Plastik Ramah Lingkungan dari Gelatin Ceker Ayam dan Ampas Tebu

Oleh: Yolanda Victoria Beberapa tahun terakhir komunitas peduli lingkungan mulai gencar untuk mempromosikan program “Diet Kantong Plastik”. Meskipun penambahan biaya untuk […]

blank

blank

Oleh: Yolanda Victoria

Beberapa tahun terakhir komunitas peduli lingkungan mulai gencar untuk mempromosikan program “Diet Kantong Plastik”. Meskipun penambahan biaya untuk pemakaian kantong plastik diterapkan, plastik tetap lebih diminati karena unsur kepraktisan. Penggunaan plastik yang berlebihan dikhawatirkan karena plastik susah terurai di alam, memicu perubahan iklim dan mencemari lingkungan[1].

Pengembangan dan penggunaan kantong plastik dan kemasan pangan yang ramah lingkungan dapat menjadi alternatif untuk menggantikan plastik sintetis. Plastik ramah lingkungan atau bio-polimer dapat tersusun dari karbohidrat, protein, lemak, atau kombinasi dari ketiganya. Pada tahun 2017, gabungan peneliti di bidang teknologi dan kemasan pangan dari Malaysia, Inggris dan Thailand berhasil memproduksi kemasan pangan yang terbuat dari gelatin ceker ayam dan campuran ampas tebu[2]. Ampas tebu digunakan karena kadar selulosanya yang tinggi, yaitu sekitar 40-50% konten selulosa. Kombinasi antar gelatin dari ceker ayam dan selulosa dari ampas tebu diperlukan untuk memproduksi kemasan dengan karakteristik yang baik.

blank

Gambar 1. Ceker dan Ampas Tebu

Tahapan pembuatan plastik ramah lingkungan atau biopolimer dimulai dari ekstraksi gelatin dari ceker ayam. Ekstraksi diawali dengan merendam daging ceker yang sudah dipisahkan dari tulang dengan asam fosfat. Hasil ekstraksi yang sudah pekat kemudian didiamkan agar membentuk gel. Gel tersebut dikeringkan dan dihancurkan menjadi bubuk gelatin. Hasil analisis menunjukkan bahwa gelatin dari ceker ayam mengandung sebanyak 74.22% protein.

Tahapan selanjutnya adalah pemurnian selulosa dari ampas tebu. Pemurnian dilakukan dengan tujuan memisahkan selulosa dari residu lain dari ampas tebu. Ampas tebu semula dikeringkan dengan oven, kemudian dihancurkan menjadi bubuk ampas tebu. Bubuk ampas tebu tersebut kemudian dilarutkan ke dalam natrium hidrokisa (NaOH) serta hidrogen peroksida (H2O2). Hal ini dilakukan agar substansi lain selain selulosa dapat larut dan terbuang bersama NaOH dan H2O2. Bubuk ampas tebu kemudian disaring kembali dan dicuci dengan air distilasi.

Setelah ekstraksi gelatin dan pemurnian selulosa selesai, tahapan selanjutnya adalah membuat larutan bio-polimer dari campuran substansi tersebut. Selain mencampur gelatin ceker ayam dengan selulosa dari ampas tebu, penelitian ini menambahkan gliserol untuk menghasilkan kemasan pangan yang elastisitasnya memuaskan. Larutan bio-polimer kemudian dicetak pada cetakan berbahan silikon dan dikeringkan selama 2-3 hari.

blank

Gambar 2. Contoh aplikasi bio-polimer sebagai kemasan pangan[3]

Pemanfaatan produk sampingan sebagai bio-polimer ini menunjukkan hasil yang cukup menarik. Bio-polimer dari gelatin ceker ayam dan ampas tebu dapat menangkal masuknya sinar UV dengan baik. Kemasan dengan karakteristik seperti ini cocok untuk membungkus makanan yang gampang rusak karena oksidasi sinar UV. Sementara itu, penambahan ampas tebu pada bio-polimer dari gelatin ceker ayam dapat meningkatkan tensile strength kemasan. Sederhananya, tensile strength adalah seberapa kuat kemasan dapat menahan beban sebelum kemasan tersebut putus.

Meskipun demikian, bio-polimer ini memiliki water vapor permeability (WVP) yang tinggi. Tingginya WVP menunjukkan banyaknya jumlah uap air yang dapat melewati kemasan. Hal ini dianggap kurang memuaskan karena kemasan yang baik diharapkan dapat menangkal masuknya uap air agar kualitas produk tetap terjaga. Saat ini, bio-polimer dari gelatin ceker ayam hanya berpotensi untuk membungkus makanan kering karena sifat gelatin yang mudah larut dalam air. Kedepannya, para peneliti ingin mempelajari lebih lanjut mengenai interaksi bio-polimer ini dengan air. Penelitian selanjutnya diharapkan mampu memproduksi bio-polimer yang dapat membungkus makanan dengan kelembapan yang tinggi.

Para peneliti berharap hasil riset ini dapat memicu praktisi teknologi pengolahan pangan dan hasil pertanian untuk mengolah limbah dan produk sampingan menjadi plastik atau kemasan pangan yang ramah lingkungan.

Daftar Pustaka

[1] Tew ST, Soon JM, Benjakul S, Prodpran T, Vittayanont M, Tongnuanchan P. 2017. Development of gelatin-based bio-film from chicken feet incorporated with sugarcane bagasse”. Nutrition and Food Science. Vol. 47 Issue 2. DOI: dx.doi.org/10.1108/NFS-07-2016-0086

[2] GIDKP.2017.Pemerintah kabupaten kota di Indonesia rumuskan strategi pelarangan kantong plastik untuk mewujudkan pengurangan sampah 2025. Diakses dari: http://dietkantongplastik.info/2018/05/02/pemerintah-kabupaten-kota-di-indonesia-rumuskan-strategi-pelarangan-kantong-plastik-untuk-mewujudkan-pengurangan-sampah-2025/. Diakses pada: 23 Mei 2018

[3] Molecular recipes.2017.Edible film: create amazing see through recipes. Diakses dari: http://www.molecularrecipes.com/techniques/edible-film-create-amazing-see-through-recipes/. Diakses pada: 23 Mei 2018

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.