Minggu ini jagat dunia medsos (media sosial) selalu dipenuhi trending topic hal-hal yang berbau pornografi, baik di TikTok, Twitter, Instagram, Facebook, hingga YouTube. Pornografi tersebut berupa video asusila (film biru atau blue film) yang pemerannya mirip berbagai artis Ibu Kota, dari yang mirip Gisella Anastasia, Jessica Iskandar, hingga yang terbaru dikabarkan mirip Anya Geraldine. Siapa pun yang memiliki akses internet dapat memperoleh berbagai informasi terkait video asusila tersebut.
Dilain pihak, berdasarkan data yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2019, usia 15-19 tahun merupakan kelompok umur dengan penetrasi internet paling tinggi (mencapai 91%) dibandingkan kelompok umur lainnya [1].
Penetrasi pengguna Internet merupakan angka persentase penduduk yang menggunakan internet terhadap total penduduk pada suatu kelompok umur. Jika menilik data yang diterbitkan oleh BPS tahun 2019 yakni “Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin”, maka kelompok umur 15-19 tahun merupakan kelompok umur terbanyak keempat yang berada dibawah kelompok umur 5-9 tahun, 0-4 tahun, dan 10-14 tahun [2].
Dari segi penetrasi pengguna Internet, kelompok umur 0-14 tahun berada dibawah 70% dimana persentase tersebut jauh lebih rendah dibandingkan persentase pada kelompok umur 15-19 tahun yang mencapai 91%. Artinya, berdasarkan data-data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kelompok umur 15-19 tahun merupakan kelompok umur dengan pengguna internet terbesar di Indonesia.
Kaitannya dengan pornografi yang kerap menjadi trending topic di media sosial, hal ini mengindikasikan bahwa kelompok umur 15-19 tahun atau remaja merupakan kelompok yang paling rentan terpapar dampak pornografi. Usia 15-19 tahun tersebut diisi oleh pelajar tingkat SMP hingga SMA. Bagaimana dampaknya jika pelajar SMP dan SMA tersebut kemudian kecanduan pornografi karena gempuran yang sangat hebat dari penggunaan sosial media? Berbagai penelitian berikut telah berusaha untuk mencari jawabannya.
1. Pornografi berdampak pada perubahan kognitif
Menurut Pudjiati & Masykouri (2016), kognitif diartikan sebagai kemampuan belajar, berfikir, atau kemampuan untuk mempelajari keterampilan atau konsep baru, kemampuan untuk memahami apa yang terjadi di lingkungan maupun di sekitarnya, dan juga kemampuan daya ingat untuk menyelesaikan soal-soal [3]. Salah satu instrumen yang dapat mengukur kecerdasan kognitif adalah tes IQ.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yati dan Aini dua tahun yang lalu, 60% remaja mengalami penurunan konsentrasi dan produktivitas setelah menonton tayangan pornografi atau video asusila [4]. Hal ini sesuai ungkapan Griffiths (2012) bahwa seseorang yang kecanduan pornografi pada situs internet menunjukkan perubahan kognitif seperti kurang konsentrasi, tidak ada keinginan belajar, dan muncul kegelisahan [5]. Studi lain menyatakan bahwa pengguna pornografi merasa kesulitan dalam berkonsentrasi dan belajar [6]. Pada remaja yang memiliki IQ tinggi, pornografi bisa mengakibatkan kesulitan berkonsentrasi dalam belajar dan beraktivitas sehingga menurunkan produktivitasnya, sedangkan remaja yang memiliki IQ rendah menjadi tidak berdaya lagi untuk berkonsentrasi dan menjadi gelisah [7]. Pornografi yang ditonton remaja merupakan sensasi seksual yang diterima sebelum waktunya, sehingga menimbulkan kerusakan pada otak ditandai dengan sulit konsentrasi, tidak fokus, malas belajar, tidak bergairah, kehilangan minat dan hobi hingga mengalami syok serta disorientasi.
2. Pornografi berdampak pada perubahan perilaku
Dari penelitian Yati dan Aini (2018) juga dilaporkan bahwa 100% remaja yang berpartisipasi dalam penelitian menunjukkan penyimpangan perilaku seperti perilaku kompulsif, masturbasi, penyimpangan seksual seperti berciuman, berpelukan, hubungan intim dan perilaku agresif seperti pelecehan seksual [4]. Studi yang dilakukan oleh Griffiths (2012) menyebutkan bahwa perilaku kompulsif merupakan dampak negatif dari tanyangan pornografi [5]. Perilaku kompulsif adalah perilaku ketika seseorang memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan sesuatu, sulit untuk menahan diri, dan senang mengulangi tindakan tersebut. Perilaku kompulsif muncul sebagai reaksi untuk menghilangkan kecemasan yang dirasakan seseorang [8]. Perilaku ini datang tanpa disadari sehingga membuat remaja berkeinginan untuk mengakses tayangan pornografi secara berulang-ulang. Penelitian lainnya menyatakan bahwa intensitas menonton media pornografi berhubungan dengan penyimpangan perilaku seksual remaja. Dampak penyimpangan perilaku antara lain mendorong remaja menirukan tindakan seksual, peningkatan aktivitas berpacaran seperti berpegangan tangan, berciuman, dan memegang bagian sensitif [9].
3. Pornografi berdampak pada perubahan struktur otak
Sebuah studi terhadap mahasiswa-mahasiswa Cina yang mengalami kecanduan pornografi dari internet ditemukan penyusutan ukuran dorsolateral prefrontal cortex, rostral anterior cingulated cortex, daerah motor suplementer, dan bagian-bagian dari cerebellum.
Dorsolateral Prefrontal Cortex & rostral anterior cingulated cortex berfungsi dalam kognisi sosial (berpikir akan perasaan), pemikiran, perhatian terhadap orang lain, dan pertimbangan sosial. Sementara itu, cerebellum (otak kecil) berfungsi penting dalam kehidupan manusia yaitu proses sensoris, daya ingat, berpikir, belajar berbahasa, dan proses atensi [13]. Penyusutan pada berbagai daerah di otak tersebut akan menyebabkan fungsinya terganggu dan mengakibatkan susah belajar, rusaknya ingatan jangka pendek, kemampuan pengambilan keputusan, kecemasan, hingga depresi [10].
4. Pornografi berdampak pada kehidupan sosial
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yati dan Aini (2018), 100% remaja yang berpartisipasi dalam penelitian menunjukkan perubahan pada aspek sosial ditunjukkan remaja cenderung berdiam diri di kamar dan kurang bersosialisasi dengan keluarga, tetangga, dan teman sebaya [4]. Penelitian tentang dampak kecanduan atau adiksi pornografi pada remaja menunjukkan adanya isolasi sosial dan kerusakan hubungan dengan orang lain [11]. Remaja pecandu pornografi yang mendapat dukungan dari temannya akan terdorong menjadi pribadi yang permisif (memandang maklum) terhadap seks bebas dan praktek seks bebas di luar pantauan orang tua, sedangkan remaja pecandu pornografi yang disekitarnya tidak menggunakan media pornografi maka akan cenderung merasa minder dan tidak percaya diri [7]. Remaja pecandu pornografi akan tertutup dan menjauhi teman-temannya karena perasaan malu dan merasa sebagai pribadi yang aneh, sehingga mereka lebih sering menyendiri. Seiring bertambahnya pengetahuan keagamaannya, remaja pecandu pornografi juga merasa paling berdosa.
Demikian 4 hal mengenai dampak mengerikan dari pornografi pada remaja (15-19 tahun). Lantas bagaimana cara agar remaja terhindar dari dampak negatif psikologis dibalik gempuran dahsyat dari sosial media? Terdapat tiga upaya yakni upaya preventif, upaya kuratif, dan upaya pembinaan [12]. Namun upaya yang paling penting adalah upaya preventif. Upaya preventif adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan terarah untuk menjaga agar remaja tidak terjerumus dalam dampak negatif pornografi baik itu di dalam lingkungan rumah, lingkungan sekolah, maupun di ketika berada di masyarakat.
Referensi:
[1] https://inet.detik.com/telecommunication/d-4551389/pengguna-internet-indonesia-didominasi-milenial diakses pada 10 November 2020.
[2] https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/58/da_03/1 diakses pada 10 November 2020.
[3] Pudjiati, S. R. R., & Masykouri, A. (2011). Mengasah Kecerdasan di Usia 0-2 Tahun. Jakarta: Dirjen PAUDNI.
[4] Yati, M., & Aini, K. (2018). Studi Kasus: Dampak Tayangan Pornografi Terhadap Perubahan Psikososial Remaja. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, 9(2).
[5] Griffiths M. (2012). Internet sex addiction: A review of empirical research. Addiction Research & Theory 20: 111–124.
[6] Mulya, Mudjiran, & Yarmis. (2012). Dampak Pornografi Terhadap Perilaku Siswa Dan Upaya Guru Pembimbing Untuk Mengatasinya. Jurnal Ilmiah Konseling. Volume 1 Nomer 1 Januari tahun 2012.
[7] Owens, Behun, Manning, Reid. (2012). The Impact of Internet Pornography onAdolescents: a Review of The Research. Sexual Addiction & Compulsivity, 19:99–122, 2012. DOI:doi.org/10.1080/10720162.2012.660431.
[8] https://id.mort-sure.com/blog/difference-between-compulsive-and-impulsive/ diakses pada 10 November 2020.
[9] Masroah I, Gamelia E, Hariyadi, B. (2015). Adolescents Sexual Behaviors as The Effects of Pornography Media Exposure. Jurnal Kesmasindo. Volume 7, Nomor 3, Juli 2015, Hal. 244-255.
[10] Love T, Laier C, Brand M, Hatch L, Hajela R. 2015. Neuroscience of Internet Pornography Addiction: A Review and Update. Behavioral Sciences. doi: 10.3390/bs5030388.
[11] Duffy, Dawson, Nair. (2016). Pornography Addiction in Adults: A Systematic Review of Defenitions and Reported Impact. https://doi.org/10.1016/j.jsxm.2016.03.002.
[12] Utomo, S. T., & Sa’i, A. (2018). DAMPAK PORNOGRAFI TERHADAP PERKEMBANGAN MENTAL REMAJA DI SEKOLAH. ELEMENTARY: Islamic Teacher Journal, 6(1), 170-192.
[13] Daulay, N. (2008). Struktur otak dan keberfungsiannya pada anak dengan gangguan spektrum autis: kajian neuropsikologi. Sumber, 1(88), 2012.
Dosen dan peneliti, menekuni bidang Fotonika dan sensor. Sangat mencintai aktivitas membaca dan mendesain. Profil lebih lengkap dapat dilihat di ugm.id/siddiq .