Perkembangan kecerdasan buatan (AI) telah menciptakan dampak signifikan dalam banyak sektor, termasuk dunia musik. AI mengubah cara kita memahami, menciptakan, dan menikmati musik, mulai dari penciptaan otomatis hingga personalisasi pengalaman pendengar. Berdasarkan artikel review yang ditulis oleh Civit et al. (2022), teknologi AI dalam musik tidak hanya memberikan kemudahan teknis, tetapi juga membuka peluang baru bagi kolaborasi antara musisi dan mesin serta menimbulkan tantangan etika dalam dunia seni.
1. Pembuatan Komposisi Musik Otomatis
Teknologi AI telah memungkinkan pembuatan komposisi musik otomatis yang sebelumnya memerlukan kreativitas manusia. Teknik AI seperti Recurrent Neural Networks (RNN), Generative Adversarial Networks (GAN), dan Variational Autoencoders (VAE) kini mendominasi model generasi musik. Beberapa contoh sistem seperti MuseGAN, MusicVAE, dan Magenta Transformer, mampu menghasilkan musik dalam berbagai gaya tergantung pada dataset yang digunakan. Berikut adalah contoh lagu buatan AI yang nyaman didengar:
Penggunaan dataset spesifik sangat menentukan gaya musik yang dihasilkan, misalnya menggunakan dataset chorale gaya Barok untuk menghasilkan karya yang menyerupai musik Bach. Meski begitu, banyak dari sistem ini memerlukan penyesuaian dan penyempurnaan oleh komposer untuk memastikan hasil akhir tetap memiliki karakter dan emosi manusia.
Dalam komposisi gaya spesifik, AI berhasil menjadi alat bantu yang efektif. Namun, keterbatasan utama adalah bias terhadap dataset, yang menyebabkan AI sering kali menghasilkan musik dalam gaya tertentu secara berulang, sehingga cenderung kehilangan kebaruan. Tantangan berikutnya adalah bagaimana AI dapat menciptakan musik yang lebih bebas dari kendala dataset namun tetap artistik. Sebagai contoh, DeepBach, yang menghasilkan musik dalam gaya Bach, memiliki keterbatasan dalam fleksibilitas gaya karena sangat bergantung pada data latihannya.
2. Penyempurnaan dan Otomatisasi Produksi Musik
AI memainkan peran penting dalam produksi musik, terutama untuk otomatisasi proses seperti mixing dan mastering. Layanan seperti LANDR menggunakan AI untuk mastering audio, membuat musik dengan kualitas profesional lebih mudah diakses. Namun, penelitian menunjukkan bahwa integrasi AI ke dalam platform Digital Audio Workstations (DAW) seperti Ableton masih terbatas. Meskipun sistem seperti Magenta dan OpenAI Jukebox menawarkan antarmuka berbasis web, kedua platform tersebut belum sepenuhnya terintegrasi dalam ekosistem produksi yang biasa digunakan para produser musik. Hal ini menunjukkan peluang besar bagi pengembangan teknologi yang lebih menyatu dengan alur kerja musik profesional, sehingga AI dapat secara optimal menjadi bagian dari proses produksi tanpa memerlukan banyak adaptasi dari pengguna.
3. Kolaborasi Kreatif antara Manusia dan Mesin
AI memberikan kesempatan bagi kolaborasi baru antara musisi dan mesin. Dalam banyak proyek musik berbasis AI, kreator manusia tetap memegang peranan utama dalam pengarahan kreativitas, sementara AI memberikan pola atau elemen tambahan yang dapat diolah lebih lanjut. Album Hello World yang diciptakan oleh proyek FLOW Machines adalah contoh nyata, di mana AI berperan sebagai alat bantu dalam komposisi. Beberapa algoritma generasi musik seperti Magenta MusicVAE dapat menghasilkan pola melodi yang menarik, namun, pada akhirnya, musisi yang memutuskan bagaimana pola tersebut diintegrasikan ke dalam komposisi yang lebih kompleks.
Namun, studi menunjukkan bahwa sistem AI sering kali cenderung menghasilkan komposisi yang dapat diprediksi, khususnya ketika menggunakan aturan ketat atau dataset gaya tertentu. Sebagai contoh, EvoComposer dan Deep-J memiliki kemampuan untuk meniru gaya tertentu, tetapi terkadang pola yang dihasilkan bisa terkesan terlalu ‘terduga’ dan kehilangan elemen kejutan yang biasa ada dalam musik manusia. Hal ini menjadi tantangan dalam menciptakan AI yang benar-benar inovatif namun tetap memiliki cita rasa seni yang tinggi.
4. Personalisasi Musik untuk Pendengar
AI membuat pengalaman mendengarkan musik menjadi lebih personal dan relevan melalui algoritma yang mempelajari preferensi pendengar. Platform seperti Spotify dan YouTube Music menggunakan AI untuk menganalisis kebiasaan mendengarkan dan merekomendasikan lagu yang sesuai dengan suasana hati atau aktivitas pengguna. Algoritma ini memanfaatkan data besar untuk memahami preferensi musik individu dan dapat memberikan rekomendasi lagu baru yang belum pernah didengar sebelumnya, namun sesuai dengan selera mereka.
Penelitian menunjukkan bahwa rekomendasi musik AI sangat dipengaruhi oleh dataset dan algoritma yang digunakan. Ketika algoritma didasarkan pada data yang spesifik atau kurang beragam, rekomendasi musik mungkin menjadi kurang representatif dari seluruh genre musik. Dengan kata lain, AI harus dioptimalkan agar rekomendasi musik lebih beragam, sehingga pengalaman pendengar tidak terbatas pada satu gaya tertentu.
5. Identifikasi Hak Cipta dan Plagiarisme
AI juga berperan dalam menjaga hak cipta dan mengidentifikasi plagiarisme musik secara cepat dan akurat. Beberapa algoritma yang dikembangkan mampu mendeteksi pola yang mirip dengan karya musik yang sudah ada, membantu industri dalam menjaga keaslian karya seni. Namun, sebagian besar sistem AI untuk generasi musik saat ini belum memasukkan aspek antarmuka pengguna yang memadai dan isu-isu emosional dalam desainnya, padahal kedua aspek ini penting, terutama dalam komposisi untuk media seperti film atau game yang memerlukan keterikatan emosi.
6. Tantangan Etika dalam Seni Musik AI
Perkembangan AI dalam musik juga memunculkan sejumlah tantangan etika. Misalnya, ketika sistem AI secara dominan menghasilkan karya berdasarkan dataset tertentu, ada risiko bahwa karya musik yang dihasilkan akan terlalu homogen dan kehilangan unsur keunikan yang biasanya berasal dari inspirasi manusia. Penelitian menyoroti bahwa meskipun sistem AI canggih seperti Jukebox dari OpenAI mampu menghasilkan musik lengkap dari ritme hingga lirik, musik yang dihasilkan sering kali memiliki artefak suara yang mudah dikenali sebagai buatan AI, sehingga kurang alami dan sulit diterima dalam produksi profesional tanpa modifikasi signifikan.
Tantangan lainnya adalah perlindungan hak cipta, terutama ketika musik yang dihasilkan AI memiliki kemiripan dengan karya yang sudah ada. Pertanyaan tentang siapa yang memiliki hak cipta atas karya yang dihasilkan AI – apakah kreator algoritma, pengguna, atau perusahaan penyedia layanan – masih menjadi perdebatan. Selain itu, dampak AI terhadap profesi musisi juga menjadi perhatian. Jika AI terus berkembang dan semakin mampu menghasilkan karya yang kompleks, ada kemungkinan profesi musisi akan terancam, terutama bagi mereka yang bergantung pada pekerjaan komposisi standar.
Kesimpulan
AI telah mengubah dunia musik dalam berbagai cara, dari penciptaan otomatis hingga personalisasi pengalaman mendengarkan. Inovasi AI menawarkan peluang besar dalam kolaborasi kreatif, peningkatan kualitas produksi, dan kemampuan untuk menghadirkan pengalaman musik yang lebih personal bagi pendengar. Meski begitu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa AI dalam musik masih dihadapkan pada tantangan seperti bias dataset, keterbatasan antarmuka, dan keterbatasan emosi dalam komposisi.
Di masa depan, AI kemungkinan besar akan menjadi bagian integral dalam industri musik, bukan untuk menggantikan musisi, tetapi untuk mendukung proses kreatif dan produksi. Namun, perlu adanya keseimbangan agar AI tetap menjadi alat yang membantu, bukan menggantikan, manusia dalam menciptakan musik yang penuh dengan emosi, orisinalitas, dan keberagaman budaya.
Daftar Pustaka
Civit, M., Civit-Masot, J., Cuadrado, F., & Escalona, M. J. (2022). A systematic review of artificial intelligence-based music generation: Scope, applications, and future trends. Expert Systems with Applications, 209, 118190.