Bagian dalam bumi merupakan yang paling sulit untuk diketahui oleh umat manusia secara detail. Walaupun pencapaian pengetahuan pada bidang antariksa sudah cukup luar biasa namun bagian dalam bumi sendiri masih belum banyak yang kita ketahui sejauh ini. Salah satu alasan kenapa sulit untuk dapat mencapai inti bumi dikarenakan suhunya diperkirakan mencapai 5.430o C dan tersusun dari campuran besi dan nikel[1]. Bagian bumi terdiri dari beberapa lapisan yaitu bagian paling atas disebut litosfer, bagian di bawahnya astenosfer atau mantel, dan bagian paling bawah adalah inti bumi. Bagian dalam bumi biasanya dipelajari dengan metode geofisika melalui kecepatan rambatan getaran atau gelombang seismik, sifat kemagnetannya, gaya berat, serta data panas bumi[2]. Namun terdapat metode baru untuk mempelajari inti bumi, menggunakan neutrino.
Neutrino adalah suatu unit partikel dasar atau partikel elementer yang dihasilkan oleh peluruhan radioaktif dari reaksi nuklir, misalnya yang terjadi di Matahari. Neutrino hampir tidak memiliki massa walaupun sangat kecil, dari hasil pengukuran detektor Super-Kamiokande diketahui bahwa massanya tidak sama dengan nol. Sejauh yang sudah diketahui oleh fisikawan, neutrino hanya berinteraksi lewat gaya nuklir lemah dan gaya gravitasi[3].
Berdasarkan paper yang ditulis oleh A. N. Ioannisian et al tahun 2017, neutrino dapat digunakan untuk memindai bagian dalam bumi[4]. Matahari adalah salah satu mesin penghasil neutrino yang setiap saat menghujani bumi tanpa henti. Pada saat malam hari matahari tidak redup sehingga neutrino matahari menembus bumi dan dapat dideteksi oleh detektor dari arah bawah. Sifat neutrino yang hampir tidak mempunyai massa dan hanya berinteraksi dengan gaya nuklir lemah dan gaya gravitasi inilah dimasa depan dapat digunakan untuk memindai bagian dalam planet bumi. Pada saat melewati setiap lapisan bumi, neutrino akan berinteraksi dengan materi tergantung pada kepadatan tertentu. Melalui sebuah detektor neutrino yang dipasang di dalam tanah berupa Deep Underground Neutrino Experiment (DUNE), para ilmuan dapat mengkarakterisasi lapisan yang berbeda di dalam Bumi dengan teknik citra tampang lintang atau struktur internal suatu obyek. Kemudian citra tesebut dianalisa oleh suatu sistem deteksi atau disebut sebagai tomografi berbasis neutrino.
Pada malam hari diketahui bahwa tingkat energi neutrino lebih tinggi beberapa persen dari pada siang hari. Dimana pada malam hari neutrino dapat berinteraksi dengan materi saat mereka melewati Bumi, dan ini menyebabkan beberapa neutrino berubah menjadi neutrino elektron yang merupakan jenis yang paling sensitif terhadap detektor. Pada proyek DUNE tersebut akan dipasang detektor 40 kiloton di South Dakota pada 2027 mendatang. Harapannya dapat menambah informasi yang kita ketahui tentang bagian dalam bumi[5].
Referensi :
- https://id.wikipedia.org/wiki/Inti_dalam
- https://id.wikipedia.org/wiki/Struktur_Bumi
- https://id.wikipedia.org/wiki/Neutrino
- N. Ioannisian et al. 2017. “Scanning the Earth with solar neutrinos and DUNE”. PHYSICAL REVIEW D 96, 036005 (2017).
- https://physics.aps.org/synopsis-for/10.1103/PhysRevD.96.036005
Lulusan S1 Teknik Elektro Universitas Sriwijaya, menekuni Kecerdasan Buatan, Machine Learning, Deep Learning, Sistem Kontrol, dan Robotika. Mencintai kegiatan membaca Paper Sains, Belajar, Menulis, dan Riset.