Virus Tanaman Berperan Sebagai Pelindung Tanaman Ketika Kekeringan

Bagi sebagian orang, virus identik dengan penyakit. Virus hampir selalu dianggap merugikan. Tetapi, sebenarnya virus tidak selalu menyebabkan penyakit dan […]

blank

Bagi sebagian orang, virus identik dengan penyakit. Virus hampir selalu dianggap merugikan. Tetapi, sebenarnya virus tidak selalu menyebabkan penyakit dan merugikan. Misalnya pada tanaman, keberadaan virus tanaman dapat  melindungi mereka dari kerasnya ancaman lingkungan. Dengan virus tersebut, bahkan dapat menguntungkan pertumbuhan tanaman.  Hal ini seperti yang dilaporkan dalam jurnal Plant, Cell & Environment pada tanggal 18 Juli 2017[1].

Bagaimana fenomena ini bisa berlangsung? Mari kita tinjau setahap demi setahap.

Berkenalan Kembali dengan Virus

Virus merupakan sebuah partikel penginfeksi berukuran sangat kecil yang hanya mampu bereproduksi dengan menginfeksi sebuah sel inang. Virus membajak sel inang dan menggunakan apa yang ada (sumber daya) didalam sel inang untuk membuat lebih banyak virus. Mereka pada dasarnya memprogram ulang sel tersebut untuk menjadi pabrik virus. Karena mereka tidak mampu bereproduksi sendiri tanpa inang, virus tidak dianggap hidup. Mereka juga tidak memiliki sel, berukuran jauh lebih kecil daripada sel-sel makhluk hidup, dan pada dasarnya virus hanyalah sebuah kemasan dari asam nukleat dan protein[2].

blank

Gambar 1. Struktur virus, terdiri dari asam nukleat dan kapsid. Sebagian virus memiliki sampul (envelope)[2]

Virus yang Menguntungkan Inang

Virus menggunakan sumber daya inang untuk mendukung reproduksi dan penyebaran mereka. Oleh karena itu, infeksi virus dipercaya secara umum dapat membahayakan inangnya. Meskipun demikian, cara pandang seperti ini belum mewakili gambaran secara lengkap dari hubungan virus-inang. Beberapa virus fungi (jamur), bakteri, dan hewan bermanfaat bagi kelangsungan hidup dan reproduksi inang mereka. Satu virus dalam fungi endofit (hidup dalam jaringan tumbuhan), misalnya, diperlukan untuk menoleransi suhu tinggi dari tumbuhan inang, mengindikasikan sebuah hubungan tiga arah (virus, fungi, tumbuhan) yang saling menguntungkan[3]. Sejumlah bakteriofage (virus yang menginfeksi bakteri) diperlukan untuk virulensi (sifat penyebab penyakit) pada inang bakteri mereka[4]. Beberapa ascovirus dari tawon dapat bersifat saling menguntungkan dengan inangnya, tergantung strain (populasi dari satu garis keturunan) spesifik dari virus dan tawonnya[5]. Retrovirus endogen (dalam gen) manusia melindungi jaringan manusia dari infeksi oleh retrovirus eksogen (luar gen) Spleen necrosis virus dan bisa jadi juga melindungi fetus (janin) yang sedang berkembang[6].

blank

Gambar 2. Mikrograf elektron dari bakteriofage (atas) yang sedang menginfeksi bakteri inangnya (sel bawah)[7].

Persahabatan Virus dan Tanaman

Pada tanaman, mayoritas virus ditemukan dan dipelajari sebagai parasit patogen yang menyebabkan penyakit pada tanaman budidaya pertanian[8]. Meskipun demikian, sebagian besar virus tanaman mungkin tidak berbahaya sama sekali. Sebagian besar virus yang menyerang tanaman pertanian memiliki kerabat dekat di tanaman liar, yang tampaknya tidak menderita infeksi.  Dikutip dari TheScientist[9], Marilyn Roossinck, ekologist virus di Penn State University, berkomentar, “seringkali virus tidak menyebabkan gejala apa pun di tanaman liar. Dan sekarang kami menemukan bahwa beberapa dari mereka benar-benar bermanfaat” – setidaknya dalam kondisi tertentu.

Sebagai contoh, grup riset Roossinck telah menemukan bahwa Brome mosaic virus  dan Cucumber mosaic virus membantu beberapa tanaman menghadapi ancaman kekeringan. Kemungkinan ini terjadi sebagai akibat dari perubahan metabolisme sel tanaman yang disebabkan oleh infeksi virus[10]. Dalam laporan di jurnal Plant, Cell & Environment pada tanggal 18 Juli 2017[1], para peneliti di Centro de Investigaciones Biológicas di Madrid, Spanyol, menemukan bahwa infeksi simultan (sekaligus), dengan dua virus yang berbeda, meningkatkan kadar asam salisilat, hormon tanaman yang terkait dengan stres dan toleransi kekeringan.

blank

Gambar 3. Tanaman yang terinfeksi Potato virus X, dengan gejala daun memiliki gurat kuning. Sumber gambar[11].

“Jika kondisi normal, maka virus tersebut mungkin berbahaya,” Roossinck menjelaskan. “Tapi ketika mengalami kekeringan, maka virus tersebut jadi menguntungkan.” Mekanisme persis bagaimana virus menjadikan inang mereka lebih tahan terhadap kekeringan masih belum dipahami dengan baik. Walaupun begitu, mungkin saja suatu hari mekanisme molekuler yang mendukung infeksi virus seperti itu dapat dimanfaatkan dalam pengaturan pertanian, untuk membantu tanaman menghadapi kondisi kering, tambah Roossinck [9].

Selain infeksi virus seperti yang disebutkan, tanaman juga membawa berbagai virus tetap, yang bersemayam secara permanen di dalam organisme sehat dan ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui biji. “Di tumbuhan liar, kami menemukan sekitar 60 persen dari virus masuk ke dalam kategori permanen ini,” kata Roossinck. Banyak dari virus ini juga dapat menguntungkan inang mereka. Sebagai contoh, White clover cryptic virus menghambat pembentukan nodul (bintil) pengikat nitrogen pada legum (kelompok tanaman yang dapat memiliki nodul pengikat nitrogen), seperti teratai, ketika jumlah nitrogen tinggi. Pengaturan ini membantu tanaman tersebut menggunakan sumber daya secara lebih efisien[9].

Perlu Riset Lebih Lanjut

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami berbagai macam virus pada tumbuhan liar dan bagaimana mereka hidup berdampingan dan bahkan menguntungkan bagi mitra tumbuhan mereka, kata Roossinck [9].

Siapkah kita di Indonesia terlibat dalam proses kerja panjang ini?

Referensi :

  1. Aguilar, E., et al. 2017. Virulence determines beneficial trade-offs in the  response  of virus-infected  plants  to drought  via  induction  of  salicylic  acid. Plant, Cell and Environment. DOI: 10.1111/pce.13028
  2. Khan Academy. 2018. Intro to viruses. Khanacademy.org.
  3. Márquez, L.M., et al. 2007. A virus in a fungus in a plant – three way symbiosis required for thermal tolerance. Science 315: 513–515.
  4. Tinsley, C.R., et al. 2006. Bacteriophages and pathogenicity: more than just providing a toxin? Microbes and Infection 8: 1365–1371.
  5. Stasiak, K.,et al. 2005. Characteristics of pathogenic and mutualistic relationships of ascoviruses in field populations of parasitoid wasps. Journal of Insect Physiology 51: 103–115.
  6. Ryan, F.P. 2004. Human endogenous retroviruses in health and disease: a symbiotic perspective. Journal of the Royal Society of Medicine 97: 560–565.
  7. Sci-News. 2014. CrAssphage: Previously Unknown Ancient Gut Virus Lives in Half World’s Population. Sci-news.com.
  8. Zaitlin, M, Palukaitis, P. 2000. Advances in understanding plant viruses and virus diseases. In: Webster, R. K., et al., eds. Annual Review of Phytopathology. Palo Alto, CA, USA: Annual Reviews, 117–143.
  9. Asher, C. 2018. Researchers Learn from Plant Viruses to Protect Crops. TheScientist.
  10. Xu, P., et al. 2008. Virus infection improves drought tolerance. New Phytologist 180, 911–921.
  11. Discoverlife.org. http://www.discoverlife.org

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Yuk Gabung di Komunitas Warung Sains Teknologi!

Ingin terus meningkatkan wawasan Anda terkait perkembangan dunia Sains dan Teknologi? Gabung dengan saluran WhatsApp Warung Sains Teknologi!

Yuk Gabung!

Di saluran tersebut, Anda akan mendapatkan update terkini Sains dan Teknologi, webinar bermanfaat terkait Sains dan Teknologi, dan berbagai informasi menarik lainnya.