Dataran Tinggi Tibet, wilayah luas yang mencakup lebih dari 970.000 mil persegi, menghadapi ancaman besar akibat pencairan lapisan permafrost yang cepat. Permafrost mengacu pada lapisan tanah dan batuan yang tetap membeku selama dua tahun atau lebih. Ini adalah jenis tanah beku yang ditemukan di daerah dataran tinggi, seperti Arktik dan daerah pegunungan. Permafrost ditandai dengan lapisan tanah beku setebal beberapa meter, yang mencegah penguraian bahan organik. Lapisan ini memerangkap sejumlah besar karbon dalam bentuk karbon organik tanah (SOC). Karbon yang terperangkap umumnya terbentuk akibat dekomposisi bagian tumbuhan yang terkubur oleh lapisan tanah dalam waktu yang sangat lama, hingga ribuan tahun. Jumlah karbon yang tersimpan di lapisan beku tanah ini diperkirakan sekitar 1,460 hingga 1,600 Gigaton (Gt), hampir dua kali lipat jumlah karbon di atmosfer.
Dataran Tinggi Tibet sering disebut sebagai “kutub ketiga” karena cadangan esnya yang sangat besar yang merupakan rumah bagi sejumlah besar karbon yang terperangkap di lapisan permafrost. Karbon beku ini, jika dilepaskan ke atmosfer, dapat menimbulkan dampak buruk terhadap iklim global. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, lapisan es di Dataran Tinggi Tibet telah mencair dengan kecepatan yang mengkhawatirkan, sehingga menimbulkan ancaman signifikan terhadap keseimbangan karbon di kawasan ini dan skala global.
Karbon Beku Permafrost Dataran Tinggi Tibet
Permafrost di Dataran Tinggi Tibet, menyumbang wilayah permafrost terluas di dunia, mencakup sekitar 42% dari seluruh dataran tinggi dan mengandung sejumlah besar karbon organik tanah (SOC) yang selalu membeku. Berdasarkan penelitian Wang dkk. pada tahun 2020, wilayah permafrost Dataran Tinggi Tibet memiliki sekitar 37,21 Gigaton (Gt) SOC pada periode (2006–2015). Jumlah ini cukup signifikan karena setara dengan total karbon yang tersimpan di atmosfer.
Ancaman Pencairan Permafrost
Di atas lapisan permafrost, terdapat lapisan tanah yang mencair setiap musim panas yang dinamakan lapisan aktif. Lapisan ini diperkirakan akan semakin tebal, akibat mencairnya permafrost sebagai dampak pemanasan global. Proses pencairan ini akan melepaskan sejumlah besar karbon ke atmosfer, yang berpotensi mengimbangi penyerap karbon regional dan bahkan mengubah wilayah permafrost Dataran Tinggi Tibet menjadi sumber karbon bersih.
Berdasarkan proyeksi menggunakan model Jalur Sosial Ekonomi Bersama (Shared Socioeconomic Pathways/SSP) yang berbeda, yaitu SSP1-2.6, SSP2-4.5, SSP3-7.0, dan SSP5-8.5, yang merupakan skenario paling umum digunakan di CMIP6, hasilnya menunjukkan bahwa luas permafrost secara umum menyusut sekitar 98 × 10³ km² dari tahun 1986 hingga 2015, dengan laju penurunan sebesar 32,7 × 10³ km² per dekade. Penurunan luas lapisan es terbesar terjadi pada tahun 1990-an. Hasil dari penelitian oleh Zhang dan tim adalah sebagai berikut
Model | Skenario | Peningkatan Suhu/dekade | Kenaikan Suhu tahun 2100 | Peningkatan lapisan aktif | Penyusutan permafrost |
SSP1-2.6 | rendah emisi, berkelanjutan | 0,06 ± 0,03°C | 1,04°C | ||
SSP2-4.5 | Mitigasi emisi moderat | 0,29 ± 0,03°C | 2,53°C | 0,7 ± 0,1 m | 44 ± 4% |
SSP3-7.0 | Rivalitas regional, tantangan mitigasi tinggi | 0,52 ± 0,05°C | 4,35°C | 1,5 ± 0,3 m | 59 ± 5% |
SSP5-8.5 | Ketergantungan yang besar pada fossil fuel | 0,69 ± 0,09°C | 5,64°C | 3,0 ± 1,0 m | 71 ± 7% |
Pencairan Permafrost Dalam
Pencairan lapisan es dalam yang melibatkan pencairan lapisan lebih dalam dari 3 meter, merupakan faktor penting dalam pelepasan karbon lapisan es. Proses ini sering diabaikan dalam model sistem bumi saat ini, padahal penting untuk memahami keseimbangan karbon global dan regional. Di Dataran Tinggi Tibet, lapisan aktifnya bisa lebih dalam dari 3 meter. Pengamatan terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar karbon permafrost yang mencair berasal dari lapisan yang lebih dalam ini. Misalnya, dalam skenario SSP3-7.0 dan SSP5-8.5, karbon permafrost yang mencair dari lapisan yang lebih dalam diperkirakan berjumlah sekitar 29,6% hingga 46,2% dari total kehilangan karbon permafrost.
Implikasi terhadap Karbon Global
Dalam laporannya, IPCC menyebutkan bahwa anggaran karbon global (maksimum emisi yang diperbolehkan) untuk menjaga kenaikan suhu permukaan 1,5°C adalah sekitar 400-500 miliar ton CO2 (GtCO2) yang tersisa dari tahun 2020 dan seterusnya. Untuk target 2 derajat Celsius, anggaran karbon global adalah sekitar 1150 miliar ton CO2 (GtCO2). Pelepasan karbon permafrost ke atmosfer akan berdampak signifikan terhadap anggaran karbon global. Jumlah karbon permafrost yang mencair dapat mengimbangi penyerap karbon regional dan bahkan mengubah wilayah permafrost Dataran Tinggi Tibet dari penyerap karbon bersih menjadi sumber karbon bersih. Hal ini dapat menimbulkan konsekuensi luas terhadap perubahan iklim global, karena wilayah permafrost Dataran Tinggi Tibet merupakan reservoir karbon yang signifikan. Misalnya, dalam skenario SSP2-4.5 dan SSP5-8.5, karbon permafrost yang mencair masing-masing dapat mengimbangi sekitar 70% dan 100% penyerapan karbon bersih di daratan pada tahun 2100.
Lapisan es di Dataran Tinggi Tibet merupakan reservoir karbon signifikan yang rentan terhadap pencairan akibat perubahan iklim. Pelepasan karbon permafrost ke atmosfer dapat menimbulkan dampak buruk terhadap iklim global. Penting untuk memahami dinamika pelepasan karbon permafrost, khususnya pencairan lapisan es yang dalam. Tujuannya agar dapat memprediksi secara akurat dampak perubahan iklim, dan mengembangkan strategi mitigasi yang lebih efektif.
Referensi:
- Taihua Wang et al., Permafrost thawing puts the frozen carbon at risk over the Tibetan Plateau.Sci. Adv.6,eaaz3513(2020).DOI:10.1126/sciadv.aaz3513
- Zhang G, Nan Z, Hu N, et al. Qinghai-Tibet Plateau Permafrost at Risk in the Late 21st Century. Earth’s Future. 2022;10(6):1-22. doi:10.1029/2022EF002652