Hallo sahabat Warstek, siapa nih yang suka banget sama warna ungu? Betewe, aku buat tulisan ini karena terinspirasi dari adik tingkatku “Musdalifah” yang sangat menyukai warna ungu, bisa dikatakan ungu lovers. Hehehe..Dan tulisan ini aku persembahkan untuk para pencinta warna ungu di mana pun berada, selamat membaca, cekidot !
Ekstrak Warna Ungu Pertama Kali Ternyata dari Siput Laut Murex (Bolinus Brandaris)

Siapa yang menyangka, warna ungu pertama kali diekstrak dari siput laut Murex (Bolinus Brandaris). Zat pewarna ungu yang dihasilkan oleh siput laut ini digunakan oleh peradaban kuno seperti Mesir, Fenisia, dan Romawi untuk mewarnai kain dan pakaian. Proses ekstraksi zat warna ungu dari siput laut ini sangat rumit, memakan waktu, sehingga warna ungu menjadi simbol kemewahan dan eksklusivitas pada masa itu. Warna ungu yang dihasilkan dari ekstraksi siput laut ini diberi nama ungu Tyrian, warna ungu Tyrian ini sangat langka sehingga nilainya setara dengan emas. Warna ungu Tyrian sebagai simbol kekuatan dan prestise, warna ungu yang terkenal ini secara tradisional digunakan untuk jubah kerajaan dan kekaisaran. Dan merupakan warna termahal di dunia.

Untuk memanen warna ungu Tyrian, pembuat pewarna harus membuka cangkang siput laut Murex, mengekstrak lendir yang menghasilkan warna ungu dan menjemurnya di sinar matahari untuk waktu yang tepat. Dibutuhkan sebanyak 250.000 moluska untuk menghasilkan hanya satu ons pewarna yang dapat digunakan, tetapi hasilnya adalah warna ungu yang cerah dan tahan lama (warna ungu Tyrian). Lebih penting lagi, siput laut Murex ini lebih bernilai beratnya dibanding emas.
Secara khusus, warna ungu Tyrian, yang produksinya merupakan rahasia yang dijaga ketat selama ribuan tahun, membuat pewarna ini menjadi warna paling langka dan paling mahal dalam sejarah.
Era Kerajaan Kuno Melarang Rakyat Jelata Untuk Mengenakan Pakaian Berwarna Ungu
Zaman sekarang, untuk mengenakan pakaian berwarna ungu sangatlah mudah. Siapa sangka pada zaman dahulu, seperti pada zaman kerajaan Romawi kuno (kekaisaran Bizantium), rakyat jelata justru dilarang untuk mengenakan pakaian yang berwarna ungu. Larangan tersebut tertuang dalam undang-undang yang disebut sebagai undang-undang sumptuary. Di Kekaisaran Bizantium, para permaisuri melahirkan di ‘Kamar Ungu’ dan kaisar terhormat ‘dilahirkan dengan warna ungu’ sebagai cara untuk memisahkan mereka dari mereka yang memenangkan atau yang merebut gelar mereka.
Pada tahun 40 M, Kaisar Caligula memerintahkan Raja Ptolemeus dari Mauretania untuk membunuh Raja Ptolemeus saat ia mengunjungi istana kekaisaran di Roma. Menurut beberapa catatan, alasan pembunuhan tersebut adalah karena Caligula tersinggung dengan fakta bahwa Ptolemeus mengenakan jubah ungu, sehingga menyinggung perasaan sang kaisar. Caligula yang sosiopat bukanlah sosok yang waras, jadi cerita ini tentu saja masuk akal.

Orang-orang Romawi yang sadar akan status sangat menyukai pakaian berwarna ungu dan hanya menggunakannya untuk kalangan elit. Keluarga kekaisaran, para hakim, dan beberapa elit diizinkan untuk mengenakan toga praetexta yang memiliki pinggiran berwarna ungu, dan para jenderal yang merayakan kemenangan Romawi dapat mengenakan toga picta yang seluruhnya berwarna ungu dengan pinggiran emas pada hari besar mereka. Seiring berjalannya waktu, warna ungu kemudian mewakili kaisar, meskipun Julius Caesarlah yang pertama kali mengenakan toga purpurea yang seluruhnya berwarna ungu.

Pada abad ke-5 Masehi, warna ungu dan sutra menjadi kombinasi yang unggul, dan produksinya menjadi monopoli negara sejak masa pemerintahan Alexander Severus (222 – 235 M). Hanya kaisar yang dapat mengenakan pakaian sutra ini (kekolumena) atau mereka yang cukup beruntung untuk mendapatkannya, dan tidak ada orang asing yang diizinkan untuk membelinya. Para kaisar bahkan digambarkan mengenakan warna ungu Tyrian, seperti potret mosaik Justinian I yang terkenal di Basilika San Vitale, Ravenna. Monopoli warna ungu kelas kerajaan akhirnya berkurang setelah jatuhnya kekaisaran Bizantium pada abad ke-15 (29 Mei 1453 M),
Eksklusivitas ini berlanjut hingga era Elizabeth, di mana orang-orang di Inggris harus mematuhi undang-undang sumptuary, Ratu Elizabeth I (17 November 1558 M – 24 Maret 1603 M) yang secara ketat mengatur warna, kain, dan pakaian apa saja yang boleh dikenakan oleh kelas-kelas yang berbeda dalam masyarakat. Undang-undang tersebut melarang siapa pun kecuali kerabat dekat keluarga kerajaan untuk mengenakan warna ungu. Seiring berjalannya waktu, warna ini menjadi tidak terlalu mahal dan rumit, sehingga lebih mudah diakses oleh masyarakat kelas bawah.
William Henry Perkin, Penemu Warna Ungu Sintetis

Pada abad pertengahan, pewarna alami ungu tetap menjadi bahan yang mahal dan langka. Warna ungu menjadi simbol status sosial dan kekuasaan, hanya bisa dipakai oleh kalangan bangsawan atau orang-orang kaya. Para pedagang Venesia pada saat itu memegang kendali terhadap perdagangan pewarna ungu dari siput laut Murex.
Lalu kemudian, pada tahun 1856 M (abad ke-19), seorang kimiawan Inggris berusia 18 tahun, William Henry Perkin secara tidak sengaja menciptakan senyawa ungu sintetis ketika ia mencoba mensintesis kina, obat anti-malaria. Menyadari bahwa senyawa tersebut dapat digunakan untuk mewarnai kain, ia mematenkan pewarna tersebut dan memproduksinya dengan nama anilin ungu dan Tyrian ungu. Nama warna tersebut kemudian diubah menjadi ‘ungu muda’; berdasarkan nama Perancis untuk bunga mallow ungu.
Penemuannya tersebut telah mengubah sejarah, dari warna ungu yang sulit didapat dan tak semua kalangan bisa memakainya, menjadi mudah didapat dan harganya menjadi terjangkau. Kemudian pada abad ke-20, setelah penemuan Perkin, pengembangan warna ungu sintetis terus berlanjut. Kemajuan dalam bidang kimia organik memungkinkan sintesis pewarna ungu yang lebih beragam dan stabil. Para ilmuwan dan industri kimia menghasilkan berbagai pewarna ungu sintetis yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi seperti tekstil, cat, tinta, dan banyak lagi.
Kenapa Warna Ungu Seringkali disebut Sebagai Warna Janda?
Dilansir dari lifestyle.okezone.com, masyarakat Indonesia menyebut warna ungu sebagai warna janda karena mencerminkan kesedihan dari para wanita yang telah ditinggalkan oleh para suaminya. Namun, hingga saat ini warna ungu yang dianggap sebagai warna janda masihlah sebuah mitos yang berkembang pesat di masyarakat Indonesia. Di Thailand sendiri, warna ungu dipercaya sebagai simbol kesedihan, ada juga negara lain yang menganggap warna ungu sebagai warna pengorbanan dan kematian. Berbeda dengan beberapa negara di Eropa justru menganggap warna ungu sebagai warna simbol kemakmuran atau kejayaan.
Baca juga: Lavender: Si Ungu Penyembuh Insomnia – Warung Sains Teknologi (warstek.com)
Referensi:
- Artsandcollections. A History of the Colour Purple. (https://www.artsandcollections.com/a-history-of-the-colour-purple/). Diakses 08 Juli 2023.
- Little Art Talks. Tyrian Purple | History of Colors | LittleArtTalks. (https://www.youtube.com/watch?v=ZLCO11LF4i8). Diakses 08 Juli 2023.
- World History Encyclopedia. Tyrian Purple. (https://www.worldhistory.org/Tyrian_Purple/). Diakses 12 Agustus 2023.
- Thesundaily. Passion for purple. (https://www.thesundaily.my/style-life/feature/passion-for-purple-EE3170688). Diakses 12 Agustus 2023.
- The Collector. A Dye for Kings: What Is Tyrian Purple? (https://www.thecollector.com/what-is-tyrian-purple/). Diakses 12 Agustus 2023.
- Nationalgeographi Indonesia. Larangan Aneh Romawi Kuno, Rakyat Jelata Dilarang Kenakan Pakaian Ungu. (https://nationalgeographic.grid.id/read/133130456/larangan-aneh-romawi-kuno-rakyat-jelata-dilarang-kenakan-pakaian-ungu). Diakses 08 Juli 2023.
- Okelifestyle. Mengapa Warna Ungu Identik dengan Janda? (https://lifestyle.okezone.com/read/2019/04/27/194/2048708/mengapa-warna-ungu-identik-dengan-janda). Diakses 08 Juli 2023.
- Wikipedia The Free Encyclopedia. Elizabeth I. (https://en.wikipedia.org/wiki/Elizabeth_I). Diakses 12 Agustus 2023.
- Wikipedia The Free Encyclopedia. Byzantium. (https://en.wikipedia.org/wiki/Byzantium). Diakses 12 Agustus 2023.