Potensi Limbah Batu Bara Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) Dalam Peningkatan Infrastruktur Ramah Lingkungan Menuju Indonesia Emas 2045

Pendahuluan Bahan tambang berupa batu bara menjadi tulang punggung energi utama di Indonesia. Terbukti 20 provinsi yang memiliki kandungan batu […]

Pendahuluan

Bahan tambang berupa batu bara menjadi tulang punggung energi utama di Indonesia. Terbukti 20 provinsi yang memiliki kandungan batu bara terbesar diantaranya Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur dengan kandungan total 161,34 miliar ton (Dirjen Mineral dan Batubara, 2013). Kebutuhan akan energi terus ditingkatkan melalui program pemerintah dengan penyediaan energi listrik terhadap seluruh wilayah di Indonesia. Sektor yang menjadi prioritas terhadap penyuplai energi listrik selain PLN adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan total pemakaian batu bara sebesar 97 juta ton (Wiratmini, 2020). Aktivitas pertambangan batubara merupakan rangkaian kegiatan yang sangat panjang mulai dari kegiatan penyelidikan sampai dengan pasca tambang. Keuntungan akan energi batu bara diiringi dengan kerugian yang besar terhadap lingkungan hidup dimana kegiatan pertambangan mengakibatkan kerusakan seperti tidak berfungsinya secara optimal ekosistem tanah, kualitas air dan biodiversity dari limbah yang dihasilkan. Limbah hasil batu bara yang dihasilkan dengan komposisi Fly ash dan Bottom ash sekitar 55%-85% (Haryanti, 2015). Upaya pemanfaatan limbah batu bara digerakan dengan memakai konsep sederhana namum sangat konkrit hasilnya yaitu reuse, recycle dan recovery. Reuse merupakan penggunaan suatu produk kembali tanpa melalui proses secara kimia, fisika dan biologi, Recycle merupakan proses daur ulang produk melalui proses secara kimia, fisika dan biologi, dan Recovery merupakan perolehan kembali suatu produk dengan adanya nilai manfaat. Ketiga metode ini tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan manusia. Pemanfaatan ini digerakan menuju ke domain infrastruktur.

Berbagai macam infrastruktur diantaranya gedung, jalan-jalan nasional, dan jembatan memiliki bahan dasar material konstruksi. Material konstruksi diantaranya semen, beton, pasir, dan keramik. Mengganti bahan baku material konstruksi dengan cara mengolah fly ash dan bottom ash menjadi material ramah lingkungan. Jika kita lihat visi menuju Indonesia emas 2045 salah satunya adalah dengan pemerataan dan peningkatkan infrastruktur yang ramah lingkungan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (Bappenas,2019). Hal ini juga didukung pemerintah bedasarkan PP 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan telah mengeluarkan fly ash dan bottom ash dari kelompok limbah non B3 (bahan beracun dan berbahaya). Peraturan ini secara tidak langsung mendukung percepatan infrastruktur yang tiap tahunnya mengalami peningkatan pertumbuhan.

Potensi Limbah Batu Bara

FABA sebagai sisa abu pembakaran yang tidak terbakar. Fly ash bersifat pozolanik karena partikelnya sangat ringan dan halus sedangkan Bottom ash bersifat kasar dan besar. Kedua material tersebut kaya akan bahan kimia seperti silika, alumina, kalsium oksida, dan fero oksida. Limbah batu bara diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu limbah B3 dan Non B3. Golongan B3 adalah residu yang memiliki kandungan bahan beracun sehingga dapat merusak lingkungan, kesehatan dan berbahaya bagi makhluk hidup. Sedangkan limbah Non B3 berupa sisa reja dan skrap yang biasanya digunakan sebagai bahan baku produksi industri dan dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) (Indriyati et al., 2019). Produksi limbah yang dihasilkan berasal dari PLTU mencapai 2 juta ton di tahun 2006, dan mengalami peningkatan sebesar 3,3 juta ton di tahun 2009. Masyarakat mungkin khawatir akan toksisitas yang terkandung dalam FABA. Hal ini sudah terjawab bedasarkan penelitian dari Hadijah dan Untung (2006) konsentrasi kimia di lingkungan untuk fly ash hanya sebesar 64.980 – 70.000 ppm dan bottom ash 77.729 – 89.350 ppm dengan kisaran 10.000-100.000 ppm, dimana hasil ini menyatakan ketidaktoksikan. Jenis yang non B3 inilah yang menjadi bahan alternatf dalam bahan baku infrastruktur.
Bahan-bahan infrakstruktur pertama batako. Batako terbentuk dari kombinasi bahan pasir, kerikil dan air. Kemudian mengalami proses pencetakakan dan pemadatan menjadi balok. Pemanfaatan FABA terhadap bahan baku batako adalah dengan menajdi campuran dalam proses pembutan. Campuran optimum berupa 0,75 semen, 0,25 sak fly ash dan penambahan 300 kg pasir. Batako yang dihasilkan memiliki sifat kokoh dengan uji tekan sebesar 61,88 kg/cm2 dan umur yang lama (Mashuri et al., 2012). Kedua adalah material berbahan dasar semen seperti genteng, beton, pavilion blok. Genteng dengan komposisi bottom ash dan semen 60% menghasilkan kelenturan yang didapatkan sebesar 857,88 N sedangkan yang berbahan campuran fly ash menghasilkan ketahan sebesar 11,042 kpa. Beton ramah lingkungan sudah banyak dilakukan memiliki daya tekan sebesar 30 – 40% sehingga lebih unggul jika dibandingkan dengan bata dan terakhir pavilion blok dengan campuran fly ash menghasilkan ketahanan selama 28 hari dan kekuatan sebesar 262,4 Kg/cm2 (25,7 MPa) (Zakaria, 2020). Pemanfaatan FABA menjadi bahan pengganti semen sudah banyak dilakukan di berbagai negara diantaranya India sebanyak 26,88% (Yousuf et al., 2020) dan Jepang sebanyak 66% (Steven & Moon., 2013). Dalam mendukung pemanfaatan FABA menjadi material konstruksi yang ramah lingkungan perlu memenuhi persyaratan dalam hal kualitas yang harus terpenuhi seperti pengujian kuat tekan, ketahan dan kuat lentur.
Aktivitas pertambangan batu bara terus meningkat diberbagai daerah di Indonesia, khususnya di daerah luar jawa. Pemanfaatan kembali limbah batu bara berupa fly ash dan bottom ash masih kecil presentasinya dibandingkan limbah yang dihasilkan. Bedasarkan data Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun Dan Limbah Non Bahaya Beracun Kementrian Lingkungan Hidup (2019) mencatat hanyak sekitar 0,10%-0,30% yang dimanfaatkan.

Potensi Ekonomi

Analisis ekonomi terhadap potensi pemanfaatan limbah juga menjadi salah satu penunjang menuju Indonesia emas 2045. Dengan meningkatnya kualitas bahan baku infrastruktur maka terkorelasi dengan bertambahnya valuasi di sektor-sektor usaha pembuatan bahan material. Komisaris PT Bukit Pembangkit Innovative Sri Andini mengatakan Negara dapat menghemat anggaran sebesar Rp4,3 triliun untuk infrakstruktur dan beliau menegaskan bahwasanya Negara lain juga sudah melakukan hal serupa dengan tingkat pemanfaatan FABA sebesar 44,8%-86%. Kebijakan manajemen atau pemanfaatan diferensial limbah FABA bedasarkan PP 2021 sudah tepat dilakukan karena di beberapa Negara seperti di Amerika Serikat dan Eropa dengan pemanfaatan sebesar 70%-100% (Sofi et al. 2017). Di Asia sendiri seperti Jepang memanfaatkan Fly ash hingga 92%, Vietnam minimal 60% sejak 2014 (Thenepalli et al. 2018). Dengan Gerakan Indonesia menuju 2045 sudah seharusnya pemanfaatan FABA dalam infrakstruktur di setiap daerah dimaksimalkan.

Kesimpulan

Setiap aktivitas manusia selalu akan berdampak terhadap lingkunganya, akan tetapi hanya upaya minimalisasi yang menjadi kuncinya. Langkah Indonesia menuju 2045 dengan meningkatkan infrastruktur yang ramah lingkungan berbahan dasar limbah batu bara berupa Fly ash dan bottom ash (FABA) menjadi salah satu potensi untuk mengatasi permasalahan linkungan. Upaya pemerintah dengan melegalkan limbah FABA menjadi limbah non B3 bedasarkan PP 2021 merupakan langkah awal yang tepat dan cermat. Material-material berbahasan dasar limbah FABA terbukti ramah lingkungan dengan memiliki daya tahan yang lebih kuat, ketahanan dan kelenturan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Bappenas. (2019). Visi Indonesia 2045 – Background Study. In Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
  2. Badan  Pusat  Statistik.  (2021a).  Hasil  sensus  penduduk  2020.  https://www.bps.go.id/website/materi_ind/materiBrsInd-20210121151046.pdf
  3. Global News Id. (2021, April 9). Limbah Batu Bara Berpotensi Jadi Primadona Baru Dalam Pengembangan Industri. Diakses Dari Https://Globalnews.Id/Limbah-Batu-Bara-Berpotensi-Jadi-Primadona-Baru-Dalam-Pengembangan-Industri.
  4. Hadijah, N. R., Khaerunnisa, H. And Untung, S. R. (2006) “Uji Toksisitas Akut Lc50 Bahan Abu Terbang Dan Abu Dasar Serta Pengaruhnya Terhadap Reproduksi Daphnia Carinata King,” Jurnal Teknologi Mineral Dan Batubara, 37(14), Pp. 29–36
  5. Haryanti, N. H. (2015). Kuat Tekan Bata Ringan Dengan Campuran Abu Terbang Pltu Asam-Asam Kalimantan Tengah. Jurnal Fisika Flux, 12(1), 20–30.
  6. Indriyati, T. S., Malik, A., & Alwinda, Y. (2019). Kajian Pengaruh Pemanfaatan Limbah Faba (Fly Ash Dan Bottom Ash) Pada Konstruksi Lapisan Base Perkerasan Jalan. Jurnal Teknik, 13(2), 112–119. Https://Doi.Org/10.31849/Teknik.V13i2.3168
  7. Mashuri, Adam, A. A., Rahman, R., & Setiawan, A. (2012). Penggunaan Abu Terbang Batubara Pada Pembuatan Batako Di Kota Palu. Majalah Ilmiah Mektek,3,85–92. Http://Jurnal.Untad.Ac.Id/Jurnal/Index.Php/Mektek/Article/View/1037
  8. Sofi, M. , Lumantarna, E. , Zhou, Z. , San Nicolas, R. And Mendis, P. (2017) From Hydration To Strength Properties Of Fly Ash Based Mortar. Journal Of Materials Science And Chemical Engineering, 5, 63-78. Doi: 10.4236/Msce.2017.512006.
  9. Tatan, Z., & Juniarti, A.D. (2020). Studi Kelayakan Pemanfaatan Fly Ash Dan Bottom Ash Menjadi Paving Blok Di Pltu Banten 3 Lontar.
  10. Thenepalli, T., Ngoc, N. T. M., Tuan, L. Q., So, T. H., Hieu, H. H., Thuy, D. T. N., Thao, N. T. T., Tam, D. T. T., Huyen, D. T. N., Van, T. T., Chilakala, R., & Ahn, J. W. (2018). Technological Solutions For Recycling Ash Slag From The Cao Ngan Coal Power Plant In Vietnam. Energies, 11(8), 1– 18.
  11. Wiratmini, N. P. E. (2020, January 13). Amankan Pasokan Batu Bara, PLN ikat  kontrak  jangka  panjang.  Bisnis.com.  https://ekonomi.bisnis.com/read/20200113/44/1189699/  amankan-pasokan-batu-bara-pln-ikat-kontrak-jangka-panjang
  12. Yousuf, A., Manzoor, S. O., Youssouf, M., Malik, Z. A., & Sajjad Khawaja, K. (2020). Fly Ash: Production And Utilization In India-An Overview. J. Mater. Environ. Sci, 2020(6), 911–921.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top