Ditulis oleh Eva Fauzyah Rahmah – Universitas Jenderal Soedirman
Saya adalah mahasiswi jurusan Hubungan Internasional, di Universitas Jenderal Soedirman. Dosen jurusan kami seringkali mengajak mahasiswanya untuk ikut dalam penelitian. Suatu hari saat menjadi enumerator dalam penelitian Dosen tersebut, mengenai dampak kerjasama ACFTA (Asean-China Free Trade Area) yang mengharuskan Indonesia menghapus hambatan perdagangan, dengan memberlakukan bea masuk 0% bagi produk buah-buahan terhadap penjualan buah lokal dan pola konsumsi masyarakat, Dosen saya memberi wejangan seperti berikut:“Belajar ilmu hubungan internasional itu emang kesannya ngawang-ngawang, tapi di era globalisasi seperti saat ini, kalau kita tidak peduli dengan perubahan dan kontelasi politik global kita akan tergerus.”
Setelah melakukan penelitian, ternyata memang kerjasama tersebut berdampak sedikit banyak terhadap pola konsumsi masyarakat, terutama kelas menengah atas. Paradigma yang terbentuk dalam masyarakat saat itu adalah, buah impor lebih baik daripada buah lokal. Kalau sudah seperti itu, tentu akan berdampak buruk pada penjual buah, petani, dan banyak pihak yang terkait dalam produksi dan penjualan buah lokal. Tentu saja masyarakat, penjual buah, dan pemerintah daerah harus aware dengan kebijakan pemerintah pusat dalam kerjasama ACFTA tersebut, untuk meminimalisir dampak negarif dari perjanjian perdagangan. Dari situ saya menyadari bahwa ilmu hubungan internasional memang penting dan tidak selalu ngawang-ngawang dan bahkan bisa digunakan untuk membantu menganalisa pertumbuhan perekonomian daerah.
Dilain waktu, saya menjadi enumerator untuk penelitian pengembangan potensi daerah. Lokasinya bertempat di Desa Papringan, Banyumas. Secara geografis, Papringan dikelilingi sungai serayu yang merupakan sungai terpanjang kedua di jawa tengah. Selain itu, papringan juga dikelilingi perbukitan dan banyak lahan perkebunan. Saya dan beberapa rekan melakukan pemetaan potensi pada siang hari. Cuaca saat itu? Jangan tanya, super terik dan panas. Tapi karena kami sudah berkomitmen untuk membuat peta potensi daerah, kami harus menyusuri tiap sudut daerah Papringan untuk mencari potensi terselubung. Baik potensi wisata alam, wisata tradisional, maupun kuliner.
Sebelum bercerita lebih jauh, Papringan merupakan desa binaan Bank Indonesia. pembinaannya sendiri fokus pada pengembangan batik Papringan. Pengrajin batik bahkan memiliki “galeri batik” tersendiri untuk menjual produk yang berbentuk koperasi. Batiknya sangat beragam ad batik tulis, batik cetak, batik dengan motif khas papringan yang hingga saat ini terus dikembangkan, bahkan batik dengan pewarna alami. “Supaya ramah lingkungan,” begitu kata salah satu pengelola galeri batik menjelaskan. Pemetaan potensi daerah di Papringan dilakukan untuk melihat lebih banyak potensi, dan untuk memperpanjang dan memperluas area binaan dengan menjadikan Papringan sebagai desa wisata.
Saat itu, dibawah sinar matahari yang sangat terik, kami berjalan dari sudut ke sudut. Mencatat setiap titik yang bisa dijadikan spot wisata alam, mengganggu warga yang sedang membuat kue nopia (kue kering khas Banyumas), berkunjung ke perkebunan warga yang mungkin bisa dijadikan spot wisata, bahkan mencoba membuat batik dengan pola khas kami. Saya pribadi hampir pingsan karena cuaca saat itu terlalu panas, dan untungnya sebelum tumbang kami telah menyelesaikan tugas hari itu untuk melihat potensi terselubung di Papringan. Sebetulnya, daripada menyelesaikan tugas, pekerjaan kali ini membuat saya merasa sedang berlibur.
Setelah mencatat segala sesuatu yang dibutuhkan, kami bergegas ke galeri batik. Seperti bangunan jawa pada umumnya, galeri batik memiliki pendopo sehingga kami dapat duduk santai sambil membuat laporan ditemani es cendol, nopia, dan pepaya dari perkebunan warga. Tentu saja semua itu kami dapatkan secara cuma-cuma dari warga. Setelah selesai membuat pola kasar peta potensi, kami bahkan dibiarkan untuk berkesperimen membuat pola batik sendiri.
Selama menjadi enumerator diberbagai penelitian, saya belajar banyak hal. Tentang pentingnya peran akademisi untuk membantu masyarakat dengan caranya sendiri, bahwa penelitian benar-benar dapat membantu merubah kehidupan masyarakat. Tentang mendengar, bahwa satu kebijakan bisa memberikan dampak eksternalitas negatif pada kelompok tertentu, sehingga dengan mendengar kita tidak membuat mereka menjadi silent losers. Tentang berbagi, bahwa untuk membuat perubahan tidak perlu menjadi politisi, bahwa kita bisa menggunakan apa yang kita miliki dan menjadi fleksibel untuk membantu banyak orang. Terakhir, tentu saja tentang membuat keluarga dan cerita baru bersama orang-orang yang inovatif dan positif dalam menghadapi perubahan.
Warung Sains Teknologi (Warstek) adalah media SAINS POPULER yang dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia baik kalangan akademisi, masyarakat sipil, atau industri.