, dan badai. pencegahan dilakukan untuk bencana yg bisa dicegah seperti banjir dan kebakaran.
terimakasih, wassalamualaikum wr wb