Red Tide, Kecantikan Ombak yang Mematikan

Halo Sobat Warstek. Pernahkah kamu melihat fenomena berubahnya warna air laut menjadi merah? Fenomena ini dinamakan Red Tide atau jika […]

red tide

Halo Sobat Warstek. Pernahkah kamu melihat fenomena berubahnya warna air laut menjadi merah? Fenomena ini dinamakan Red Tide atau jika diterjemahkan berarti Pasang Merah.

Bermula dari Eutrofikasi

Red tide diawali dengan proses penyuburan permukaan perairan atau dikenal juga dengan istilah eutrofikasi. Penyuburan ini bisa terjadi karena masuknya nutrien dari hulu berupa nitrat dan fosfat dalam jumlah berlebih. Selain itu, eutrofikasi dapat juga terjadi karena peristiwa upwellingUpwelling diartikan sebagai pembalikan  air dari dasar menuju  permukaan perairan.  Bersamaan dengan kondisi ini, nutrien di dasar perairan ikut terangkat ke permukaan [3].

Penyuburan permukaan menyebabkan ledakan populasi fitoplankon berpigmen pada suatu wilayah perairan. Ledakan populasi ini menyebabkan perairan tertutup oleh fitoplankton sehingga warna perairan seolah-olah berubah sesuai warna pigmen yang dimiliki oleh fitoplankton [5].

Red Tide, Si Cantik nan Mematikan

Red tide memang terlihat unik dan cantik apalagi jika diambil melalui foto udara. Di  balik keindahannya, Red tide ternyata mengakibatkan dampak negatif bagi ekosistem perairan.  Fenomena Red tide termasuk dalam kategori Harmfull algal bloom (HAB) yang mengubah warna perairan dari warna biru menjadi merah, hijau, bahkan kuning [4].

Kepadatan fitoplankton yang sangat tinggi menyebabkan terjadinya deplesi oksigen dalam air. Artinya, kadar oksigen di dalam badan air menurun hingga di bawah standar. Deplesi oksigen mengakibatkan gangguan fungsi mekanik dan kimiawi pada insang ikan. Dampak lebih lanjut dari kondisi ini ialah kematian ikan secara massal pada lokasi tersebut. Bahaya lain yang ditimbulkan yaitu diproduksinya senyawa beracun dari fitoplankton berpigmen [1].

Senyawa beracun yang diproduksi fitoplankton akan terakumulasi pada biota perairan seperti ikan dan kerang pada lokasi yang terdampak Red Tide. Konsumsi terhadap biota ini dinilai membahayakan karena memicu keracunan bagi manusia. Beberapa tipe keracunan yang mungkin terjadi, di antaranya Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP), Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Neurotoxic Shellfish Poisoning (NSP), Amnesic Shellfish poisoning (ASP), dan Ciguatera Fish Poisoning (CFP) [6].

Pemantauan Red Tide, Bagaimana?

Upaya konvensional yang dilakukan ialah memonitor dan memperkirakan terjadinya Red tide melalui analisis sampel. Namun, metode ini tidak cukup efisien. Oleh karena itu, kini dikembangkan metode yang lebih efisien, yaitu dengan memonitor terjadinya Red tide ataupun algae blooming melalui pemantauan satelit. Salah satu satelit yang mampu mengamati perubahan ini ialah Sea-viewing Wide Field-of-view Sensor (SeaWiFS) [2].

Satelit SeaWiFS digunakan untuk mengamati konstituen berwarna di permukaan laut, seperti fitoplankton, dentritus, colored dissolved organic matter (CDOM), dan suspended sediments (SSC). Instrumen ini cukup ideal untuk mendeteksi periode blooming fitoplankton dalam luasan area yang besar. Namun, teknologi ini bukan tanpa kekurangan. Penggunaan satelit SeaWiFS dirasa masih kurang efektif  jika tidak ada pengamatan kontemporer yang dilakukan. Selain itu, kondisi atmosfer memengaruhi ketidaksesuaian citra yang dihasilkan satelit. Gangguan pencitraan juga dipengaruhi oleh terlarutnya komponen organik dan nonorganik[2].

Apa yang bisa kita lakukan?

          Sudah tahu kan bagaimana ciri-ciri terjadinya Red tide? Lalu langkah apa yang bisa kita lakukan untuk merespon peristiwa ini? Ya betul sekali, kita dianjurkan tidak menangkap dan mengonsumsi biota pada perairan yang terdampak Red tide. Tentu saja karena hal ini membahayakan kesehatan kita sendiri. Lalu bagaimana cara memperkecil risiko Red tide? Risiko ini dapat diminimalkan dengan cara pengolahan air limbah sebelum akhirnya masuk ke muara. Tujuanya untuk mengurangi komponen nitrat dan fosfat sebagai komponen yang berperan besar dalam proses eutrofikasi dan munculnya fenomena Red tide. Buat kamu yang masih penasaran dengan fenomena Red tide, kamu bisa menyimak video di bawah ini.

Why Florida’s Red Tide is Killing So Many Animals I SciShow News

Sumber:

  1. Adnan, Q. 1994. Tiga tahun kejadian Red Tide di Teluk Jakarta. Dalam: Setiaperman D, Sulistijo HP. Hutagalung (eds.). Prosiding seminar pemantauan pencemaran laut 7-9 Februari 1994. 2(3): 109-119.
  2. Ahn YH, Moon JE. 1999. Specific absorption coefficients for the chlorophyll and suspended sediment in the Yellow and Mediterranean Sea. Journal of the Korean Society of Remote Sensing. 14: 353−365.
  3. Anderson DM, Burkholder JM, Cochlan WP, Gilbert PM, Gobler CJ, Heil CA, Kudela RM, Parsons ML, Rensel JE, Townsend DW, Trainer VL, Vargo GA. 2008. Harmful algall blooms and eutrophication: Examining linkages from selected coastal region of the United Stated. Harmful Algae. 8(1): 39-53.
  4. Mulyani, Widiarti R, Wardhana W. 2012.  Sebaran spasial spesies penyebab harmful algal bloom (HAB) di lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Kamal Muara, Jakarta Utara, pada Bulan Mei 2011.Jurnal Akuatika. 3(1): 28-39.
  5. Prasen DP. 2000. Retaid di Perairan Indonesia. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
  6.  [SCOR & IOC] Scientific Commission on Oceanic Research (SCOR) and the Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC). 2001. Global Ecology and Oceanography of Harmful Algal Blooms Science Plan. Paris (FR): SCOR & IOC.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *