Keberadaan pengamen merupakan bukti nyata dampak atau akibat yang ditimbulkan dari kondisi ekonomi di sebuah Negara. Kehadiran pengamen juga menjadi permasalahan sosial yang menggejala secara simultan di kota provinsi, bahkan sekarang sampai kota kecamatan di Indonesia. Sejatinya pengamen bukanlah suatu pekerjaan. Melainkan sebuah fenomena tentang perilaku manusia. Dimana mungkin sebelumnya seseorang itu memiliki pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan cukup, tetapi karena suatu kondisi dan keterbatasan pendidikan, kemampuan dan keahlian membuat seseorang terpaksa menjadi pengamen. Salah satunya adalah fenomena Manusia Silver di Indonesia.
Manusia Silver dalam Kondisi Ekonomi Sosial di Indonesia
Manusia silver secara sederhana dapat dinyatakan sebagai sesosok tubuh manusia yang biasanya tampak diam, mirip robot dan keseluruhan tubuhnya diwarnai dengan cat berwarna silver (perak) sehingga disebut manusia silver, sekarang bahkan ada yang berwarna gold (emas). Mereka sebagian bergerak dan berperilaku dengan berpantomim meniru gerakan-gerakan robot. Namun, sebagian yang lain ada juga yang berdiri, duduk, dan bermobilitas seperti pengamen pada umumnya. Sebagian yang lain, ada pula yang tampil menghibur para pengunjung di beberapa ruang publik dan tempat wisata. Dalam aktivitas ini, manusia silver mendandani diri mereka dengan membalut atau mengecat sekujur tubuhnya dengan cat berwarna perak yang mengkilat sehingga menarik perhatian orang-orang yang berlalulalang di jalanan atau di sebuah ruang publik. Kebanyakan dari mereka bertubuh kurus dan bertelanjang dada serta hanya memakai celana pendek saja. Namun, beberapa yang lain juga tampil dengan kostum-kostum “unik”, terutama mereka yang hadir di tempat-tempat wisata atau ruang publik terbuka.
Semua Demi Sesuap Nasi
Jika dihubungkan dengan kondisi ekonomi di Indonesia. Menjamurnya manusia silver di kota-kota Indonesia, menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi sosial masyarakat. Faktor ketimpangan ekonomi sosial masyarkat salah satunya adalah pendidikan. Bagi sebagian besar manusia silver, menjadi pengamen jalanan adalah respons terhadap ketidakpastian ekonomi yang mereka hadapi. Dimana kondisi lapangan pekerjaan terbatas, terutama bagi mereka yang minim pendidikan dan keterampilan, sehingga mencari rezeki di jalanan menjadi salah satu solusi yang paling cepat.
Di awal-awal kemunculannya, pelaku manusia silver hanya terbatas dilakukan oleh para seniman, tetapi seiring berjalannya waktu, banyak dari mereka yang berangkat dari profesi yang berbeda-beda, mulai dari ibu rumah tangga sampai pensiunan polisi. Peningkatan fenomena manusia silver ini juga disebabkan pandemic covid-19. Dimana meningkatnya PHK dan kehilangan profesi pekerjaan akibat perubahan sistem online. Himpitan ekonomi menyebabkan mereka untuk memilih turun ke jalan atau ruang-ruang terbuka dengan cara menutupi identitas asli mereka dengan balutan cat silver untuk mendapatkan kesan baru yang jauh berbeda dari sosok asli mereka di masyarakat.
Sejatinya keberadaan dan perbuatan manusia silver di Indonesia sudah dilarang dan peraturannya ada pada Pasal 425 UU 1/2023, barang siapa mengemis di muka umum, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam minggu. Larangan pemberian uang atau barang kepada pengamen manusia silver juga sudah dilarang dalam peraturan sebelumnya, Pasal 24 Perda Nomor 5 Tahun 2014. Hal lain yang menjadi alasan utama larangan ini diberlakukan karena cat yang dipakai manusia silver tergolong berbahaya bagi kesehatan. Pewarna cat silver yang mereka gunakan berbahan kimia dan tidak cocok digunakan ke tubuh manusia apalagi sampai menutupi seluruh wajah dan tubuh mereka.
Cat yang digunakan pada bagian tubuh yang rentan, seperti wajah dapat menyebabkan efek berupa sensasi terbakar hingga berisiko masuk ke saluran pernapasan dan organ-organ vital lainnya yang bisa menyebabkan penyakit mata, infeksi telinga, mulut, dan paru-paru. Begitu pula jika cat tersebut digunakan di kulit dapat memicu terjadinya masalah-masalah kulit, seperti luka, iritasi, gatal-gatal, hingga masalah serius seperti infeksi, peradangan, dan kanker kulit. Namun, karena alasan harga yang ekonomis dan mudahnya akses untuk mendapatkan cat sablon berwarna silver tersebut, bahan dasar ini tetap menjadi pilihan dan mereka cenderung mengabaikan dampak negatif kesehatan jangka panjang yang dapat ditimbulkan.
Semua ini tentunya diabaikan oleh pelaku Manusia Silver, dengan alasan demi sesuap nasi.
One day to become a “Manusia Silver”
Dalam sebuah video documenter “Realita Kelam Manusia Perak” oleh VICE Indonesia, diperlihatkan keseharian hidup dari sekelompok pelaku manusia silver. Sebelum beraksi, manusia silver membutuhkan beberapa hal berikut;
- Cat sablon berwarna perak
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pewarna adalah bahan utama yang dibutuhkan oleh manusia silver. Cat sablon merupakan bahan pewarna yang paling murah dan mudah didapatkan. Kandungan zat kimia yang terdapat pada cat sablon adalah plastisol dan logam berat. Plastisol merupakan tinta sablon yang terbuat dari campuran PVC dan plasticizer.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Pengabdian FMIPA UGM (Prof. Endang Tri Wahyuni, Dr. Suherman, Arif Arkan dan Ayuning Dewi), ditemukan logam penyusun pada cairan silver adalah logam Al, Cl dan K. Logam berat yang diterkandung dalam skala ppm yaitu Hg, Cr, Pb dan Ag. Keberadaan logam-logam ini sebagai bahan pewarna metalik pada cat sablon.
- Minyak Goreng
Minyak goreng ditambahkan sebagai pengencer dan menambah kesan mengkilap, sehingga cat mudah menempel pada permukaan kulit.
- Body Lotion
Cat sablon umumnya menghasilkan aroma yang sangat menyengat. Penambahan body lotion digunakan untuk menyamarkan aroma tersebut. Selain itu, kemudahan dan harga yang murah menjadi alasan penggunaan body lotion.
- Sabun Pencuci Piring dan Detergen
Setelah manusia silver beraksi, mereka membersihkan diri di sistem perairan terbuka. Kemudian, untuk menghilangkan cat sablon dilakukan pembersihan menggunakan cairan pencuci piring. Menurut beberapa pelaku manusia silver, cairan pencuci piring dan detergen cukup efektif untuk menghilangkan kesan cat dikulit.
Manusia silver yang telah bersiap, kemudian turun ke jalanan dan memulai aksinya. Waktu mereka beraksi umumnya adalah 8 jam per hari, bahkan bisa lebih jika kondisi weekend dan libur nasional. Bisa dikatakan bahwa pekerjaan tersebut memiliki risiko keselamatan dan kesehatan. Dimana pada saat beraksi, kesehatan mereka terpapar oleh cat dan asap kendaraan bermotor dalam kurun waktu yang cukup lama. Bisa dipastikan mereka terpapar oleh logam berat timbal (Pb) dalam jumlah yang cukup banyak.
Saat manusia silver membersihkan cat ditubuhnya. Mereka langsung membasuhkan dirinya menggunakan air yang mengalir, sehingga limbah basuhnya mencemari lingkungan sebab mengandung logam berat. Unsur logam memiliki sifat sangat sulit diuraikan oleh lingkungan. Adanya kandungan logam dalam perairan sangat berbahaya, baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Logam-logam berat yang masuk ke dalam perairan mengendap dan terakumulasi dalam bentuk sedimen, jika keadaan ini terus terjadi dan terakumulasi tentunya sangat berbahaya. Hal ini tentunya menganggu biota perairan, yang pada akhirnya sampai kepada manusia sendiri melalui rantai makanan.
Timbal (Pb); Logam Berat sebagai Ancaman Kesehatan pada Manusia Silver
Penggunaan logam Timbal (Pb) pada bahan pewarna seperti cat sablon bertujuan untuk meningkatkan kecerahan warna, sebagai bahan pelindung sehingga cat yang dihasilkan menjadi lebih tahan lama, dan meningkatkan daya rekat cat. Timbal (Pb), memiliki efek beracun bagi tubuh yaitu perubahan bentuk, ukuran dan jumlah sel darah merah dalam tubuh, penurunan fertilitas, kerusakan organ tubuh dan memicu pembentukan sel kanker. Hal ini dapat terjadi karena Pb memiliki waktu paruh yang panjang, sehingga Pb dapat mengendap dalam tubuh dengan waktu yang sangat lama.
Manusia silver sangat berpotensi terpapar timbal yang dapat mempengaruhi kadar timbal dalam darah. Pemaparan Pb pada manusia silver terjadi melalui pernafasan dan kulit. Sifat logam Pb yaitu mampu larut dalam minyak dan lemak, sehingga memungkinkan proses penyerapan Pb melalui kulit. Pb masuk melalui pori-pori kulit kemudian terserap hingga lapisan epidermis bawah kulit. Selanjutnya Pb terdifusi masuk dalam aliran darah dan terdistribusi ke seluruh tubuh. Selain itu, Pb juga terdistribusi di organ keras seperti tulang, gigi dan kuku.
Mekanisme reaksi antara Pb dengan protein dalam darah dapat dilihat lebih lanjut melalui artikel: Efek Racun Timbal terhadap Kesehatan dan Upaya Pencegahannya.
Menurut WHO dan Centers for Disease Control and Prevention (USA), kadar normal timbal (Pb) dalam darah manusia yaitu 10 – 25 mg/dl. Berdasarkan hasil penelitian Rosidah (2023), 16 dari 20 responden manusia silver mengandung rerata kadar timbal dalam darah sebesar 37,3 mg/dl. Data ini menunjukkan jumlah timbal yang ada dalam darahnya melebihi ambang batas. Kadar timbal dalam darah melebihi nilai ambang batas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor karekteristik, diantaranya adalah lama paparan, masa kerja, usia responden, kebiasaan hidup, dan faktor lingkungan seperti paparan asap kendaraan bermotor.
Lagi-lagi ini hanyalah sekedar data mengingat jumlah dan keberadaan manusia silver masih terus muncul hingga hari ini. Adanya sosialisasi terkait ancaman kesehatan dari paparan cat juga sepertinya dihiraukan oleh pelaku manusia silver. Mau bagaimana lagi, semua rela dilakukan demi sesuap nasi.
Bisakah Pendidikan sebagai Salah Satu Solusinya?
Berdasarkan beberapa penelitian sosial terkait manusia silver. Keberadaan mereka yang semakin meningkat terjadi karena keterpaksaan ekonomi. Banyak dari mereka yang mungkin terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit untuk ditembus tanpa akses pendidikan yang memadai. Dengan kondisi biaya sekolah yang sulit dijangkau atau mungkin program dan kegiatan sekolah yang tidak memberikan keterampilan yang diperlukan untuk bersaing di dunia kerja. Sehingga banyak dari kita yang merasa terbatas dalam memilih pilihan pekerjaan. Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor kemiskinan di Indonesia.
Terkait sistem pendidikan, hal ini menjadi PR utama bagi Pemerintah Indonesia. Berbagai metode pendidikan yang dianggap unggul selalu dikembangkan dan diterapkan di Indonesia. Tetapi, sepertinya banyak yang melupakan akses pendidikan. Akses pendidikan hendaknya mudah untuk dijangkau oleh semua kalangan. Program beasiswa atau bantuan pendidikan hendaknya dilakukan secara tepat guna dan merata. Tidak hanya untuk jenjang sarjana tetapi sekolah dasar juga harus diperhatikan. Selain itu, perlunya program pelatihan keterampilan bagi kelompok masyarakat yang kurang beruntung tidak bisa diabaikan. Dengan memberikan keterampilan dan pembimbingan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja, pemerintah dapat membuka peluang bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih stabil dan bermanfaat.
Masyarakat juga bisa bertindak sebagai agen perubahan. Mungkin bisa dilakukan oleh beberapa lapisan masyarakat dengan menginisiasi program-program pelatihan dan penggunaan jasa dari mereka yang telah terlanjur sebagai manusia silver. Penting bagi kita semua untuk saling merangkul empati dan kepedulian dalam menanggapi fenomena Manusia Silver ini. Selain itu, pembuat dan pelaksana kebijakan Indonesia diharapkan untuk turut aktif dalam usaha pengurangan kemunculan pengamen di Indonesia.
Referensi
Arifin, S., 2023, Solidaritas Komunitas Manusia Silver dalam Mempertahankan Hidup dan Ekonomi Keluarga di Persimpangan Lampu Merah Kelurahan Kaligandu, Kecamatan Serang, Kota Serang, Enggang: Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya, 3(2), 1-15.
https://kumparan.com/inspiration-room/ide-dan-solusi-fenomena-manusia-silver-di-kota-padang-21a3ANJTk5t/1 (Diakses: 17/02/2024).
https://ugm.ac.id/id/berita/dosen-fmipa-ugm-sosialisasikan-bahaya-cairan-manusia-silver/ (Diakses: 14/02/2024).
https://www.youtube.com/watch?v=_vjjwA4HiGs , “Realita Kelam Manusia Perak” Oleh: VICE Indonesia (Diakses: 14/02/2024).
Marpaung, S.Y., dan Aidha, Z., 2023, Perilaku Manusia Silver terhadap Keluhan Kesehatan di Kecamatan Helvetia, SUPLEMEN, 15,e932, 1-10.
Nizam, M.H.Z., 2022, Presentasi Diri Manusia Silver di Jakarta: Sebuah Fenomena Antara Seni dan Pengamen, Jurnal Urban, 6(2), 179-194.
Resti, R.D., dan Firdaus, M., 2023, Fenomena Komunikasi Manusia Silver di Kota Pekanbaru, JOM FISIP, 10(2), 1-15.
Rosidah, U., dan Pranoto, I.H., 2023, Analisis Kadar Timbal (Pb) Darah dan Malondialdehid (MDA) pada Manusia Silver di Kota Semarang, Jurnal Laboratorium Medis, 5(2), 62-69.
Alumni Magister Kimia Universitas Gadjah Mada. Saat ini memiliki project menulis artikel ilmiah populer dengan tema Sains Kimia di Sekitar.