Selama ini obat anti nyamuk yang biasa digunakan dalam produk-produk anti-nyamuk menggunakan bahan kimia seperti DEET (N,N-Diethyl-3-methylbenzamide) dan picaridin. DEET sebenarnya cukup aman untuk digunakan, akan tetapi paparan jangka panjang terhadap DEET juga dapat memberikan konsekuensi yang tidak baik untuk tubuh seperti misalnya kemungkinan timbulnya penyakit saraf, kanker, dan iritasi kulit. DEET juga dikabarkan mulai menurun efektivitasnya yang disebabkan oleh menurunnya respon efektivitas nyamuk terhadap DEET. Sebagian besar nyamuk–terutama penyebab penyakit demam berdarah, penyakit kuning, dan chikungunya—bahkan diindikasikan telah memiliki kekebalan terhadap senyawa kimia tersebut. Hal ini mendorong para ilmuwan akhirnya berusaha mencari alternatif baru pengganti DEET.
APA ITU DEET?
DEET merupakan bahan aktif yang terkandung di dalam produk-produk penolak nyamuk yang banyak dijual di pasaran, dan umumnya digunakan dalam konsentrasi 5% hingga paling tinggi 98%. DEET pertama kali dikembangkan oleh kelompok militer Amerika Serikat dan mulai diproduksi secara komersil pada tahun 1957.
Adapun struktur kimia dari DEET (N,N-Diethyl-3-methylbenzamide) adalah sebagai berikut:
DEET disintesis menggunakan bahan kimia asam fenilasetat (R-COOH) dan tionil klorida (SOCl2) melalui 2 tahapan: 1) Asam fenilasetat direaksikan dengan tionil klorida untuk menghasilkan asil klorida, dalam persamaan reaksi:
R-COOH + SOCl2 → R-C(O)Cl + SO2 + HCl
2) Asil klorida (R-C(O)Cl) kemudian direaksikan dengan amina (HNR’2), sehingga menghasilkan amida, dalam persamaan:
R-C(O)Cl + HNR’2 → R-C(O)NR’2 + HCl
3) Sintesis DEET secara keseluruhan dapat dilihat dalam persamaan reaksi berikut:
R-COOH + HNR’2 → R-C(O)NR’2
SENYAWA ANTI NYAMUK BARU PENGGANTI DEET
Baru-baru ini, kelompok peneliti dari Universitas Wisconsin-Madison menemukan sumber anti nyamuk terbaru yang dapat menjadi kandidat pengganti DEET. Senyawa anti nyamuk terbaru ini pun berasal dari sumber yang tidak biasa, yakni: bakteri. Senyawa yang diberi nama fabclavin ini diekstraksi dari bakteri Xenorhabdus budapestensis yang bersimbiosis dengan ulat Steinernema bicornutum, dan terbukti efektif menangkal nyamuk penyebab demam berdarah, malaria, Zika, dan chikungunya seperti Aedes aegypti, Anopheles gambiae dan Culex pipiens. Senyawa fabclavin ini juga diketahui hanya dibutuhkan dalam dosis 8 kali lebih rendah dibandingkan dosis DEET pada umumnya. Sehingga secara tidak langsung nilai produk obat anti nyamuk yang menggunakan fabclavin akan jauh lebih murah dibandingkan produk anti nyamuk berbasis DEET.
Penemuan kandidat baru obat anti nyamuk ini dilakukan oleh Prof. Susan Paskewitz dan Dr. Mayur Kajla dari Universitas Wisconsin-Madison, Amerika Serikat. Penelitian tersebut awalnya dilakukan oleh Que Lan yang mencoba mencari kandidat anti nyamuk. Akan tetapi setelah beliau meninggal pada tahun 2014, Paskewitz dan Kajla meneruskan proyek penelitian tersebut dan mencoba mengidentifikasi senyawa kimianya.
Dr. Kajla kemudian mendesain eksperimen untuk menguji kemampuan penangkal yang berasal dari bakteri tersebut dengan cara memodifikasi sistem makan si nyamuk. Ia membuat membran yang menyerupai kulit manusia dan mengisinya dengan cairan berwarna kemerahan sehingga mirip dengan darah manusia atau hewan. Membran tersebut kemudian dilapisi dengan kain yang direndam menggunakan ekstraksi senyawa bakteri tadi. Setelah membiarkan nyamuk makan di membran tersebut selama 30 menit, Dr. Kajla lalu membekukan nyamuk-nyamuk tersebut dan memeriksa jumlah nyamuk yang di dalam perutnya berisi cairan darah tadi. Ternyata, nyamuk sama sekali tidak menghisap cairan yang berasal dari membran berlapis fabclavin. Ini membuktikan bahwa senyawa fabclavin sama sekali tidak disukai oleh nyamuk.
Prof. Paskewitz dan Dr. Kajla saat ini tengah melakukan pengujian fabclavin terhadap kultur sel manusia. Jika penelitian tersebut berhasil dan dianggap aman untuk digunakan, maka bisa jadi di masa depan nanti produk-produk obat anti nyamuk yang kita gunakan akan mengandung formulasi yang berbeda dan jauh lebih baik, guys!
Referensi:
- Habeck, J.C., Diop, L., Dickman, M. 2010. Synthesis of N,N-Diethyl-3-Methylbenzamide (DEET): Two ways to the same goal. Journal of Chemical Education, 87(5): 528-529.
- Kajla, M.K., Barrett-Wilt, G.A., dan Paskewitz, S. 2018. Bacteria: A novel source for potent mosquito feeding-deterrents. bioRxiv, 424788.
- Tyrrell, K.A. 2019. A new kind of mosquito repellent that comes from bacteria. University of Wisconsin-Madison News. http://www.news. wisc.edu.
Educator/Teacher | Writer | Researcher.