Dalam rentang waktu 2008 hingga 2017, utang luar negeri menjadi salah satu instrumen penting dalam pembiayaan pembangunan di banyak negara berkembang, termasuk anggota ASEAN. Namun, hubungan antara utang luar negeri dan pertumbuhan ekonomi masih menjadi perdebatan di kalangan ekonom. Sebuah penelitian Acuviarta, dkk (2021) dilakukan untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi utang luar negeri serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi di sembilan negara ASEAN: Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam. Studi ini tidak menyertakan Timor Leste karena pada tahun 2017 negara tersebut belum resmi menjadi anggota ASEAN.
Dalam penelitian yang akan dibahas dalam artikel ini, peneliti menggunakan dua pendekatan utama, yakni uji kausalitas granger dan regresi data panel. Dua uji ini dilakukan untuk memahami pola hubungan antara utang luar negeri dan variabel makroekonomi lainnya. Uji kausalitas granger untuk mengetahui hubungan sebab-akibat antara pertumbuhan ekonomi dan utang luar negeri, sementara regresi data panel digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor tertentu terhadap utang luar negeri. Variabel yang dianalisis mencakup nilai tukar, tingkat suku bunga, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor.
Baca juga: Cina 2024: Kebangkitan Sebagai Destinasi Utama bagi Ilmuwan Terkemuka Dunia
Hasil Penelitian terkait Hubungan Utang Luar Negeri dengan Berbagai Faktor
Pada hasil akhir penelitian, secara umum sejatinya tidak ada hubungan kausal antara pertumbuhan ekonomi dan utang luar negeri. Artinya, perubahan dalam tingkat utang luar negeri tidak secara langsung memengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN, pun begitu sebaliknya. Temuan ini akhirnya mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang lebih dominan, seperti kondisi global atau kebijakan ekonomi domestik.
Selanjutnya, analisis regresi data panel yang diuji sejalan juga mengungkapkan bahwa nilai tukar memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap utang luar negeri. Ketika nilai tukar mata uang domestik melemah, negara-negara cenderung mengurangi pinjaman luar negeri karena beban pembayaran utang dalam mata uang asing meningkat. Demikian pula, tingkat suku bunga menunjukkan dampak negatif signifikan. Biaya pinjaman yang lebih tinggi mendorong negara-negara untuk membatasi utang luar negeri mereka, yang pada akhirnya mengurangi ketergantungan pada pembiayaan eksternal.
Lebih lanjut, faktor pengeluaran pemerintah juga memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap utang luar negeri. Ketika pemerintah mampu mengelola anggaran dengan efisien, kebutuhan untuk mengambil pinjaman luar negeri dapat berkurang. Sebaliknya, ekspor menunjukkan hubungan positif yang signifikan dengan utang luar negeri. Peningkatan ekspor sering kali diikuti oleh kebutuhan investasi tambahan untuk memperluas kapasitas produksi dan memperkuat daya saing di pasar internasional, yang pada gilirannya mendorong negara-negara untuk mengambil utang luar negeri. Faktor investasi pun menunjukkan pengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap utang luar negeri, yang mengindikasikan bahwa perubahan dalam tingkat investasi tidak secara langsung memengaruhi jumlah pinjaman luar negeri.
Namun, penting untuk dicatat bahwa peningkatan ekspor, meskipun berdampak positif terhadap perekonomian, juga dapat mendorong negara-negara untuk mengambil lebih banyak utang luar negeri. Oleh karena itu, strategi peningkatan ekspor harus diimbangi dengan upaya untuk mengelola risiko utang secara berkelanjutan. Pemerintah negara-negara ASEAN perlu memastikan bahwa pinjaman yang digunakan untuk mendukung sektor ekspor diarahkan pada proyek-proyek yang memberikan manfaat jangka panjang dan meningkatkan daya saing ekonomi secara keseluruhan.
Temuan Penting yang Bisa Dipelajari
Akhirnya, temuan ini memiliki implikasi penting bagi kebijakan ekonomi di negara-negara ASEAN. Pengelolaan nilai tukar yang stabil menjadi salah satu prioritas utama untuk mengurangi tekanan pada utang luar negeri. Stabilitas nilai tukar dapat dicapai melalui peningkatan cadangan devisa, kebijakan moneter yang hati-hati, dan koordinasi yang baik antara pemerintah dan bank sentral. Selain itu, kebijakan pengeluaran pemerintah juga memegang peranan penting. Pengalokasian anggaran yang efektif, terutama untuk sektor-sektor produktif seperti infrastruktur dan pendidikan, dapat mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi pemahaman mengenai dinamika utang luar negeri di ASEAN. Tidak adanya hubungan kausal antara pertumbuhan ekonomi dan utang luar negeri menunjukkan bahwa pengelolaan utang harus dilakukan dengan hati-hati, tanpa mengharapkan dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pengaruh signifikan dari nilai tukar, suku bunga, pengeluaran pemerintah, dan ekspor menyoroti pentingnya kebijakan yang holistik dan terkoordinasi untuk mengelola utang luar negeri secara berkelanjutan.
Melalui temuan ini, pembuat kebijakan di negara-negara ASEAN dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah, dan memaksimalkan potensi ekspor tanpa meningkatkan beban utang. Dengan demikian, negara-negara ASEAN dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di masa depan.
Referensi
Acuviarta., Priadana, Sidik., Al Zyad, Muhammad Thoriq. 2021. Menakar Peran Utang Luar Negeri terhadap Kinerja Ekonomi Makro Negara Berkembang. Jurnal Riset Ilmu Ekonomi: 1 (2).