Para ilmuwan baru-baru ini menemukan sesuatu yang bisa dibilang sebagai harta karun paleontologi: sebuah embrio dinosaurus yang masih terawetkan dengan sangat baik, bahkan hampir sempurna, meskipun telah terkubur dan berubah menjadi fosil selama kurang lebih 66 hingga 72 juta tahun. Bayangkan, organisme sekecil itu bisa bertahan dalam kondisi utuh melewati puluhan juta tahun gejolak bumi, mulai dari gempa, letusan gunung berapi, hingga pergeseran benua.
Yang lebih menarik, fosil ini sebenarnya sudah cukup lama berada di sebuah museum di Tiongkok. Selama bertahun-tahun, telur itu hanya disimpan tanpa ada yang benar-benar menyadari betapa berharganya isinya. Baru setelah dilakukan pemeriksaan lebih teliti, para peneliti sadar bahwa di dalam telur tersebut terdapat embrio dinosaurus dalam kondisi yang luar biasa baik.
Embrio ini diketahui berasal dari kelompok dinosaurus theropoda berbulu yang disebut oviraptorosaur. Kelompok ini termasuk kerabat dekat burung modern, sehingga penemuannya menjadi bukti tambahan yang memperkuat hubungan evolusi antara dinosaurus dan burung masa kini. Panjang embrio tersebut sekitar 27 sentimeter, dengan tubuh yang masih berada dalam posisi meringkuk layaknya janin menjelang menetas. Posisi tubuhnya yang terawetkan ini menjadi petunjuk penting untuk memahami bagaimana dinosaurus berkembang di dalam telur, sekaligus membuka jendela baru dalam mempelajari evolusi perilaku menetas yang kita lihat pada burung saat ini.
Baca juga artikel tentang: Hebat! Jejak Kaki Dinosaurus Membentuk ‘Jalan Raya’ Purba di Inggris
Posisi Janin yang Mengejutkan
Salah satu hal yang membuat penemuan embrio dinosaurus ini begitu istimewa adalah posisi tubuhnya di dalam telur. Fosil tersebut menunjukkan embrio dalam keadaan meringkuk, dengan kepala menunduk ke arah dada, seolah sedang bersiap-siap untuk menetas. Posisi ini ternyata bukan kebetulan, karena sangat mirip dengan posisi embrio burung modern menjelang menetas.
Pada ayam, bebek, atau burung lain, posisi khas ini dikenal dengan istilah “tucking”. Secara sederhana, “tucking” adalah manuver atau gerakan khusus yang dilakukan janin burung sebelum lahir. Saat berada dalam posisi meringkuk tersebut, anak burung akan menekan tubuhnya sedemikian rupa sehingga kepalanya siap digunakan sebagai “alat” untuk memecahkan cangkang dari dalam. Tanpa posisi ini, proses menetas bisa gagal, karena burung muda tidak akan memiliki kekuatan dan sudut yang tepat untuk keluar dari telur.

Yang mengejutkan, fosil embrio dinosaurus ini memperlihatkan perilaku yang sama, padahal ia hidup sekitar 70 juta tahun lalu, jauh sebelum burung modern muncul di bumi. Hal ini memberi petunjuk berharga bahwa perilaku menetas yang kita kenal pada burung masa kini ternyata sudah ada sejak era dinosaurus. Dengan kata lain, ada benang merah evolusi yang menghubungkan dinosaurus purba dengan burung modern, bukan hanya dalam bentuk tulang atau bulu, tetapi juga dalam perilaku penting yang menentukan kelangsungan hidup sejak awal kehidupan.
Hubungan Dinosaurus dan Burung
Selama beberapa dekade terakhir, para ilmuwan berhasil mengumpulkan banyak sekali bukti bahwa burung modern sebenarnya adalah keturunan langsung dari dinosaurus theropoda, yaitu kelompok dinosaurus pemakan daging yang berjalan dengan dua kaki. Hubungan ini tidak hanya didasarkan pada bentuk tubuh, tetapi juga pada berbagai aspek lain seperti adanya bulu, struktur rangka, hingga perilaku sosial mereka yang sangat mirip dengan burung yang kita kenal sekarang.
Penemuan fosil embrio dinosaurus di dalam telur ini memberikan potongan bukti baru yang luar biasa kuat. Selama ini, banyak temuan lebih menekankan pada bentuk luar, misalnya jejak bulu atau struktur tulang. Namun, embrio ini menunjukkan bahwa kesamaan tersebut ternyata jauh lebih dalam: mencakup pola perkembangan sejak masih dalam telur serta perilaku penting sebelum menetas.
Salah satu contohnya adalah posisi embrio yang ditemukan dalam keadaan meringkuk dan menundukkan kepala, mirip dengan embrio burung modern menjelang menetas. Pada ayam, misalnya, posisi ini dikenal sebagai strategi “tucking” yang sangat penting agar anak ayam bisa memecahkan cangkang dari dalam. Fakta bahwa perilaku ini sudah ada sejak dinosaurus purba menunjukkan adanya benang merah evolusi yang membentang jutaan tahun.
Dengan kata lain, ketika kita melihat seekor anak ayam kecil mematuk cangkang untuk keluar ke dunia hari ini, sebenarnya kita sedang menyaksikan sebuah ritual kuno yang telah diwariskan sejak zaman dinosaurus. Burung modern, tanpa mereka sadari, sedang mengulangi strategi hidup yang sama persis dengan nenek moyang purba mereka.
Bagaimana Fosil Bisa Begitu Terjaga?
Mengawetkan sesuatu yang rapuh seperti embrio selama puluhan juta tahun adalah tantangan besar dalam dunia alam. Umumnya, bagian tubuh yang bersifat jaringan lunak, seperti otot, kulit, atau organ dalam akan cepat membusuk begitu hewan mati, sehingga jarang sekali meninggalkan jejak dalam catatan fosil. Itulah mengapa penemuan embrio dinosaurus yang masih utuh dianggap sangat langka dan luar biasa.
Keajaiban ini bisa terjadi karena embrio tersebut terkubur dalam kondisi lingkungan yang sangat ideal. Segera setelah telur dinosaurus itu tertutup oleh lapisan sedimen (campuran pasir, lumpur, atau abu vulkanik), bagian dalamnya terlindungi dari udara luar. Minimnya oksigen mencegah mikroorganisme pembusuk bekerja, sehingga embrio tidak hancur dengan cepat.
Seiring berjalannya jutaan tahun, jaringan aslinya memang hilang, tetapi perlahan-lahan digantikan oleh mineral yang menyusup ke dalam sel dan tulang. Proses inilah yang disebut fosilisasi. Fosilisasi bisa dianggap sebagai “proses pengawetan alami”, di mana bentuk dan posisi asli organisme tetap terjaga meskipun bahan penyusunnya telah berubah menjadi batu.
Hasil akhirnya sungguh menakjubkan: embrio dinosaurus ini tampak seolah membeku dalam waktu, masih berada dalam posisi janin yang meringkuk, seperti sedang bersiap menetas, namun penetasannya tak pernah terjadi. Fosil tersebut menjadi semacam kapsul waktu alami yang memberi kita kesempatan langka untuk melihat langsung tahap awal kehidupan makhluk purba yang sudah punah jutaan tahun lalu.
“Baby Yingliang”: Jendela ke Masa Silam
Para ilmuwan menamai fosil ini “Baby Yingliang”, mengikuti nama museum tempat telur ini ditemukan. Dari fosil ini, kita belajar:
- Bagaimana dinosaurus berkembang di dalam telur.
- Bahwa perilaku menetas pada burung sudah ada jutaan tahun sebelum burung muncul.
- Evolusi tidak hanya mengubah bentuk tubuh, tetapi juga perilaku yang sangat spesifik.
Penemuan ini membuat kita merenung. Setiap kali kita melihat seekor burung kecil menetas dari telurnya, kita sebenarnya sedang melihat warisan evolusi dinosaurus. Burung adalah dinosaurus modern, bukti nyata bahwa kehidupan purba masih hidup di sekitar kita.
Baca juga artikel tentang: Kirgistan Menjadi Saksi Penemuan Dinosaurus dengan Alis Aneh – Fakta Menarik di Dunia Paleontologi
REFERENSI:
Chapelle, Kimberley EJ dkk. 2025. Growing with dinosaurs: a review of dinosaur reproduction and ontogeny. Biology Letters 21 (1), 20240474.
Hedge, Joshua dkk. 2025. Fossil eggshell diversity of the Mussentuchit Member, Cedar Mountain Formation, Utah. PloS one 20 (2), e0314689.
Taub, Benjamin. 2023. Perfectly Preserved Dinosaur Embryo Found Inside Fossilized Egg. IFLScience: https://www.iflscience.com/perfectly-preserved-dinosaur-embryo-found-inside-fossilized-egg-72164 diakses pada tanggal 1 September 2025.

