Oleh kebanyakan masyarakat Indonesia, keberhasilan siswa di sekolah masih dijadikan sebagai salah satu indikator kesuksesan hidup. Padahal faktanya kesuksesan tidak hanya bergantung pada keberhasilan belajar di sekolah. Perilaku, mentalitas, ketangguhan, networking, dll sangatlah berperan dalam kesuksesan hidup seseorang yang mana hal-hal tersebut tidak diajarkan di bangku sekolah.
Kembali ke dunia sekolah, jika Anda jeli memperhatikan, ternyata siswa perempuan cenderung lebih mudah untuk belajar membaca dan menulis dibandingkan laki-laki, juga cenderung untuk lebih cepat dalam membaca dan menulis. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Sebenarnya seberapa penting perbedaan kemampuan tersebut berdampak pada kegiatan belajar dan mengajar (KBM)?
Tahukah Anda bahwa siswa perempuan menunjukkan kemampuan lebih baik daripada laki-laki dalam hal membaca dan menulis?
Telah kita ketahui bersama bahwa baca tulis termasuk dalam kemampuan kognitif. Beberapa peneliti mencoba mengungkapkan secara empiris perbedaan kemampuan kognitif tersebut. Salah satunya oleh peneliti bidang psikologi dari Glasgow University. Mereka menemukan bahwa perbedaan kemampuan kognitif siswa perempuan dan laki-laki adalah benar adanya, meskipun penelitian tersebut dilakukan di negara maju. Bahkan, angka perbedaan tersebut semakin mengecil pada negara yang diketahui memiliki kesetaraan gender yang rendah seperti Qatar, Jordan dan Uni Emirat Arab, yang artinya laki-laki diprioritaskan untuk bersekolah dengan optimal dibandingkan perempuan. Hal ini menandakan bahwa perbedaan capaian akademik pada masing-masing jenis kelamin tidak dipengaruhi oleh politik, ekonomi dan kesetaraan sosial. [1]
Secara fungsi, otak laki-laki dan perempuan dinilai tidak berbeda. Oleh karena itu, penelitian dilakukan lebih spesifik. Salah satunya dilakukan oleh peneliti lainnya yang berasal dari Griffith University. Peneliti tersebut mengungkapkan bukti perbedaan kemampuan membaca dan menulis antara laki-laki dan perempuan didasarkan hasil penilaian National Assessment of Educational Progress (NAEP) dari Departemen Edukasi Amerika Serikat yang mengukur capaian siswa dalam membaca, matematika, pengetahuan alam dan area lainnya. Sayangnya, laporan hanya menunjukkan perbedaan signifikan antar capaian jenis kelamin tanpa menampilkan berapa besar perbedaan tersebut. [1]
Sebenarnya, sebelum penelitian tentang kemampuan baca tulis pada siswa laki-laki dan perempuan dilakukan, sudah ada beberapa ahli mencoba mengungkapkan fakta perbedaan tersebut dari berbagai bidang. Alasan-alasan tersebut antara lain:
- Perbedaan tingkat kecepatan kedewasaan antara laki-laki dan perempuan.
- Perbedaan fungsi lateralisasi fungsi otak laki-laki dan perempuan.
- Perbedaan variabilitas antara laki-laki dan perempuan.
- Perbedaan adanya gangguan eksternal dalam berperilaku dan berbahasa
- Strereotype gender bahwa membaca dan berbahasa termasuk ciri-ciri feminim
Pada artikel ini akan dielaborasikan lebih jauh mengenai penelitian yang dilakukan oleh peneliti Griffith University yang berjudul “Gender Differences in Reading and Writing Achievement: Evidence From the National Assessment of Educational Progress (NAEP)” dan dipublikasikan di jurnal American Psychologist. Penelitian yang dipublikasikan pada 20 September 2018 tersebut dirancang dengan data dari NAEP yang berupa data penilaian secara periodik. Penilaian membaca dilakukan setiap 2-3 tahun sekali sedangkan penilaian menulis dilakukan setiap 4-5 tahun sekali dan biasanya dilakukan pada ukuran sampel yang lebih kecil dari penilaian membaca. Data yang digunakan dari penilaian ini dari tahun 1998-2015 dengan jumlah sampel 3.035.000 siswa untuk data penilaian membaca. Sedangkan data penilaian menulis melibatkan 934.800 siswa pada tahun 1988-2011. Target sampel merupakan siswa tingkat 4 (kelas 4 SD atau usia 9-10 tahun ), 8 (kelas VIII SMP atau usia 13-14 tahun) dan 12 (kelas XII SMA atau usia 17-18)).
Penelitian ini memberikan bukti bahwa siswa perempuan mendapatkan nilai membaca dan menulis lebih tinggi dalam setiap jenis penilaian di setiap tingkat kelas dibandingkan dengan siswa laki-laki. Hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dari tahun ke tahun. Uniknya, tidak ada perbedaan yang signifikan hasil penilaian tersebut.
Peneliti kemudian membandingkan hasil penilaian dengan standar terendah kemampuan membaca dan menulis sehingga siswa dapat digolongkan menjadi siswa dengan kemampuan rendah atau mahir. Secara angka, siswa perempuan lebih banyak masuk dalam kategori pembaca dan penulis yang mahir sedangkan siswa laki-laki lebih banyak masuk kategori berkemampuan rendah. Bahkan pada tingkat 12 (kelas XII SMA), jumlah siswa perempuan yang masuk dalam kategori pembaca mahir lebih banyak 2 kali lipat daripada siswa laki-laki. Hasil lainnya yang menarik adalah siswa perempuan tingkat 8 (kelas VIII SMP) mengungguli siswa laki-laki berada di tingkat 12 (kelas XII SMA).
Peneliti juga menemukan bahwa seiring berjalannya waktu, perbedaan jumlah siswa kemampuan baca rendah berdasarkan jenis kelamin semakin mengecil tetapi membesar pada tingkat mahir. Perbedaan kemampuan membaca akan berdampak pada kemampuan literasi. Salah satunya adalah kesulitan dalam menjalankan tugas berkaitan dengan kemampuan membaca.
Evaluasi juga dilakukan pada kemampuan menulis siswa. Secara angka, perbedaan kemampuan menulis siswa laki-laki dan perempuan lebih besar daripada kemampuan membaca. Bahkan pada tingkat 12, siswa perempuan lebih banyak 2,54 kali terkategori mahir menulis daripada siswa laki-laki. Semakin tinggi tingkat siswa, semakin besar perbedaan kemampuan menulis berdasarkan jenis kelamin ini. Kemampuan menulis siswa laki-laki sebagian besar berada di bawah standart dan sedikit meningkat pada tingkatan kelas tertentu. Seiring bertambahnya tahun penilaian yang dilakukan, tidak ada perubahan terhadap ratio siswa yang berkemampuan menulis rendah.
Kenapa perbedaan kemampuan menulis lebih besar dibandingkan membaca? Kemampuan menulis merupakan kemampuan aktif yang melibatkan tantangan yang lebih kompleks. Menulis menggabungkan kemampuan verbal dan bahasa. Oleh karena itu, perbedaan yang didapatkan semakin besar. Peningkatan kemampuan menulis bisa dilakukan melalui praktik yang dirancang dalam kurikulum. Meskipun angka statistik menunjukkan signifikan, perbedaan kemampuan baca tulis berdasarkan jenis kelamin dinilai sangat kecil, ada faktor lainnya seperti sosial, budaya, dan tingkat kemajuan masyarakat tersebut.
Lantas, bagaimana implikasinya dalam dunia pendidikan?
Siswa laki-laki yang terlihat memiliki kesulitan belajar
Bentuk komunikasi dalam bentuk verbal akan lebih banyak mengarahkan siswa belajar secara mandiri pada buku teks dan jam belajar di luar sekolah. Sedangkan kesulitan yang dialami sebagian siswa tentu akan menjadi penghalang yang serius dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Kemampuan menulis juga berdampak besar pada penilaian siswa terutama pada tugas-tugas berbentuk esai dan laporan. Rendahnya kemampuan baca akan menghalangi siswa menyerap ilmu lebih banyak sehingga berpengaruh pada kemampuan menulis. Hal ini juga disebabkan defisiensi bahasa karena banyaknya buku teks yang sulit untuk dipahami.
Kemampuan membaca dan menulis menjadi menjadi kritis dalam pengembangan pembelajaran. Masalah terkait rendahnya kemampuan tersebut akan bertambah besar saat pendidikan tinggi di Universitas menjadi salah satu tujuan jenjang pendidikan. Alasannya, kemampuan komunikasi secara verbal dalam bentuk tulisan formal akan menjadi bentuk dari tugas siswa sekolah tinggi. Dampaknya, siswa laki-laki tidak siap untuk sekolah tinggi. Hal ini juga memberikan alasan mengapa lebih banyak siswa perempuan yang mendapatkan nilai lebih baik daripada laki-laki pada jenjang universitas.
Hasil penelitian seolah menunjukkan siswa laki-laki membutuhkan kelas khusus yang dibedakan dengan perempuan. Peneliti dengan tegas membantah hal tersebut. Salah satu penelitian berhasil menjawab secara empiris dampak negatif keberadaan sekolah pemisahan jenis kelamin. Praktik pembedaan perlakuan justru akan melemahkan kepercayaan diri dan melemahkan motivasi untuk berkembang siswa. [2] Oleh karena itu, fokus pengembangan sebaiknya diarahkan pada kurikulum. Hal ini ditawarkan pada semua murid sehingga siswa perempuan juga akan memperoleh manfaat.
Yang perlu diperhatikan dari hasil riset tersebut adalah bahwa keberhasilan siswa di sekolah tidak hanya ditentukan oleh kemampuan baca tulis. Kemampuan lainnya seperti logika abstrak, visual-spasial, numerik, dll juga turut serta. Penelitian tersebut juga dilakukan di Amerika yang merupakan negara maju, hasilnya tentu akan berbeda pada negara berkembang seperti Indonesia.
Penelitian tersebut patut dikembangkan lebih jauh untuk mengetahui penyebab secara biologis mengapa siswa perempuan lebih baik dalam hal baca tulis dibandingkan siswa laki-laki.
Referensi
[1] Reilly, David., Neumann, David L., Andrews, Glenda. (2018). Gender differences in Reading and Writing Achievement: Evidence from the National Assessment of Educational Progress (NAEP). American Psychologist
[2] Halpern, D. F., Eliot, L., Bigler, R. S., Fabes, R. A., Hanish, L. D., Hyde, J. S., . . . Martin, C. L. (2011). The pseudoscience of single-sex schooling. Science, 333(6050), 1706-1707. doi: 10.1126/science.1205031
Artikel yang bagus. Boleh berkunjung juga ke artikel yang satu frekuensi dengannya pada tautan berikut ini.
https://warstek.com/2020/05/28/self-improvement-dalam-berpikir-dan-belajar-layaknya-ahli/