Energi menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Kapanpun dan di manapun, manusia selalu bersinggungan dengan yang namanya energi, terutama di era teknologi yang telah berkembang dengan begitu pesatnya. Sejak tahun 2018, Indonesia sendiri sudah menghasilkan beberapa bahan bakar untuk menghasilkan energi primer, seperti contohnya dari minyak bumi, gas bumi, batu bara, dan energi terbarukan dengan angka 411,6 MTOE. Pemakaian tertinggi jatuh kepada sektor transportasi sebesar 40%, dilanjutkan oleh sektor industri 36%, rumah tangga 16%, kegiatan komersial 6%, dan sektor lain sebesar 2%. Bahan bakar dengan konsumsi tertinggi sampai saat ini juga jatuh kepada minyak bumi yang dimana menghasilkan BBM (Bahan Bakar Minyak) yang menjadi bahan bakar untuk transportasi dan lainnya. (Al-Hakim, 2020). Tentunya, BBM tidak selamanya dapat dijadikan bahan bakar, dikarenakan BBM sendiri termasuk ke dalam sumber energi tak dapat diperbaharui, sementara permintaan energi oleh masyarakat terus meningkat di setiap waktunya. Sebanyak 54% dari penduduk Indonesia yang berdomisili di perkotaan, namun persediaan energi sangat terbatas. Oleh karena itu, energi terbarukan menjadi salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut dan pada masa-masa sekarang ini, sudah mulai banyak bermunculan inovasi-inovasi mengenai energi terbarukan (Sugiyono, 2016).
Teknologi yang akan dibahas ini menggunakan limbah kulit nanas sebagai bahan bakar untuk memproduksi energi baru dan terbarikan. Nanas merupakan salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Bagaimana tidak, dari bayi, pemuda, orang dewasa, dan orang tua sangat menikmati buah yang satu ini. Buah nanas sendiri banyak diproduksi oleh Indonesia, terutama di Lampung (32,77%), Sumatera Utara (12,78%), Jawa Barat (10,39%), Jawa Timur (8,92%), dan Jambi (8,23%). Kebanyakan masyarakat Indonesia hanya memakan buahnya saja dan kemudian kulit buah nanas tersebut dibuang. Padahal, kulit buah nanas sendiri memiliki banyak kegunaannya, seperti misalnya dijadikan pupuk (Ramadani, dkk., 2019). Dalam kulit nanas sendiri terkandung beberapa senyawa, seperti air (81,72%), serat kasar (20,78%), karbohidrat (17,53%), protein (4,41%) dan gula reduksi (13,65%). Karena kandungan yang bervariasi inilah, limbah kulit nanas berpotensi sebagai substrat pada anode chamber di teknologi MEC. Bertugas untuk mengurai glukosa pada limbah kulit nanas, dipakailah lumpur sawah yang mengandung bakteri aktif dengan tingkat pertumbuhan yang cepat. Glukosa tersebut diurai menjadi CO2, elektron, dan proton (Sirait, dkk., 2021).
Microbial Electrolysis Cell (MEC) dual chamber merupakan sebuah teknologi berbasis elektrokimia yang memanfaatkan transfer elektron dan proton dari hasil penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme tertentu menjadi hidrogen. Disebut dual chamber dikarenakan jenis teknologi MEC ini menggunakan dua macam chamber yang dipisahkan dengan PEM (Proton Exchange Membrane) atau juga bisa digunakan jembatan garam. Konfigurasi alat dari MEC terdiri atas anode chamber (tempat terjadinya oksidasi menghasilkan elektron, proton, dan CO2) dan cathode chamber (tempat terkumpulnya gas hidrogen) yang dihubungkan dengan jembatan garam. Bahan dasar dari chamber tersebut adalah akrilik dengan ukuran dimensi 10 cm panjang, 10 cm tinggi, dan 5 cm lebar. Batang anoda yang dipakai adalah seng, sedangkan batang katoda yang dipakai adalah tembaga. Tidak lupa juga dibuat lubang kecil pada ujung chamber untuk membuat ruang dalam pengeluaran gas hidrogen. Pada teknologi MEC ini tidak lupa juga digunakan power supply untuk membantu meningkatkan intensitas elektron yang mengalir ke cathode chamber. Prinsip kerja dari MEC ini adalah sebagai berikut. Limbah kulit nanas dan lumpur sawah dalam anode chamber yang mengandung senyawa organik akan diuraikan oleh mikroorganisme elektrogen menjadi CO2, elektron, dan proton. Elektron akan mengalir melalui sirkuit diluar reaktor MEC (dari power supply juga) dan proton mengalir melalui jembatan garam menuju cathode chamber. Selanjutnya, pada cathode chamber, proton dan elektron bergabung menjadi gas hidrogen (H2) yang nantinya akan terkumpul dalam cathode chamber. Untuk mengetahui berapa konsentrasi gas hidrogen yang terproduksi, bisa digunakan alat detektor untuk mendeteksi besarnya ppm gas hidrogen pada cathode chamber (Sirait, dkk., 2021).
Gambar 1. Prinsip Kerja MEC (Dange, dkk., 2021)
Gambar 2. Konfigurasi Alat Teknologi MEC (Sirait, dkk., 2021)
Menurut Dange, dkk., 2021, dalam perkembangannya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja dari teknologi MEC dual chamber, yaitu substrat, proses inokulasi, bahan anoda, bahan katoda, pH elektrolit, dan temperatur. Substrat yang digunakan harus memiliki persediaan glukosa dan senyawa organik lainnya yang cukup selama proses elektrokimia berlangsung. Jika tidak cukup, maka hal ini akan berpotensi untuk mengurangi jumlah mikroba, sehingga nantinya elektron dan proton tidak tersalurkan secara maksimal. Pemilihan inokulum juga menjadi sangat penting karena dapat mengurangi waktu untuk start-up (menyalakan dan menstabilkan teknologi MEC) dan di sisi lain dapat meningkatkan efisiensi teknologi MEC.
Pemilihan anoda juga harus tepat, dikarenakan bahan untuk anoda memiliki keunikannya masing-masing, seperti contohnya carbon compound membantu meningkatkan kolonisasi mikroba; titanium yang tahan terhadap korosi; grafit yang memiliki biaya murah dan konduktif; carbon fiber memiliki keefektifan yang baik; serta carbon nanotubes memiliki sifat listrik, mekanis, biologis, dan termal yang baik untuk aplikasi secara langsung. Di sisi lain, katoda yang digunakan harus memiliki sifat tahan terhadap korosi, konduktivitas yang baik, luas permukaan yang spesifik, dan kualitas mekanis yang sangat bagus. Contoh katoda yang dapat digunakan adalah platinum, stainless steel, dan nikel. Kemudian, pH elektrolit juga menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kinerja MEC, dikarenakan aktivitas mikroba dalam MEC sangat bergantung pada pH. Studi menunjukan bahwa pH elektrolit di katoda yang rendah dan pH elektrolit di anoda yang tinggi dapat meningkatkan produksi hidrogen. Contoh elektrolit yang dapat digunakan adalah air suling, air keran, larutan NaCl, air yang diasamkan, dan buffer fosfat. Terakhir, ada temperatur, dimana temperatur berperan dalam meningkatkan selektifitas eksoelektrogen (eksoelektrogen adalah bakteri yang dapat menyalurkan elektron dari zat organik ke elektroda. Selektifitas eksoelektrogen adalah kemampuan eksoelektrogen tertentu untuk mengalahkan eksoelektrogen lainnya demi elektron) dan produksi hidrogen. Temperatur optimum yang biasanya disukai berkisar antara 35-40oC. Namun, hasil studi belakangan menunjukan bahwa temperatur 31oC sangat efektif untuk teknologi MEC.
Memang, teknologi MEC ini sudah sangat menguntungkan dalam segi operasi, dikarenakan dapat menghasilkan hidrogen dan juga ramah lingkungan. Namun, pengembangan teknologi MEC ini hanya terbatas pada skala laboratorium saja, dikarenakan ada banyak tantangan yang harus dilewati, seperti permasalahan dalam scale-up reaktor MEC yang rumit sehingga bisa digunakan dalam skala plant, lalu harga teknologi MEC ini mahal. Namun, tidak menutup kemungkinan teknologi MEC ini pada masa depan sudah bisa digunakan sebagai salah satu aplikasi energi baru dan terbarukan yang menghasilkan hidrogen untuk berbagai tujuan, seperti misalnya hidrogen sebagai bahan bakar untuk mobil bertenaga fuel cell.
Referensi:
- Al–Hakim, R. R.. 2020. Model Energi Indonesia, Tinjauan Potensi Energi Terbarukan Untuk Ketahanan Energi di Indonesia: Literatur Review. ANDASIH: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 1(1): 1-11.
- Dange, P., S. Pandit, D. Jadhav, P. Shanmugam, P. K. Gupta, S. Kumar, M. Kumar, Y. H. Yang, dan S. K. Bhatia. 2021. Recent Developments in Microbial Electrolysis Cell-Based Biohydrogen Production Utilizing Wastewater as a Feedstock. Sustainability 13(8796): 1-37.
- Ramadani, A. H., R. Rosalina, dan R. S. Ningrum. 2019. Pemberdayaan Kelompok Tani Dusun Puhrejo Dalam Pengolahan Limbah Organik Kulit Nanas Sebagai Pupuk Cair Eco-Enzim. Prosiding Seminar Nasional HAYATI VII Tahun 2019: 222-227.
- Sirait, N. A., M. R. Kirom, dan N. Fitriyanti. 2021. Pengaruh Variasi Substrat dan Tegangan Produksi Gas Hidrogen (H2) dengan Microbial Electrolysis Cell (MEC) Dual Chamber Menggunakan Limbah Kulit Nanas Selama 20 Jam. E-Proceeding of Engineering 8(5): 5811-5818.
- Sugiyono, A.. 2016. Outlook Energi Indonesia 2015-2035: Prospek Energi Baru Terbarukan. Jurnal Energi dan Lingkungan 12(2): 87-96.