Sistem pertanian di Indonesia masih dikategorikan sebagai sistem pertanian tradisional. Petani membeli dan memakai bibit, pestisida, dan pupuk dari toko yang mudah dijangkau walaupun dengan persediaan yang terbatas, modal yang digunakan untuk membangun bisnis pertanian berasal dari dana pribadi atau dana pinjaman bank, dan pengetahuan petani dalam bercocok tanam didasarkan pada pengalaman karena banyak petani yang hanya mengantongi ijazah SMP. Terkadang pengetahuan bercocoktanam didapatkan melalui penyuluhan Dinas Pertanian. Hasil panen pertanian dijual kepada makelar dengan harga yang jauh lebih rendah dari pasaran atau bagi petani yang sudah modern maka mereka membentuk koperasi Pertanian.
Pertanian bukanlah bidang yang menarik bagi angkatan kerja baru. Pada akhir tahun lalu penduduk yang bekerja di sektor ini tinggal sekitar 32,9 persen dari 114,8 juta penduduk yang bekerja. Padahal, sepuluh tahun sebelumnya mereka yang bekerja di sektor pertanian masih sekitar 44 persen dari 94 juta penduduk yang bekerja. Hal ini berpotensi mempengaruhi produktivitas hasil pertanian di Indonesia dan meningkatkan lahan gundul yang tidak termanfaatkan.
Di era kemajuan teknologi, kita mengenal istilah baru yaitu disruption atau inovasi baru yang mampu menciptakan pasar baru. Dengan menggunakan bisnis model baru, maka kehadiran disrupters mampu mengganggu pelaku bisnis incumbent yang memiliki pasar stabil. Disrupters memulai membuat bisnis model untuk memenuhi demand pasar low end atau konsumen yang belum terlayani, kemudian melakukan migrasi ke pasar mainstream. Sistem ini tentu saja mengganggu pasar, mengganggu pemain lama, dan merebut pelanggan dalam waktu relatif singkat. Pemain lama yang telah lebih dulu hadir (incumbent), sering kali tidak dapat mengantisipasi karena gagal berinovasi dengan perkembangan teknologi dan gagal memahami selera teknologi pelanggan yang pasti telah berubah.
Era disruptive erat kaitannya dengan penggunaan strategi yang bernama Blue Ocean Strategy, suatu gagasan inovatif tentang menciptakan ruang pasar tanpa pesaing. Pola pikir Blue Ocean Strategy mendorong pelaku bisnis untuk memasuki sebuah arena pasar baru yang selama ini seolah diabaikan oleh para pesaing padahal sangat potensial. Ini sangat kontradikitif dengan strategi bisnis yang telah digunakan sekian lama yang oleh W Chan Kim dan rekannya disebut dengan Red Ocean Strategy. Suatu kemampuan mengalahkan pesaing adalah hal yang terpenting dalam Red Ocean Strategy, dimana kompetitor biasanya memberikan tawaran fitur produk yang seragam, sama, dan semua saling memperebutkan pasar yang juga sama.
Teknologi disruptive telah membentuk model-model bisnis baru dan mengubah cara perusahaan beroperasi. Hal tersebut menjadikan kompetisi pasar semakin ketat. Beberapa model bisnis pertanian yang diperkenalkan di era disruptive dan dipakai oleh startup yaitu :
1. Free and Paid Knowledge Model, memberikan layanan/informasi gratis dimana penyedia platform mendapat keuntungan dari iklan dan menjual database akun customer. Contohnya Pantau Harga, 8Village (informasi cuaca, curah hujan, tingkat kebutuhan konsumen, tingkat harga jual dan biaya-biaya yang perlu dikeluarkan untuk bercocok tanam), Karsa (informasi pertanian kepada para petani, produsen produk pertanian, serta pemerintah), dll.
2. The Marketplace Model, penyediaan pasar digital yang menyatukan pembeli dan penjual langsung. Penyedia platform mendapat keuntungan dari penempatan product pada halaman pertama dan juga persentase keuntungan (komisi). Contohnya mempertemukan penjual peralatan pertanian kepada pembeli (petani) seperti Eragano, mempertemukan hasil panen petani dengan end customer seperti happy fresh, limakilo, Kecipir, Sikumis, dll.
3. Crowd Funding, mengumpulkan pendanaan investasi kepada publik dan mengelola dana tersebut untuk bisnis pertanian. Seperti Igrow dan Crowde.
4. Auto Analisa, dimana Investor/petani/pemilik lahan dapat membaca laporan produktivitas hasil pertanian menggunakan big data analytic seperti Ci Agriculture.
Namun meskipun startup pertanian mulai menjamur di Indonesia, ada beberapa tindakan strategis yang tidak dapat mereka lakukan kecuali bekerjasama dengan pemerintah. Dalam upaya meningkatkan pertanian di Indonesia, pemerintah dapat berperan sebagai:
1. Membuat kebijakan yang mendukung agribisnis sebagai Leading Sector, yaitu integrasi dengan Industri terkait seperti pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia dan industri hilir pengolahan hasil panen.
2. Mengembangkan universitas berbasis riset pertanian dalam upaya meningkatkan produktivitas lahan dan bibit unggul serta teknologi tepat guna yang lebih ramah lingkungan dan biaya.
3. Menyediakan sarana penampungan hasil panen dan teknologi pengawetan yang ramah pada kesehatan. Hal ini telah dilakukan oleh sistem pertanian di Korea yang memiliki lumbung padi yang besar namun waktu kadaluarsa beras mencapai 3 tahun. Tentu saja hal tersebut menyebabkan harga jual ke end customer masih terjangkau [Anton Sugiarto].