Plastik merupakan material yang menyebabkan banyak kontroversi saat ini. Ada banyak gerakan yang menolak penggunaan plastik, seperti salah satunya adalah gerakan tanpa sedotan plastik. Gerakan-gerakan tersebut bukanlah gerakan tanpa dasar. Faktanya, plastik memang sudah menyebabkan banyak “kerusakan” di muka bumi. Dilansir dari bulelengkab.go.id, sampah plastik dapat mengakibatkan berbagai macam masalah seperti menghasilkan racun, mengganggu sistem perairan, mengganggu ekosistem laut, menurunkan kesuburan tanah, dll[3].
Saat ini, Indonesia merupakan juara 2 penghasil sampah plastik di dunia setelah Tiongkok[4]. Hal ini menyebabkan Indonesia harus lebih memperhatikan sampah ini dan menguranginya. Apakah itu berarti plastik harus “dibasmi”? Jawabannya jelas iya. Namun realitanya membasmi plastik tidak akan mungkin, hal yang mungkin adalah mengganti plastik dengan material lain. Tapi apakah bisa? Saat ini telah ada berbagai macam upaya yang bertujuan untuk mengganti plastik dengan bahan lain, seperti bahan organik yang ramah lingkungan. Akan tetapi, bahan organik terkadang memiliki ketangguhan yang lebih lemah dari plastik, sehingga penggunaan plastik masih lebih disukai[1].
Sekelompok Ilmuwan asal Aalto University telah berhasil mengembangkan sebuah alternatif material baru pengganti plastik. Material tersebut memiliki kekuatan dan kekakuan yang tinggi, akan tetapi tetap fleksibel layaknya plastik. Material tersebut merupakan material komposit berbasis biologis yang merupakan perpaduan antara selulosa kayu dan jaring laba-laba. Menurut Mohammadi sebagai penulis pertama dalam artikel ilmiah yang mempublikasikan temuan tersebut, material komposit selulosa kayu dan jaring laba-laba terbukti memiliki kekuatan dan fleksibilitas tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pengganti plastik di masa depan[1].
Profesor Universitas Aalto, Markus Linder, dilansir dari aalto.fi, mengatakan bahwa alam menawarkan bahan-bahan yang bagus untuk mengembangkan material baru, seperti selulosa yang kuat dan mudah didapat serta sutera yang keras dan lentur. Keuntungan dari kedua bahan tersebut adalah, tidak seperti plastik, bahan-bahan tersebut dapat terurai secara alami dan tidak merusak ekosistem seperti halnya mikro-plastik[2].
Tahapan pembuatan dari material ini adalah pertama, dibuat pulp dari pohon birch. Pulp kemudian dipecah menjadi selulosa nanofibril, dan diluruskan menjadi rangka yang kaku. Setelah itu, selulosa tersebut ditambahkan matriks perekat jaring laba-laba yang lembut[1].
Laba-laba? Eits, jangan negative thinking dulu. Benang laba-laba yang diperoleh pada proses tersebut tidak diperoleh langsung dari laba-laba asli. Benang tersebut diperoleh dari rekayasa DNA, dengan cara menyalin DNA dan meletakkannya pada bakteri, yang kemudian bakteri tersebutlah yang memproduksi bahan serupa dengan jaring laba-laba[1].
Penelitian ini rencananya akan dikembangkan menjadi produk-produk berbasis plastik saat ini, seperti implant, perabotan rumah tangga dan lain-lain[1]. Menurut penulis, penelitian ini sebenarnya adalah ide yang bagus untuk tugas akhir (skripsi), thesis, atau disertasi. Dengan mengganti material kayu yang digunakan, mungkin seperti menggunakan pulp pohon jati, kita bisa menggunakan produk ini untuk mengurangi penggunaan sampah plastik di Indonesia. Ayo berkontribusi untuk Indonesia yang lebih baik.
Sumber :
[1] Mohammadi, P., Aranko, A. S., Landowski, C. P., Ikkala, O., Jaudzems, K., Wagermaier, W., Linder, M. B. (2019). Biomimetic composites with enhanced toughening using silk-inspired triblock proteins and aligned nanocellulose reinforcements. Science Advances, Vol 5 hal 9
[2] https://www.aalto.fi/en/news/a-combination-of-wood-fibres-and-spider-silk-could-rival-plastic diakses pada 29 September 2019
[3] https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/dampak-plastik-terhadap-lingkungan-88 diakses pada 29 September 2019
[4] https://ourworldindata.org/grapher/microplastics-in-ocean diakses pada 29 September 2019