Pernahkah kalian stres dan berujung pada sakit kepala? Apa sih yang menyebabkan kalian menjadi stres? Seberapa sering kalian stres? Tahukah kalian bahwa perempuan lebih mudah stres dibandingkan laki-laki? Bagaimana cara kalian mengatasi stres selama ini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijawab pada artikel ini.
Remaja sangat rentan menderita sakit kepala. Rata-rata remaja menderita 12 kali sakit kepala per bulan. Sakit kepala merupakan keluhan nyeri yang paling umum terjadi pada perempuan usia 15 dan 16 tahun. Namun sebagian besar nyeri kepala sering tidak diobati. Sakit kepala diindikasikan karena adanya stres bagi remaja. Remaja merupakan kelompok yang lebih banyak mengalami stress dibandingkan kelompok umur lainnya. American Psychological Association (APA) pada tahun 2013 menyebutkan bahwa sekolah adalah penyumbang utama stres. Stres bagi perkembangan otak remaja akan mengakibatkan penyakit baik mental maupun fisik bahkan penurunan pembelajaran. Dikarenakan sekolah merupakan penyebab umum stress, sehingga intervensi dari sekolah sangat diperlukan. Intervensi kesadaran (Mindfulness-based Interventions/MBIs) berbasis sekolah sudah pernah dilakukan dan terbukti berhasil. Bentuk umum MBI ini adalah berupa meditasi, bernafas dengan penuh kesadaran, dan yoga.
Penelitian oleh Bjorling, Stevens, dan Singh ini membuktikan bahwa intervensi kesadaran berbasis pada prinsip dan praktik terapi seni mampu mengurangi stres dan sakit kepala pada gadis-gadis remaja. Penelitian ini melibatkan beberapa gadis remaja yang sering menderita sakit kepala (3 atau 4 kali sakit kepala non-cidera dalam dua minggu terakhir). Gadis-gadis remaja ini berada di kelas 9 hingga kelas 12 dalam rentang usia 14 hingga 17 tahun. Metodenya adalah gadis-gadis remaja ini berpartisipasi aktif dalam sesi-sesi berbasis kesenian. Bahkan mereka diberikan pilihan untuk berbagi karya seni anonim dari mereka sendiri. Mereka secara sadar mengikuti sesi dan memberikan perhatian penuh terhadapnya. Sesi-sesi berbasis kesenian atau dalam bahasa sederhananya kita sebut dengan terapi seni (art therapy). Dari penelitian ini menghasilkan suatu temuan bahwa adanya terapi seni telah membantu mereka mengatasi sakit kepala bahkan memberikan suatu intervensi yang kuat dan positif terhadap pengurangan stress dan sakit kepala. Kenapa hal ini bisa terjadi? Sebelum membahas terlalu jauh. Mari kita telaah dulu apa yang dimaksud dengan art therapy (terapi seni).
Hingga tahun 2007, art-therapy telah dikenal sebagai upaya yang ampuh bagi remaja untuk mengatasi depresi, posttraumatic stress disorder, serta pelecehan seksual. Kesuksesan ini juga ditentukan oleh pelibatan penuh kesadaran dari para peserta. Penelitian oleh Bjorling dkk ini merupakan pelibatan partisipasi aktif para gadis-gadis remaja di sebuah sekolah. Ada beberapa aktivitas yang harus dilalui oleh para peserta dan membutuhkan waktu lebih dari 7 minggu (3 minggu dengan intervensi). Dalam sebuah sesi kelas terdapat enam sesi yaitu bernafas penuh kesadaran, meditasi, makan penuh kesadaran, dua sesi mengenai ekspresi kreatif sebagai bentuk meditasi, serta kesadaran penuh perhatian akan benda-benda seni. Para remaja ini juga diajak untuk membahas stres mereka dan menawarkan ide-ide mereka bagaimana merasakan pengalaman stress mereka. Keenam sesi tersebut menggunakan berbagai bahan seni seperti cat air, pastel, spidol, krayon, dan pensil. Pada hari-hari menjelang akhir penelitian ditemukan bahwa gadis-gadis remaja ini terlihat lebih relaks dan tenang bahkan mereka merasa dapat menangani apapun yang terjadi di kelas termasuk apapun tugas yang diberikan. Bahkan ada juga yang dapat mengendalikan emosi mereka dari yang sebelum diadakan penelitian/intervensi ini mereka adalah sosok pemarah, sekarang tidak lagi marah di saat guru banyak memberikan banyak PR.
Berikut merupakan contoh dari gambar yang dibuat oleh beberapa kelompok gadis remaja tersebut sebelum menerima simulasi seni (A,C) dan setelah simulasi seni (B,D). Dapat dilihat bahwa setelah mendapatkan simulasi seni berkesadaran (postmindfulness) menunjukkan rasa kuat ataupun kontinuitas dan abstraksi (Gambar B), bahkan energi memancar keluar, melampaui diri mereka sendiri (Gambar D). Remaja cenderung memiliki hasrat ekspresif seni dan lebih tertarik untuk penggambaran grafis sehingga lebih menyukai bahasa seni dibandingkan bahasa verbal. Seni juga memberikan faktor kesenangan tak terduga. Seni sebagai perwujudan dari aktivitas menenangkan diri dan bebas dari penilaian.
Meskipun demikian, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini, dapat juga menggunakan kelompok pembanding untuk benar-benar mengeksplorasi dampak potensial dari jenis intervensi berbasis seni.
Dari berbagai literatur yang ada, telah banyak diungkapkan bahwa seni dapat mengurangi kortisol (hormon stres) baik dengan menciptakan suatu karya seni itu sendiri ataupun hanya mengobservasi karya seni. Di beberapa pengamatan, bahkan ada yang menyimpulkan bahwa menciptakan suatu karya seni dapat menunda penuaan dikarenakan mampu meningkatkan konektivitas fungsional otak. Suatu terapi kesenian juga dapat dilakukan dengan aktivitas mewarnai (tidak hanya dengan colouring book, tapi juga bisa dengan aplikasi android). Bahkan dapat juga dilakukan dengan musik, tarian/gerakan, juga melakukan drama.
Tidak ada salahnya bukan, kita mencoba sendiri mengintervensi diri kita dari stres yang kalian hadapi? Dan tentunya tidak sebatas hanya permasalahan gadis remaja yang stres punya seabrek PR. Tapi juga bagi kawula muda semua yang merasa enek dengan segala persoalan idup. Seperti enek dengan pertanyaan kapan sidang skripsi, kapan sidang tesis, kapan nikah, eh pacarmu mana, kapan punya anak, udah kerja dimana sekarang, dan bla bla bla. Coba-cobalah dengan melakukan sesuatu hal dengan berkesadaran. Misalnya minum teh berkesadaran, dimulai berpikir bagaimana teh itu bisa sampai di tangan kalian, ditanam di dataran tinggi, diolah sedemikian rupa, dipilih pucuk-pucuk teh berkualitas hingga sampai di tangan kita dan terhidang dengan hangat. Kita juga dapat berlatih meditasi secara autodidak, belajar melalui youtube dan mempraktikannya. Intinya dengan membiasakan diri kita tenang, kita dapat menghadapi semua persoalan hidup dengan cerita. Karena sejatinya hidup bahagia adalah bukan karena tiadanya masalah, melainkan bagaimana kita dapat menyelesaikan masalah, dan menyelesaikan masalah dibutuhkan ketenangan dan kedamaian.
Sumber:
- Bjorling, Elin A; Christine Stevens; Narayan B. Singh. 2019. Participatory Pilot of an Art-Based Mindfulness Intervention for Adolescent Girls with Headache. Art Therapy: Journal of the American Art Therapy Association, Volume 36 No. 2, page 86-92.
- Psychologies. “Why painting and art can make you happy”, diakses pada 28 September 2019 di https://www.psychologies.co.uk/why-painting-and-art-can-make-you-happy
- Natalia S. David. 2019. “How to Reduce Stres Using Art Therapy” Artikel tanggal 29 Maret di https://www.wikihow.com/Reduce-Stress-Using-Art-Therapy
- Martin, Lily dkk. 2018. Creative Arts Interventions for Stress Management and Prevention – A Systematic Review. Artikel online pada 22 Februari di https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5836011/.