Banyaknya tinggalan situs-situs arkeologi di Indonesia dari berbagai masa membuat para arkeolog dan sejarahwan berusaha untuk menyusun kronologi sejarah di Indonesia, untuk menjadi satu kesatuan sejarah yang utuh. Untuk menentukan kronologi tersebut dibuthkan suatu metode yang dapat mengetahui waktu kapan artefak tersebut dibuat atau kapan manusia yang mendukung budaya tersebut hidup. Sehingga membuat penanggalan menjadi suatu yang sangat penting dalam ilmu arkeologi. Ilmu arkeologi tidak dapat berdiri sendiri, namun membutuhkan ilmu-ilmu bantu lain untuk melengkapi metode dan data penelitian arkeologi. Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari masa lalu manusia melalui tinggalan budaya bendawi (artefak) yang di buat oleh manusia pendukungnya. Arkeologi tidak dapat berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu, untuk melengkapi kekurangan tersebut banyak ilmu bantu yang dapat membantu arkeologi misalnya ilmu antropologi, arsitektur, filologi, metalurgi, kedokteran, geografi, kimia, geologi dan lain-lain, sehingga hasil analisis arkeologi yang akurat.
Dalam sejarahnya arkeologi telah berkembang dari ilmu sosial yang bersifat kualitatif menuju ke ilmu alam yang bersifat kuantitatif. Hal ini berkaitan dengan tuntutan perubahan yang terjadi dalam bentuk penelitian arkeologi secara global saat ini (Kaharudin 2019). Pernahkah Kalian melihat berita di media cetak maupun televisi tentang penemuan benda-benda arkeologi, lengkap dengan umur benda tersebut? Seperti situs arkeologi prasejarah di kawasan Maros Sulawesi Selatan yang terdapat lukisan dinding gua tertua di dunia berusia 40.000 tahun yang lalu (Aubert et al. 2014). Atau kapan waktunya manusia purba melakukan migrasi ke wilayah Indonesia dan mencapai Pulau Jawa setelah melakukan perjalanan jauh dari Afrika sekitar 1,5 juta tahun yang lalu (Zaim et al. 2011). Kapan agama Hindu Buddha masuk ke Indonesia atau kapan candi-candi agama Hindu Buddha di bangun di Indonesia, dan masih banyak situs-situs arkeologi yang membutuhkan penanggalan untuk merunut kronologi sejarah.
Ada berapa metode untuk menentukan penanggalan dalam arkeologi, yaitu penanggalan relatif dan penanggalan mutlak. penanggalan relatif adalah penanggalan menggunakan data komparasi, misalnya dengan melakukan komparasi tipologi artefak serta komparasi stratigrafi tanah dimana artefak tersebut di temukan. Tipologi artefak yang dapat dilakukan seperti penentuan tipologi keramik China, misalnya dari persamaan dan perbedaan bentuk, warna, bahan dan gambar dari keramik Dinasti Tang (618 – 907 Masehi) sehingga di dapatkan kronologi waktunya kapan keramik tersebut di produksi. Stratigrafi pun demikian, arkeologi dapat menentukan umur dari artefak yang yang terdapat di lapisan tanah tersebut. penanggalan mutlak adalah penanggalan menggunakan data hasil analisis ilmu-ilmu pasti seperti ilmu kimia, fisika dan ilmu lainnya. Adapun beberapa penanggalan absolut yang sering digunakan dalam penanggalan arkeologi antara lain
- Penanggalan radiokarbon
Penanggalan radiokarbon adalah metode penentuan usia objek yang mengandung materi organik seperti kayu, tulang, arang dengan memanfaatkan sifat radiokarbon, suatu isotop radioaktif dari karbon. penanggalan yang dapat diukur maksimal sekitar 50.000 tahun lalu. ada banyak situs arkeologi di Indonesia yang menggunakan metode penanggalan radiokarbon antara lain Situs peleburan logam besi kuno di wilayah Montalat, Kalimantan Tengah yang menggunakan berasal dari abad ke 19 – 20 Masehi (Hartatik et al. 2018). Metode penanggalan karbon adalah penanggalan paling umum dan paling banyak dilakukan untuk menentukan kronologi waktu di situs-situs arkeologi di Indonesia.
- Penanggalan dendrokronologi
Dendrokronologi adalah metode ilmiah untuk menentukan penanggalan cincin pohon (cincin pertumbuhan) pada tahun cincin tersebut terbentuk di pohon. Selain itu penanggalan, dendrokronologi ini dapat memberikan data untuk dendroklimatologi, yaitu studi tentang iklim saat pohon tersebut tumbuh. Metode penanggalan dendrokronologi belum terlalu umum dilakukan untuk menentukan penanggalan situs arkeologi di Indonesia
- Penanggalan thermoluminescence
Penanggalan thermoluminescence (TL) adalah penentuan, dengan cara mengukur dosis radiasi yang terakumulasi, dari waktu yang telah berlalu sejak material yang mengandung mineral kristal dipanaskan (lava, keramik) atau terkena sinar matahari (sedimen). Adapun situs arkeologi yang menggunakan penanggalan thermoluminescence adalah situs Sangiran di Jawa Tengah yang dilakukan pada maxilla (rahang atas) Homo erectus yang di temukan , sehingga di dapatkan jika umur manusia Homo erectus tersebut berumur 1,5 juta tahun yang lalu (Zaim et al. 2011)
Demikian pentingnya penanggalan untuk menentukan umur pada situs arkeologi sehingga dalam satu situs dapat dilakukan banyak metode penanggalan. Perkembangan ilmu alam yang pesat serta penemuan berbagai metode terbaru penanggalan sangat membantu para arkeolog untuk membuat kesimpulan yang sangat baik dalam menyusun sejarah budaya Indonesia.
Referensi
Aubert, M. et al. 2014. Pleistocene cave art from Sulawesi, Indonesia. Nature 514(7521): p.223–237. Available at: http://dx.doi.org/10.1038/nature13422.
Hartatik, & Sofian, H.O. 2018. Jejak Pengerjaan Logam Kuna Di Hulu Das Barito Kalimantan Tengah: Kajian Arkeometalurgi. Purbawidya: Jurnal penelitian dan Pengembangan Arkeologi 7(2): p.119–136.
Hartatik, Harry Octavianus Sofian, Sunarningsih, Gauri Vidya Dhaneswara, Nugroho Nur Susanto, Restu Budi Sulistyo, and Agus Karyanantio. 2019. Teknik Pembuatan Alat Logam Kuno Dan Pemanfaatan Situsnya Di Das Montalat, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah : Studi Eksperimental Dan Arkeologi Publik. Banjarmasin.
Kaharudin, H.A.F. 2019. Kelahiran Arkeologi Indonesia di Ilmu Sosial dan Perkembangannya ke Ilmu Alam. Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah 3(1): p.21–32. Available at: https://ejournal.upi.edu/index.php/historia/article/view/20142.
Zaim, Y. et al. 2011. New 1.5 million-year-old Homo erectus maxilla from Sangiran (Central Java, Indonesia). Journal of Human Evolution 61(4): p.363–376. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.jhevol.2011.04.009.