Ditulis oleh Ellisa Sukma
Permasalahan terkait sampah masih menjadi akar masalah yang sepanjang masa ini tetap membayangi keberlangsungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya. Mirisnya, pada kenyataanya permasalahan sampah ini masih belum dapat dikelola secara maksimal. Salah satunya adalah sampah plastik karena butuh waktu ratusan tahun agar dapat terurai di alam, akibatnya sampah plastik akan sangat berpotensi untuk mencemari lingkungan, menganggu ekosistem yang ada dan pada akhirnya akan berdampak pada keberlangsungan makhluk hidup. Laporan Hendiarti (2018) menunjukkan bahwa peningkatan sampah di Indonesia mencapai 38 juta ton/tahun dan 30% dari sampah tersebut adalah plastik[2]. Berdasarkan data diatas maka dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi plastik oleh masyarakat kita masing tergolong tinggi.
Gambar Potret sampah yang ada di Indonesia[1]
Permasalahan terkait sampah tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga terjadi di beberapa Negara besar lainnya. Kajian Laporan Sintetis yang diinisiasi Bank Dunia bersama sejumlah Lembaga peneliti di Indonesia pada 2018 menyebutkan, tidak kurang dari 150 juta ton plastik telah mencemari lautan dunia. Asia Timur ditenggarai sebagai wilayah dengan pertumbuhan produksi sampah tercepat di dunia. Penelitian yang dilakukan Jenna R. Jambeck pada 2015 menegaskan hal serupa. Dari total 192 negara yang dikaji, sebanyak lima negara di Kawasan Asia Timur bertanggung jawab atas lebih dari setengah sampah plastik yang ada di lautan. Mirisnya, dari kelima negara tersebut, Indonesia menempati urutan kedua setelah Tiongkok. Disusul dengan Vietnam, Filipina, dan Thailand. Total sampah plastik Indonesia yang berakhir ke laut diketahui mencapai 187,2 juta ton[3].
Celakanya, sangat tidak dapat dipungkiri kuantitas sampah kian hari terus meningkat. Data Bank Dunia pada 2012 menunjukkan, Indonesia menghasilkan 85 ribu ton sampah setiap harinya[3]. Jumlah ini diperkirakan terus naik hingga 150 ribu ton per hari pada 2025. Dari sampah yang dihasilkan tersebut, timbunan sampah di Indonesia pada 2016 diketahui mencapai 65,2 juta ton per tahun[3]. Dari jumlah itu, komposisi sampah plastik berkontribusi sebesar 16 persen, atau sekitar 10 juta ton. Menurut G Adventures, Ocean Conservancy, Plastic Oceans, dilaut 8 juta ton plastik berakhir di laut setiap tahun 22% lumba-lumba dan paus memakan plastik 100% ilmuwan menemukan sampah plastik di setiap habitat pantai dimana kura-kura diteliti 90% burung laut terdapat plastik di perutnya 1 dari 3 ikan laut terpapar sampah plastik[3].
Gambar Biota laut memakan sampah plastik[4]
Sampah plastik yang masuk ke laut lama-kelamaan akan mengalami degradasi dan akan terurai menjadi partikel-partikel kecil yang disebut plastik mikro)[5]. Studi hasil investigasi dari State University of New York yang didukung Orb Media, menemukan adanya mikroplastik pada sampel air minum kemasan yang beredar di Jakarta, Medan, dan Denpasar[5]. Dampak turunan dari mikroplastik ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Meskipun ukuran plastik mikro yang kecil dan susah terlihat oleh mata, namun plastik mikro dapat berpotensi memberikan dampak negatif dan mencemari biota-biota yang ada di perairan. Efek samping dari mikro/nanoplastik dapat terjadi dari kombinasi toksisitas intrinsik plastik, komposisi kimia, dan kemampuan untuk menyerap, berkonsentrasi, dan melepaskan polutan lingkungan [6]. Selain itu plastik mikro dapat menjadi patogen yang berpotensi membawa spesies mikroba ke perairan. Biota diberbagai tingkat trofik dikhawatirkan terkontaminasi plastik mikro sehingga organisme tingkat trofik yang lebih rendah dikonsumsi, maka akan berpotensi mempengaruhi kesehatan manusia[7]. Plastik mikro dalam tubuh biota dapat merusak saluran pencernaan, mengurangi tingkat pertumbuhan, menghambat produksi enzim, menurunkan kadar hormon steroid, mempengaruhi reproduksi, dan paparan aditifnya bersifat toksik[8]. Berdasarkan pemaparan diatas maka sampah plastik dapat berdampak pada keberlangsungan makhluk hidup jika terus-menerus terjadi dan tidak ada penanganan secara maksimal dari pemerintah, yang kemudian memberikan arahan kepada para masyarakat terkait cara mengurangi permasalahan sampah tersebut.
Referensi:
[1] Anonim. 2019. Potret Sampah Plastik Di Indonesia Dari Impor Hingga Dana Hibah. (Online). https://fotokita.grid.id/read/111772764/potret-sampah-plastik-di-indonesia-dari-impor-sampah-hingga-dana-hibah?page=all
[2] Septiani, B. A., Arianie, D. M., Risman, V. F. A. A., Handayani, W., & Kawuryan, I. S. S. Pengelolaan Sampah Plastik Di Salatiga: Praktik, Dan Tantangan. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(1), 90-99.
[3] Kementrian Keuangan. 2019. Bumi Dalam Kantong Plastik. Media Keuangan. Vol XIV (144) [4] Hiar Hairil, 2018. Saat Laut Terpapar Sampah Plastik Jadi Pembahasan Global. (Online). https://kieraha.com/saat-laut-terpapar-sampah-plastik-jadi-pembahasan-global/
[5] Galgani, F. The Mediterranean Sea: From litter to microplastics. (2015) Micro 2015: Book of abstracts.
[6] Gregory, M.R., 1996).Gregory, 1996. M.R. GregoryPlastic ‘Scrubbers’ in Hand Cleansers: a further (and minor) source for Marine Pollution Identified. Marine Pollution Bulletin.
[7] Rochman, C.M.,Tahir,A.,Baxa, D.V.,Williamsm S., Werorilangi, S. And Teh, S.J.2015. Antropogenic Debris In Seafood: Plastic Debris And Fiber From Textiles In Fish And Shellfish Sold For Human Comsumprtion. Sci.Report5: DOI: 10.1038/Srp 14340.
[8] Wright, S.L., Thompson, R.C., Galloway, T.S., 2013. The Physical Impacts Of Microplasticson Marine Organisms: A Review. Environ. Pollut. 178, 483–492.