Ditulis Oleh Jumardin Rua
Ilustrasi (www.total.comĀ )
“Meskipun masih dalam tahap eksplorasi sektor ini dapat memiliki potensi pembangunan jangka panjang untuk bahan bakar dan industri kimia[1]“. Itulah petikan pernyataan Laurent Fourage dari perusahaan minyak bumi Amerika, Total. Manager proyek fototropis di divisi Biofuels, Refining & Chemicals tersebut seakan ingin membuka mata kita tentang pentingnya penelitian dan pengembangan energi terbarukan ditengah semakin merosotnya cadangan energi fosil yang ada.
Gambar 1. Mikroalga dalam botol kaca[2].
Produksi bahan bakar fosil yang semakin menurun setiap tahunnya membuat pemerintah memutar otak untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu yang digalakkan pemerintah saat ini adalah penggunaan biodisel. Bahan bakar hayati yang sudah beredar di pasaran tersebut umumnya berasal dari tanaman sawit. Minyak sawit yang juga diproses menjadi minyak goreng dan produk turunan lainnya menjadi hambatan tersendiri ditengah usaha pemerintah mempersiapkan solusi jika sewaktu-waktu cadangan bahan bakar fosil tidak lagi dapat diandalkan.
Mikroalga menyimpan segudang potensi yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar nasional. Minyak alga yang terdiri dari senyawa asam lemak dapat dikonversi menjadi biodisel. Navicula salinicula merupakan salah satu mikroalga dengan komposis asam miristat, asam pentadekanoat, asam palmitat, asam stearat dan asam palmitoleat[3]. Asam lemak tersebut dapat diproses menjadi biodisel melalui reaksi transesterifikasi. Proses dan pembudidayaan yang relatif mudah menjadikan pemanfaatan mikroalga potensial untuk dikembangkan.
Gambar 2. Presiden dan wakil presiden mengamati biodisel dari mikroalga yang dihasilkan oleh peneliti ITB pada sidang kabinet 12/3/2015[2].
Salah satu peneliti Indonesia yang konsen dalam pengembangan mikroalga adalah Prof. Zeily Nurachman dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasil penelitian telah dipublikasikan pada jurnal Appl Biochem Biotechnol dengan judul “Oil from the Tropical Marine Benthic-Diatom Navicula sp” tahun 2012. Para peneliti menggunakan media yang berbeda (walne, air laut murni, air laut modifikasi) dan mikroalga ditumbuhkan di dalam (indoor) dan di luar (outdoor) laboratorium. Sumber cahaya dalam laboratorium berasal dari lampu neon 216 Ī¼mol foton/m2s. Siklus gelap-terang (12:12 jam), salinitas (kadar garam) 25 nanogram (ng)/L dan bebas gelembung udara. Mikroalga harus diregenerasi terlebih dahulu secara berkala agar tetap dalam fase pertumbuhan. Kultur starter (mikroalga awal) didapatkan dari persediaan kultur yang ditumbuhkan selama tiga hari. Selanjutnya pertumbuhan mikroalga pada variasi media dipantau secara berkala selama delapan hari. Mikroalga ditumbuhkan dalam fotobioreaktor yang terbuat dari botol kaca transparan dengan tinggi 25 cm dan diameter 9 cm serta volume sebesar 800 mL[4].
Gambar 3. Navicula sp[4].
Hasil penelitian menunjukkan mikroalga dapat tumbuh secara signifikan pada penggunaan media walne dan air laut modifikasi. Mikroalga dapat tumbuh baik pada kisaran pH 7.8-8.4 dan menunjukkan produktifitas minyak alga yang rendah ketika terpapar sinar matahari langsung. Hal ini menurut para peneliti menunjukkan bahwa habitat asli mikroalga tersebut berasal dari laut dalam. Pertumbuhan rata-rata kultur pada media air laut murni, walne dan air laut modifikasi yaitu 0.7Ā 2.17 dan 2.54 g/L. Media air laut modifikasi yang digunakan diperkaya dengan nutrien seperti urea, fosfat (NaH2PO4.2H2O), silika (Na2SiO3.5H2O). Pada semua nutrien yang digunakan tersebut didapatkan hari ke tujuh yang memiliki pertumbuhan maksimal dengan konsentrasi nutrien secara berturut-turut 300, 30 dan 150 mg/L[4].
Gambar 4. Minyak dan spektrum hasil analisis Navicula sp[4].
Analisis menggunakan Electron spray ionization-ion trap-mass spectrometry menunjukkan kandungan triasilgliserol yang diidentifikasi sebagai palmitat-oleat-palmitat (POP), palmitat-oleat-oleat (POO) dan oleat-oleat-linoleat (OOLn). Produktifitas minyak mikroalga pada media walne dan air laut modifikasi sebesar 90 dan 124 Ī¼L/L kultur per hari. Karakteristik biodisel yang dihasilkan dari mikroalga yaitu viskositas 1.299 mm2/s, massa jenis 0.8347 g/mL, dan energi internal 0.90 kJ/mL[4]..
Para peneliti menjelaskan mikroalga Navicula sp yang ditumbuhkan pada media walne dan air laut modifikasi menghasilkan minyak alga sebanyak 1.04 dan 1.81 mL dari berat kering 3.9 dan 5.30 g. Berdasarkan temuan tersebut mereka melakukan perhitungan bahwa apabila budidaya mikroalga dilakukan pada kolam renang yang biasa digunakan pada perhelatan olimpiade ( 50 m x 25 m,Ā tinggi 2 m) akan dihasilkan 1.96 barel minyak alga per harinya[4].
Pengembangan bahan bakar hayati kembali dilakukan peneliti ITB tersebut dengan menggunakan mikroalga jenis yang lain. Hasil penelitian telah dipublikasikan di jurnal Appl Biochem Biotechnol dengan judul Enhanced Oil Production by the Tropical Marine Diatom Thalassiosira Sp. Cultivated in Outdoor Photobioreactors tahun 2017. Kondisi lingkungan sama seperti sebelumnya yaitu dilakukan di dalam dan luar laboratorium, sedangkan media tumbuh yang digunakan berbasis pupuk pertanian (Agricultural Fertilizer/AF) yang terdiri atas tiga tipe (AF1, AF2 dan AF3) dengan komposisi yang berbeda[5].
Para peneliti menemukan bahwa media tumbuh AF3 dalam laboratorium menghasilkan minyak alga yang lebih besar yaitu 10.4 Ā± 0.9 mg/L setiap harinya. Selanjutnya para peneliti menumbuhkan mikroalga tersebut diluar laboratorium menggunakan fotobioreaktor yang jauh lebih besar (scaled up) dengan ukuran diameter 15 m, tinggi 1 m dan dialiri udara (no. paten P0030250). Kondisi lingkungannya dibedakan menjadi dua yaitu kering dan terpapar hujan[5].
Hasil penelitian menunjukkan mikroalga yang terkena hujan menghasilkan minyak alga lebih banyak yaituĀ 6.6 Ā± 1.9 mg/L setiap harinya. Para peneliti menuturkan “Penelitian ini telah menunjukkan peluang untuk membudidayakan Thalassiosira sp di ruang terbuka dengan biaya yang relatif rendah menggunakan media AF3 untuk menghasilkan bahan baku biodisel (minyak alga) dengan produksi tahunan sebesar 23.9 Ā± 6.8 ton/hektar[5]. Tentu jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan produksi tahunan bahan baku biodisel dari sumber lain seperti minyak sawit yang hanya mencapai 3 hingga 4 ton/hektar[6].
Pada masa yang akan datang diperlukan upaya pengembangan budidaya mikroalga diatas permukaan laut[5]. Selain itu diperlukan kerjasama lintas disiplin ilmu seperti kelautan, kimia, fisika, biologi molekuler dan keilmuwan lainnya untuk meningkatkan kemampuan mikroalga tumbuh baik dan menghasilkan minyak alga yang lebih banyak ketika dibudidayakan di ruang terbuka.
“Luas laut Indonesia enam ratus juta hektar jika dua juta hektar saja digunakan untuk budidaya mikroalga tentu tidak akan mengganggu transportasi laut”[2]. Imbuh Prof. Zeily pada kesempatan yang lain. Wilayah Indonesia yang tujuh puluh persennya merupakan lautan tentunya sangat mendukung untuk dikembangkan energi terbarukan ini. Disamping itu untuk mewujudkannya diperlukan kemauan, keseriusan dan kerja keras dari ilmuwan, institusi pendidikan dan riset, pemerintah serta pihak-pihak terkait.
Referensi
- Anonim, 2017, Pcv, Qibebt: Proving and Harnessing Microalgae’s Potential (online),Ā https://www.total.com, diakses pada 17 Juli pukul 13.10 WITA
- Hanafi, A., G., 2015, Pengolahan Biomassa Mikroalga Sebagai Langkah Awal Indonesia Mandiri Energi (online),Ā https://www.itb.ac.id, diakses pada 18 Juli 2019 pukul 16.35 WITA
- Ramdanawati, L., Kurnia, D., Tyas, V., A., K., Nurachman, Z., 2018, Analisis Komposisi Asam Lemak dari Mikroalga Laut Navicula salinicola,
Al Kimia, Vol. 6 hal. 141-149 - Nurachman, Z., dan Bratanigtyas, D., S., 2012, Oil from the Tropical Marine Benthic-Diatom Navicula sp, Appl Biochem Biotechno, 168:1065ā1075
- Kusumaningtyas, P., Nurbaiti, S., Suantika G., Amran M., B., Nurachman, Z., 2017,Ā Enhanced Oil Production by the Tropical Marine Diatom Thalassiosira Sp. Cultivated in Outdoor Photobioreactors, Appl Biochem Biotechnol, 182:1605ā1618
- Julianto, P., A., 2017, Produktivitas Sawit Indonesia masih Kalah dari Malaysia (online),Ā https://money.kompas.com, diakses pada 0.00 WITA
Semoga tidak kalah dengan teknologi berbasis listrik. Dan juga regulasi pemerintah yg lain yg membuat suatu produk susah untuk maju. Exp motor mobil listrik dengan pajak mahal dan juga yg paling penting tidak lolos emisi… Thanks