(https://www.iter.org/sci/plasmaheating)
Pada temperatur yang sangat tinggi, sekumpulan gas akan mendapat gangguan termal (panas) yang menyebabkan elektron terlepas dari atom lalu menjadi ion positif. Jika jumlah atom yang berubah menjadi ion (ketika membahas wujud plasma, istilah ‘ion positif’ seringkali digantikan hanya dengan ‘ion’) melewati suatu nilai tertentu (karena terlepasnya elektron-elektron dari atom tersebut), maka terbentuklah fase keempat setelah gas yang disebut plasma. Plasma merupakan suatu wujud yang unik, kurang dikenal oleh manusia tetapi meliputi 99,99% alam semesta terlihat (visible universe). Hal tersebut terjadi karena secara natural, kondisi di bumi tidak mendukung untuk terbentuknya plasma kecuali aurora, ionosfer, dan petir. Dan diketahui berdasarkan penelitian dalam bidang astronomi dan kosmologi, alam semesta terlihat hanya meliputi 4% dari total komposisi penyusun alam semesta, 23% adalah materi gelap (dark matter) dan 73% energi gelap (dark energy). Jadi dapat disimpulkan bahwa plasma hampir meliputi 4% dari komposisi alam semesta terlihat yaitu alam semesta yang dapat kita indera.
Berbagai jenis plasma di alam semesta dalam angka temperatur dan densitas partikel (http://www.plasmas.org/E-4thstate250.gif)
Selain itu, sangat banyak jenis plasma yang di antaranya diklasifikasikan berdasarkan temperatur, derajat ionisasi (banyaknya gas yang terionisasi*), densitas*, dan pendekatan-pendekatan dari model yang mendeskripsikan plasma tersebut. Namun, di sini hanya akan dibahas salah satu jenis plasma yang memegang peran utama dalam reaksi fusi yaitu hot plasma. Meskipun disifati dengan kata ‘hot’ tetapi pengklasifikasian hot plasma didasarkan pada nilai derajat ionisasinya yang bernilai satu. Derajat ionisasi bernilai satu menandakan bahwa seluruh gas terionisasi dan plasma sepenuhnya berada dalam bentuk ion-elektron*. Besarnya nilai derajat ionisasi berbanding lurus dengan tingginya nilai temperatur, maka dari itu jika plasma berada dalam keadaan terionisasi penuh, dapat dipastikan bahwa plasma berada pada temperatur yang sangat tinggi (hot plasma).
*terionisasi adalah berubahnya suatu partikel netral menjadi ion positif karena lepasnya elektron
*densitas adalah jumlah partikel netral/bermuatan dalam suatu volume tertentu
*secara sederhana, plasma merupakan gas terionisasi (terionisasi seluruhnya atau sebagian) yang memenuhi syarat matematis nλD3≫ 1
Sudah dijelaskan dalam artikel sebelumnya, bahwa reaksi fusi terjadi dalam wujud plasma karena terjadi pada temperatur ekstrim. Secara natural, reaksi fusi terjadi pada seluruh bintang di alam semesta. Reaksi tersebutlah yang terus menjaga bintang dalam keadaan bercahaya (akibat pijaran api), termasuk bintang di tata surya kita yang menjadi sumber energi utama bagi kehidupan di bumi yaitu matahari. Akibat reaksi fusi, setiap detiknya matahari mengonversi 4.260.000.000 kg massanya menjadi energi yang akhirnya bisa kita manfaatkan untuk makanan, pembangkit listrik, transportasi, dan lain-lain. Terinspirasi dari manfaat luar biasa yang diberikan energi panas matahari terhadap kehidupan makhluk di bumi, maka manusia mencoba untuk membuat matahari buatan di bumi melalui reaktor fusi sehingga diharapkan akan dapat menjadi sumber energi masa depan. Kenapa disebut sebagai sumber energi masa depan ? Selain besar energi yang dihasilkannya, bahan bakar yang dibutuhkannya pun murah, berlimpah, dan mudah didapat serta merupakan reaktor ramah lingkungan yaitu tanpa emisi gas rumah kaca sama sekali; dan hanya menghasilkan limbah radioaktif berumur pendek pun tidak berbahaya.
Keuntungan berlimpah yang akan diperoleh dari reaktor fusi, bukan berarti tanpa tantangan. Salah satu tantangan dan sekaligus sebagai syarat utama terjadinya reaksi fusi adalah kriteria Lawson.
Kriteria Lawson
Kriteria lawson merupakan suatu syarat terjadinya reaksi fusi secara berkelanjutan tanpa tambahan energi dari luar. Inti konsep dari kriteria lawson adalah keseimbangan energi
Pnet merupakan total daya yang diperoleh untuk menjaga temperatur plasma agar fusi terus berlangsung; Pfus merupakan daya yang diperoleh dari reaksi fusi; Prad merupakan daya yang hilang dan terkonversi menjadi radiasi; dan Pcon merupakan daya yang hilang akibat lepasnya massa (muatan) dari plasma. Namun dalam perhitungan Lawson, Pcon diabaikan karena pengaruhnya tidak signifikan dibandingkan daya yang hilang akibat radiasi sehingga Prad = Ploss. Maka diperoleh
Pfus terkait erat dengan energi helium yang dihasilkan dalam tiap reaksi fusi yaitu sekitar 20% dari total energi yang dihasilkan; 80% energi yang terdapat pada neutron akan menjadi sumber energi panas dengan melalui segala prosesnya yang kemudian akan dikonversi menjadi energi listrik.
Reaksi fusi deuterium dan tritium menghasilkan helium, neutron, dan energi (https://www.euronuclear.org/info/encyclopedia/images/fusion.jpg)
Sedangkan daya yang hilang, Ploss ,sangat dipengaruhi oleh parameter energy confinement time τE yang dirumuskan dalam
Energy confinement time Pnet merupakan ukuran waktu yang terkait erat dengan kelajuan energi yang hilang akibat radiasi yang dihasilkan dari percepatan atau hamburan antar muatan. Jika τE besar maka Ploss kecil, yang berarti sistem pengungkungan plasma (confinement system) berfungsi secara baik dalam menjaga energi yang hilang. Karena τE berhubungan langsung dengan energi yang hilang, maka τE juga berhubungan secara langsung untuk membuat reaksi fusi secara berkelanjutan. Maka dari itu, τE termasuk salah satu parameter utama dalam keberlangsungan reaksi fusi.
Lalu dengan menggunakan kondisi bahwa terdapat kesetimbangan temperatur T antara ion dan elektron serta bahan bakar yang digunakan adalah isotop hidrogen*, yaitu deuterium (D)* dan tritium (T)* (reaksi antara D dan T memiliki kemungkinan terjadinya reaksi fusi yang paling tinggi jika dibandingkan kombinasi-kombinasi inti ringan lainnya yang memungkinkan), dengan jumlah bakan bakarnya adalah sama (nd = nt = n) serta keadaan awal gas memenuhi kondisi statistik Maxwell-Boltzmann maka diperoleh tiga parameter utama untuk merealisasikan reaksi fusi nuklir berkelanjutan secara mandiri melalui perkalian dari parameter densitas gas deuterium dan tritium n, energy confinement time τE, dan temperatur plasma T yang biasa disebut dengan triple product sebagai berikut
*isotop secara sederhana yaitu atom dengan nomor atom yang sama tetapi memiliki nomor massa yang berbeda. Jika terdapat suatu atom merupakan isotop dari atom lainnya, atom tersebut merupakan jenis atom yang sama dengan massa yang berbeda. Seperti isotop hidrogen, berarti merupakan unsur hidrogen dengan massa yang berbeda (tidak sama dengan 1 satuan massa atom)
*deuterium memiliki nomor atom yang sama dengan hidrogen tetapi nomor massa yang berbeda yaitu sama dengan 2 (isotop hidrogen) sehingga disebut/ditulis sebagai unsur hidrogen-2 (hidrogen dengan massa 2 satuan massa atom)
*tritium memiliki nomor atom yang sama dengan hidrogen tetapi nomor massa yang berbeda yaitu sama dengan 3 (isotop hidrogen) sehingga disebut/ditulis sebagai unsur hidrogen-3 (hidrogen dengan massa 3 satuan massa atom)
Nilai reaktivitas fusi dari bahan bakar Deuterium-Tritium (D-T), Deuterium-Deuterium(D-D), dan Deuterium-Helium-3 (D-He3). Semakin tinggi reaktivitas fusi, semakin sering reaksi fusi terjadi. Bahan bakar D-T memiliki reaktivitas tertinggi sampai pada temperatur 1000 keV. (https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d0/Fusion_rxnrate.svg/2000px-Fusion_rxnrate.svg.png)
Jika nilai triple product sudah dapat mencapai ignition (merupakan suatu keadaan ketika total energi/daya yang diperoleh lebih besar atau sama dengan nol) maka nilai Pnet ≥ 0 (artinya reaksi fusi sudah dapat terjadi secara mandiri dan berkelanjutan). Besar densitas partikel n dan temperatur T dapat diatur sedemikian rupa, sedangkan nilai τE merupakan tantangan terbesar yang sedang ingin dicapai oleh para peneliti.
Progress dari triple product yang sudah dicapai oleh seluruh reaktor fusi di dunia. Tiga puluh lima negara di dunia, bersama-sama sedang melaksanakan misi untuk mencapai kondisi ignition melalui ITER di Cadarache, France. (http://large.stanford.edu/courses/2012/ph240/ramos2/images/f2big.jpg)
Densitas partikel pada reaksi fusi adalah sebesar 1020 partikel/m3 yang terbilang cukup renggang, bahkan jauh lebih renggang dari densitas partikel di udara pada tekanan atmosfer dan suhu 20 derajat celcius yang berada pada orde 1025 partikel/m3. Alasan mengapa ditentukan densitas partikel yang rendah adalah untuk mengurangi energy loss. Karena semakin rapat partikel maka probabilitas terjadinya pembelokan partikel* karena hamburan lebih besar yang kemudian akan menghasilkan radiasi.
*pada kondisi partikel bergerak, semakin dekat muatan akan menyebabkan hamburan yang terjadi akan lebih besar sehingga semakin besar pula energi gerak yang hilang pada muatan tersebut akibat dikonversi menjadi energi radiasi.
Pengaruh temperatur terhadap triple product. Grafik ini dibuat untuk menentukan nilai minimum dari triple product. https://en.wikipedia.org/wiki/Lawson_criterion#/media/File:Fusion_tripleprod.svg
Lalu untuk nilai temperatur, berdasarkan nilai pada grafik di atas yaitu diambil pada titik ekstrim minimum reaksi D-T (grafik warna biru) sebesar 14 keV atau kurang lebih setara 150.000.000 K. Temperatur tersebut sangatlah tinggi, bahkan 10 kali lebih besar dari temperatur inti matahari. Adakah material yang kuat untuk menahan temperatur sebesar itu ? Jelas tidak. Maka dari itu, dibuatlah suatu sistem pengungkungan plasma dengan memanfaatkan interaksi partikel bermuatan dengan magnet pada tokamak yang dibuat sedemikian rupa agar plasma tidak menyentuh dinding material.
Berdasarkan nilai densitas partikel dan temperatur plasma, nilai kriteria Lawson akan mencapai ignition ketika energy confinement time τE ≥ 5 s. Hanya 5 s, tetapi bukanlah perkara yang mudah untuk dicapai karena cukup banyak faktor di dalam plasma yang mempengaruhi itu.
Dari kondisi ini dapat dipahami bahwa tantangan terbesar dalam merealisasikan fusi nuklir secara mandiri dan berkelanjutan terletak pada menjaga energi pada plasma dengan mengacu kepada kriteria Lawson (triple product). Berdasarkan perencanaan ilmiah yang telah dilakukan oleh para scientist dan engineer, ITER diharapkan dengan optimis akan dapat merealisasikan hal tersebut lalu kemudian akan dibuat reaktor daya DEMO (DEMOnstration Power Station) yang merupakan perealisasian dari reaktor eksperimen ITER untuk kebermanfaatan bagi seluruh manusia.
Daftar Pustaka
- Clara Moskowitz. (2011, 12 Mei). What’s 96 Percent of the Universe Made Of? Astronomers Don’t Know. Diperoleh 24 Mei 2018, dari https://www.space.com/11642-dark-matter-dark-energy-4-percent-universe-panek.html
- Euro-Fusion.”__”. Attaining Perfect Fusion Conditions. Diperoleh 24 Mei 2018, dari https://www.euro-fusion.org/fusion/fusion-conditions/
- ITER. (2014, Mei). After ITER. Diperoleh 24 Mei 2018, dari https://www.iter.org/sci/iterandbeyond
- ITER. ”__”. Making it Work. Diperoleh 23 Mei 2018, dari https://www.iter.org/sci/makingitwork
- Plasma-Universe. (2016, 5 Agustus). Plasma Classification (types of plasma). Diperoleh 23 Mei 2018, dari https://www.plasma-universe.com/Plasma_classification_(types_of_plasma)
- Warwick University Teaching Lecture. “__”. Lawson criterion/some plasma physics. Diperoleh 23 Mei 2018, dari https://warwick.ac.uk/fac/sci/physics/research/cfsa/people/pastmembers/peeters/teaching/lecture2.pdf
- Wikipedia. (2018, 1 Juli). Lawson Criterion. Diperoleh 23 Mei 2018, dari https://en.wikipedia.org/wiki/Lawson_criterion
- Wisnu dan Johan. (2016, 17 Mei). Dari Mana Datangnya Semua Energi yang Kita Gunakan?. Diperoleh 24 Mei 2018, dari https://www.zenius.net/blog/12141/sumber-semua-energi