Di Balik Naskah Drama Mouse
Penulis naskah drama Choi Ran menulis drama Mouse dengan genre sci-fi thriller misteri yang menceritakan tentang pembunuh psikopat. Ia terinspirasi oleh kasus pembunuhan Incheon yang terjadi pada tahun 2017. Terutama setelah mendengarkan pernyataan pelaku yang memancing emosi saat persidangan.
“Cuacanya bagus. Tapi sayang, saya tidak bisa menikmati bunga sakura karena tidak bisa ke luar.” Ini jawaban pelaku saat ditanya apakah ia merasa bersalah atas kejahatannya. Dengan kata lain, pelaku menunjukkan bahwa ia tidak merasa bersalah sedikitpun atas perbuatannya.
Karenanya, Choi Ran ingin menyampaikan pikirannya tentang kenapa seorang psikopat tidak memiliki rasa penyesalan setelah melakukan kesalahan besar. Uraian yang tertulis pada cover naskah Mouse secara ringkas menunjukkan pikiran Choi Ran tentang psikopat itu. “Seorang pembunuh hidup di kepalaku. Sebuah kisah suram dan menyedihkan dari seorang pria yang menghadapi kekejaman takdir yang ada di luar kendalinya.” Secara singkat, Choi Ran ingin menyampaikan bahwa psikopat terlahir dari gen istimewa alias gen psikopat.
Teori Sains dalam Mouse
Choi Ran butuh waktu 3 tahun untuk merampungkan naskah dramanya sambil mempelajari riset mengenai psikopat. Ia mengangkat beberapa teori sains, yaitu tentang gen psikopat yang masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan. Selain itu, tentang pendeteksian gen psikopat pada janin dan transplantasi otak pada manusia.
Ide utama Mouse merujuk kepada tokoh sentral drama ini, Jung Ba-reum dan Sung Yohan yang menjadi tikus percobaan alias objek penelitian dari sebuah organisasi. Bahkan, mereka tidak menyadari bahwa kehidupan mereka itu sendiri penuh dengan kepalsuan. Hingga akhirnya, salah seorang objek pengamatan mulai sadar dan berusaha menghentikan rekannya yang telah bertindak jauh sebagai seorang pembunuh berantai. Selain itu, mereka juga menjadi tikus percobaan dari praktik operasi transplantasi otak yang belum pernah berhasil sebelumnya.
Teori sains dalam drama ini terletak pada premis bahwa gen mempengaruhi perilaku psikopat dan gen bisa menjadi pendeteksi seseorang merupakan psikopat. Maka, timbul pertanyaan, apakah teori sains yang terdapat di dalam drama ini sesuai dengan konsep ilmiah di dunia nyata? Seperti, benarkah seorang anak mewarisi perilaku psikopat dari orang tua secara genetik?
Pewarisan Sifat dalam Genetika
Pewarisan sifat merupakan penurunan sifat dari orang tua ke anak. Dan, ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat ini disebut genetika. Hal yang dipelajari dalam genetika adalah sifat-sifat mana yang akan diwariskan dan bagaimana caranya.[1]
Sifat adalah setiap karakteristik yang terdapat pada suatu organisme baik morfologi, fisiologis, maupun perilaku. Dari itu semua, ciri morfologi menjadi jenis sifat yang paling mudah dipelajari karena dapat dievaluasi dari penampilan fisik atau bentuk luar tubuh organisme. Misalnya, bentuk wajah, warna rambut dan tinggi badan. Sementara itu, ciri fisiologis dan perilaku memerlukan pengamatan yang lebih dalam daripada ciri morfologi.[2]
Ciri fisiologis merupakan ciri yang mempengaruhi kemampuan fungsi kerja suatu organisme, misalnya kecepatan memetabolisme makanan, kekebalan terhadap suatu penyakit dan lain-lain. Sedangkan, ciri perilaku adalah ciri yang mempengaruhi cara organisme dalam merespons lingkungannya.[2] Salah satu contohnya adalah bagaimana perilaku manusia dalam menghadapi suatu masalah.
Pewarisan sifat pada makhluk hidup dikendalikan oleh gen. Namun, tidak hanya dipengaruhi gen, tapi juga dapat dihasilkan oleh faktor yang berinteraksi dengan pengaruh lingkungan. Misalnya, seseorang yang mewarisi gen bertubuh tinggi dari ayahnya, bisa saja akan tetap pendek jika faktor lingkungan seperti nutrisi tidak mendukungnya untuk bertubuh tinggi. Contoh lainnya, kombinasi antara beberapa gen dan gaya hidup seseorang dapat menyebabkan seseorang menderita kanker atau diabetes.[2] [3]
Gen itu sendiri tersimpan di dalam DNA (asam deoksiribonukleat) yang merupakan unit kimiawi berstruktur panjang, linier, beruntai ganda berisikan lebih dari seratus juta nukleotida. Struktur kimia yang seperti ini memungkinkan DNA sebagai penyimpan informasi genetik yang diperlukan untuk mensintesis semua protein seluler. Proses penggunaan informasi genetik ini disebut sebagai ekspresi gen.[2] Sebagai hasilnya, ekspresi gen memunculkan sifat dari suatu organisme.[4]
Penyakit Genetik
Pengaturan ekspresi gen merupakan suatu proses yang sangat kompleks dengan melibatkan berbagai macam faktor. Adanya kesalahan sedikit saja pada susunan gen dan ekspresinya dapat menyebabkan suatu penyakit.[4]
Kalangan ilmuwan secara luas telah menerima pendapat yang menyatakan bahwa gen memainkan peranan penting dalam penyakit. Berbeda dengan penyakit seperti Covid-19 atau tipes, penyakit genetik tidak semata-mata disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri dari luar. Namun, timbul karena kerusakan gen yang dapat terjadi akibat tubuh terpapar radikal bebas dan bahan-bahan kimia. Penyakit genetik yang cukup umum, di antaranya asma dan kanker, hingga penyakit genetik langka seperti Down Syndrome.[5]
Baca Juga:: Teknologi Crispr-Cas9 Tahlukkan Segala Penyakit Genetik Juga Virus HIV
Pewarisan penyakit genetik kepada keturunan berpotensi sangat besar dan gaya hidup yang buruk meningkatkan risikonya.[5] Sebagai contoh, risiko terkena kanker payudara bagi orang yang dalam keluarganya memiliki riwayat kanker payudara akan jauh lebih tinggi daripada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit tersebut dalam keluarganya. Dan lebih lanjut, risikonya akan semakin besar lagi akibat gaya hidup, seperti jarang berolahraga, sering mengkonsumsi minuman bersoda atau beralkohol, dan kondisi obesitas.[6] Lalu, bagaimana dengan kepribadian manusia? Apakah genetik mempengaruhi gangguan kepribadian seperti psikopat?
Perilaku Psikopat
Psikopat secara etimologis merupakan gabungan kata dari bahasa Yunani yaitu psyche dan pathos yang berarti penyakit jiwa. Psikopat berbeda dengan gila (psikosis), karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya.[7] Skodol (1998) juga menyatakan bahwa istilah psikopat merujuk pada penyakit mental yang dicirikan dengan perilaku tidak berperasaan, penuh tipu daya dan lemah secara moral.[8]
Baca Juga: Film Joker (2019): Analisis Penyebab Gangguan Jiwa Pada Arthur Fleck
Aksan (2008) menyatakan bahwa faktor penyebab seseorang menjadi psikopat salah satunya adalah faktor biologis berupa kelainan genetis.[7] Kemudian, Richard Wiebe, seorang psikolog dan kriminolog di Fitchburg State College, Amerika Serikat menambahkan bahwa psikopat tampaknya diwariskan kepada keturunan. Meskipun seperti itu, semuanya juga sepakat bahwa heritabilitas faktor genetik yang mendasari psikopat masih belum ditetapkan secara meyakinkan. “Kita tahu bahwa variabel dependen, yaitu psikopat dapat diwariskan. Tetapi, tidak cukup untuk membuktikan bahwa penyebabnya juga diwariskan. Namun demikian, tetap penting untuk menganggap psikopat merupakan produk gen, sedangkan sosiopat lebih tunduk pada pengaruh lingkungan,” ungkap Wiebe.[9]
Gen Psikopat
Seorang ahli psikopat dari Kanada menyatakan bahwa tidak akan pernah hanya satu gen yang terlibat dalam mempengaruhi suatu perilaku. Lebih cenderung ada sekelompok gen yang belum diketahui bagaimana mekanismenya berperan dalam mempengaruhi perilaku. Jika nantinya gen ini ditemukan, masih belum cukup untuk menentukan seseorang sudah pasti terlahir sebagai psikopat. “Seseorang tidak mungkin terlahir psikopat, tapi mungkin orang tersebut memiliki dasar-dasarnya. Pada intinya, semua orang terlahir dengan memiliki temperamen dan hal ini terbentuk dari lingkungan,” ungkap Hare.[10] Selain itu, Meyer-Lindenberg mengungkapkan bahwa alel MAOA L yang dianggap sebagai gen psikopat hanyalah salah satu dari beberapa gen. Sebagian besar gen yang meningkatkan risiko perilaku kekerasan atau antisosial masih belum teridentifikasi.[9]
Lebih lanjut, Auty et al. (2015) yang melakukan penelitian mengenai pewarisan psikopat, menemukan bukti kuat bahwa terjadi pewarisan perilaku psikopat dari ayah kepada anak-anaknya. Namun, hal ini tidak lepas dari mediasi faktor lingkungan. Seorang ayah psikopat yang mendidik anaknya dengan pola pengasuhan yang buruk akan memicu anak-anaknya berperilaku sama seperti ayahnya.[11]
Baca Juga: Intervensi Kekerasan pada Anak Dalam Keluarga
Kesimpulan
Dengan demikian, jawaban untuk pertanyaan ‘apakah perilaku psikopat diwariskan secara genetik’ sudah jelas. Ilmuwan sepakat bahwa ada gen yang mendasari psikopat, namun belum bisa menetapkan secara pasti terjadinya pewarisan secara genetik. Masih sulit untuk menetapkannya karena ada faktor lingkungan yang juga ikut mempengaruhi perilaku psikopat. Dengan kata lain, pewarisan perilaku psikopat secara genetik dan gagasan bayi terlahir psikopat masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Referensi
[1] Alliance, Genetic. 2009. Basic Genetics Information (dalam bahasa Inggris). Genetic Alliance.
[2] Brooker, R. J. 2012. Genetics: Analysis & Principles, Fourth Edition. McGraw-Hill. New York
[3] Pierce, A. B. 2012. Genetics: A Conceptual Approach, Fourth Edition W. H. Freeman and Company. New York.
[4] Laksmitawati, D. R. dan A. R. Prijanti. Penghambatan Ekspresi Gen dengan Antisense Oligonukleotida Sebagai Upaya Pengobatan Penyakit. JIFI. Vol 3 No 2 (2005)
[5] Anindyaputri, I. dan Y. Firdaus. 2017. https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/penyakit-keturunan-anak-cucu/.
[6] Komaroff, A. L. 2005. Harvard Medical School Family Health Guide. Simon and Schuster. School, Harvard Medical.
[7] Rozali, R., Mulyono, dan M. I. Andalas. 2018. Universitas Negeri Semarang. Fenomena Perilaku Psikopat dalam Novel Katarsis Karya Anastasia Aemilia: Kajian Psikologi Sastra. Jurnal Sastra Indonesia 7 (3)
[8] Theodorakis, N. 2013. Psychopathy and Its Relationship to Criminal Behaviour. IALS Student Law Review Vol 1, Issue 1.
[9] Hunter, P. 2010. The Psycho Gene. Europan Molecular Biology Organization Reports Vol. 11 No. (9).
[10] Fimela. 2011. Gen ‘Kejahatan’ Bisa Menurun. [Diakses dari web fimela.com]
[11] Auty, K. M., Farrington, D. P., & Coid, J. W. (2015). Intergenerational Transmission of Psychopathy and Mediation Via Psychosocial RIsk Factors. The British Journal of Psychiatry, 206.