Manusia vs Mikroplastik, Pengaruh Mikroplastik pada Kesehatan Manusia

Plastik sudah menjadi bagian dalam hidup manusia. Tidak ada tempat di muka bumi ini yang tidak terjamah plastik. Plastik terpecah […]

Plastik sudah menjadi bagian dalam hidup manusia. Tidak ada tempat di muka bumi ini yang tidak terjamah plastik. Plastik terpecah dan terdegradasi akibat proses mekanik, kimiawi, dan biologi sehingga menjadi partikel plastik plastik yang lebih kecil, yang sering disebut dengan mikroplastik. Mikroplastik berukuran 50 µm – 5 mm (Andrady, 2011). Mikroplastik dapat dilihat dengan mata telanjang karena kemampuan mata yang dapat melihat partikel berukuran lebih dari 40 μm (Engineering ToolBox, 2005).

Baca juga: Kombinasi Jaring Laba-laba dan Serat Kayu dapat Menghasilkan Material Unggul Pengganti Plastik

Sumber Mikroplastik

blank

Gambar 1. Salah satu cara mikroplastik masuk ke tubuh manusia (De-la-Torre, 2019)

Mikroplastik tersebar luas di laut, sungai, danau, dan tanah. Mikroplastik yang berada di perairan secara tidak langsung tertelan oleh ikan. Ikan yang mengandung mikroplastik dimakan oleh manusia (Gambar 1). Tidak hanya itu, garam laut, salah satu bumbu penyedap yang kita gunakan setiap hari juga terkontaminasi mikroplastik (Karami et al., 2017). Tanah juga mengandung mikroplastik karena plastik dibuang ke tanah dan terdegradasi. Mikroplastik yang berada di tanah dapat termakan oleh binatang yang hidup di tanah seperti cacing tanah (Eisenia fetida) (Gaylor et al., 2013), kemudian cacing tanah tersebut dimakan oleh unggas lalu unggas dimakan oleh manusia.

Beruntungnya, mikroplastik tidak dapat masuk ke tumbuhan karena dinding sel tumbuhan yang dapat melindungi sel dari masuknya mikroplastik ke sel tumbuhan. Hal ini disebabkan karena mikroplastik memiliki berat dan ukuran molekul yang lebih besar daripada dinding sel. Akan tetapi, partikel plastik yang berukuran lebih kecil, yaitu submikroplastik dan nanoplastik dimungkinkan dapat terakumulasi dalam sel tumbuhan (He et al., 2018). Selain itu, mikroplastik juga ditemukan pada makanan dan minuman yang dikemas pada wadah atau pembungkus plastik (Schymanski et al., 2018).

Pengaruh Mikroplastik terhadap Kesehatan Manusia

Mikroplastik ditemukan pada kotoran manusia (Liebmann et al., 2018). Hal ini mengindikasikan bahwa beberapa mikroplastik terakumulasi dalam tubuh manusia. Mikroplastik dapat masuk ke dalam sistem pencernaan saat lendir mengalami pengurangan viskositas dan terakumulasi pada lapisan epitel sel M lalu diangkut dari lumen ke jaringan limfoid mukosa (Rabanel et al., 2012). Makrofag memindahkan mikroplastik ke toraks kalenjar getah bening dan melalui sistem sirkulasi yang membawa mikroplastik ke organ lain seperti hati, ginjal, jantung, otak, limpa, dan sumsum tulang (Geiser et al., 2014). Mikroplastik yang berukuran kurang dari 150 μm dapat masuk ke dalam getah bening dan masuk ke peredaran darah (Barboza et al., 2018). Sebagian besar plastik mengandung zat tambahan bernama bisfenol A (BPA), yang digunakan untuk menghasilkan plastik yang kuat dan bening. BPA pada mikroplastik dapat mengganggu kinerja sistem endokrin (Halden, 2010).

Sistem endokrin adalah kumpulan kalenjar yang menghasilkan hormon untuk mengatur metabolisme tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi jaringan, fungsi reproduksi, tidur, suasana hati, dan lain-lain (Zimmermann, 2018). BPA juga dapat menyebabkan obesitas karena mengganggu kinerja reseptor alfa dan beta pada jaringan lemak (Michalowicz, 2014), mempengaruhi hormon pada jaringan lemak dan mengganggu aktivitas enzim lipoprotein lipase, enzim aromatase, dan lipogenesis (Vom Saal et al., 2012). Selain itu, BPA juga dapat menyebabkan kanker payudara dan prostat (Michalowicz, 2014). Senyawa berbahaya yang ditemukan pada mikroplastik lainnya adalaah stirena. Stirena merupakan senyawa karsinogen berdasarkan penelitian yang dilakukan Agency for Research Cancer (IARC) (Kogevinas et al., 2018). Stirena yang terakumulasi pada tubuh juga dapat mempengaruhi sistem saraf pusat (sakit kepala, kelelahan, dan depresi) dan kinerja enzim pada ginjal serta darah (Rodrigues, 2019).

Referensi:

  • Andrady, A.L. (2011). Microplastics in the marine environment. Marine pollution bulletin. 62(8), halaman 1596-1605.
  • Engineering ToolBox, (2005). Particle Sizes. [Online] Tersedia: https://www.engineeringtoolbox.com/particle-sizes-d_934.html [Diakses pada 3 November 2019].
  • He, D., Luo, Y., Lu, S., Liu, M., Song, Y., dan Lei, L. (2018). Microplastics in soils: analytical methods, pollution characteristics and ecological risks. TrAC Trends in Analytical Chemistry. 109, halaman 163-172.
  • Karami, A., Golieskardi, A., Choo, C. K., Larat, V., Galloway, T. S., dan Salamatinia, B. (2017). The presence of microplastics in commercial salts from different countries. Scientific Reports, 7, halaman 46173.
  • Liebmann, B., Köppel, S., Königshofer, P., Bucsics, T., Reiberger, T., & Schwabl, P. (2018). Assessment of microplastic concentrations in human stool final results of a prospective study. In Conference on Nano and microplastics in technical and freshwater systems.
  • Schymanski, D., Goldbeck, C., Humpf, H. U., dan Fürst, P. (2018). Analysis of microplastics in water by micro-Raman spectroscopy: release of plastic particles from different packaging into mineral water. Water research, 129, halaman 154-162.
  • De-la-Torre, G. E. (2019). Microplastics: an emerging threat to food security and human health. Journal of Food Science and Technology, 1-8.
  • Zimmermann, K. A. (2018). Endocrine System: Facts, Functions and Diseases. [Online]. Tersedia: https://www.livescience.com/26496-endocrine-system.html [Diakses pada 3 November 2019].
  • Barboza, L. G. A, Vethaak, A. D., Lavorante, B. R. B. O., Lundebye, A.K., dan Guilhermino, L. (2018) Marine microplastic debris: an emerging issue for food security, food safety and human health. Mar Pollut Bull. 133, halaman 336–348.
  • Halden, R.U. (2010). Plastics and health risks. Annu Rev Public Health. 31, halaman 179–294.

  • Michalowicz, J. (2014). Bisphenol A—sources, toxicity and biotransformation. Environ Toxicol Parmacol. 37, halaman 738–758.
  • Vom Saal, F. S., Nagel, S. C., Coe, B.L., Angle, B. M., dan Taylor, J. A. (2012).The estrogenic endocrine disrupting chemical bisphenol A (BPA) and obesity. Mol Cell Endocrinol. 354, halaman 74–84.
  • Rodrigues, M. O., Abrantes, N., Gonçalves, F. J. M., Nogueira, H., Marques, J. C., dan Gonçalves, A. M. M. (2019). Impacts of plastic products used in daily life on the environment and human health: what is known?. Environmental toxicology and pharmacology, halaman 103239.
  • Rabanel, J. M., Aoun,  V., Elkin, I., Mokhtar, M., dan Hildgen, P. (2012). Drug-Loaded Nanocarriers: Passive Targeting and Crossing of Biological Barriers. Curr. Med. Chem. 19, halaman 3070-3102.
  • Geiser, M., Stoeger, T., Casaulta, M., Chen, S., Semmler-Behnke, M., Bolle, I., Takenaka, S., Kreyling, W.G., dan Schulz, H. (2014). Biokinetics of nanoparticles and susceptibility to particulate exposure in a murine model of cystic fibrosis. Part. Fibre Toxicol. 11, halaman 19

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.