Galaksi Bimasakti adalah rumah kita. Sudah semestinya kalau kita ingin tahu bagaimana bentuk dari rumah yang kita tempati ini. Sayangnya hal ini adalah pekerjaan yang sulit. Mencari tahu bentuk galaksi Bimasakti tidak semudah mencari tahu bentuk rumah kita.
Tidak mudah bukan berarti tidak mungkin. Sejarah sudah membuktikan bahwa kita bisa tahu bentuk bumi tanpa harus keluar dari bumi. Maka kita juga pasti bisa tahu bentuk galaksi kita tanpa harus terbang keluar galaksi yang tentunya memakan waktu ribuan tahun.
Usaha terkini baru saja dilakukan oleh sekelompok peneliti dari China dan Australia. Mereka menemukan fakta menarik dan juga mengejutkan tentang bentuk galaksi Bimasakti. Fakta menarik apa itu? Simak uraian berikut.
Cakram datar dan spiral
Jika anda pergi ke pegunungan, pedesaan, pantai, maupun tempat-tempat lain yang bebas dari polusi cahaya lampu-lampu kota, di malam yang cerah anda akan melihat kabut panjang membelah langit malam dengan gumpalan tebal di bagian tengahnya. Kabut panjang inilah yang kita namakan sebagai galaksi Bimasakti. Awalnya orang mengira bahwa galaksi adalah gumpalan kabut biasa. Sekarang kita tahu bahwa galaksi Bimasakti ternyata merupakan kota bintang tempat matahari dan tata surya kita berada. Matahari terletak di pinggiran galaksi Bimasakti, bersama dengan jutaan bintang lain mengorbit pusat galaksi. Sekali mengorbit, matahari memakan waktu 230 juta tahun.[1]
Dengan mata telanjang kita bisa menyimpulkan bagaimana bentuk galaksi Bimasakti. Karena dilihat dari bumi bentuknya berupa garis, galaksi kita pastilah berupa piringan datar, bukan bulat seperti planet atau bintang.
Setelah tahun 1920an, kita tahu bahwa galaksi Bimasakti tidak sendiri. Ada milyaran galaksi lain di luar sana dengan bentuk yang berbeda-beda. Ada yang berbentuk spiral, elips, dan tak beraturan. Galaksi spiral memiliki satu persamaan khusus, yaitu ada gumpalan tebal di tengahnya, yang tidak lain adalah kumpulan bintang yang banyak. Karena galaksi kita juga memiliki gumpalan tebal seperti itu, bisa kita simpulkan bahwa galaksi Bimasakti termasuk galaksi spiral.[2]
Bintang Cepheid, meteran langit
Mengukur jarak bintang dengan akurat merupakan hal penting jika kita ingin tahu bentuk galaksi kita. Dalam dunia astronomi, mengukur jarak bukan hal yang mudah. Kita jelas tidak bisa menggunakan meteran. Kita menggunakan yang namanya paralaks, yakni pergeseran posisi benda terhadap latar belakangnya akibat perubahan sudut pandang.
Cara kerjanya sama seperti ketika kita menutup mata kanan atau kiri kita. Posisi benda yang kita lihat akan berbeda saat dilihat dengan mata kanan dan mata kiri. Seberapa besar pergeseran ini bergantung pada seberapa jauh benda. Akan tetapi cara ini terbatas pada bintang-bintang dekat saja. Paralaks tidak teramati pada bintang yang jauh, posisi mereka terlihat tidak berubah. Saat kita melihat benda jauh, pohon di seberang jalan yang jauh misalnya, posisi pohon sama saja baik dilihat dengan mata kanan maupun mata kiri.
Cara lain untuk mengukur jarak adalah dengan melihat kecerahan suatu objek. Bayangkan dua buah lampu. Satunya dekat, satunya jauh. Lampu yang jauh akan terlihat lebih redup daripada lampu yang dekat. Cara ini bisa kita terapkan pada bintang untuk menentukan jaraknya. Masalahnya, kita tidak tahu kecerlangan bintang yang sesungguhnya (intrinsik). Bintang yang jauh bisa saja terlihat lebih terang daripada bintang yang dekat jika energi mereka memang lebih besar. Selama kita tidak bisa menentukan kecerahan intrinsik sang bintang, cara ini tidak berguna.
Di sinilah peran bintang Cepheid. Bintang Cepheid adalah bintang yang berdenyut secara teratur. Periode denyutan bintang Cepheid ditentukan oleh kecerahan intrinsiknya. Dengan demikian, melalui denyutan ini kita bisa menentukan kecerahan intrinsik sang bintang dan otomatis jaraknya juga dapat kita ketahui.[3]
Bentuk baru galaksi Bimasakti
Cakram datar dan spiral. Itulah bentuk galaksi Bimasakti yang kita ketahui sampai saat ini. Atau lebih tepatnya, sampai para astronom dari China dan Australia mempublikasikan hasil penelitiannya di jurnal Nature Astronomy pada tanggal 4 Februari 2019. Mereka melakukan pemetaan menggunakan data dari bintang-bintang Cepheid, baik dari panjang gelombang inframerah maupun pada panjang gelombang tampak. Jumlah bintang Cepheid yang mereka gunakan yaitu 1339 bintang. Mereka kemudian memetakannya dalam ruang 3D dan inilah hasilnya.
Titik biru merepresentasikan bintang-bintang Cepheid pada rentang cahaya tampak dan titik merah merepresentasikan bintang-bintang Cepheid pada panjang gelombang inframerah. Segitiga hitam menghadap ke atas merupakan posisi matahari. Dari peta tersebut terlihat bahwa ternyata galaksi Bimasakti tidak datar melainkan sedikit melengkung ke “atas” dan ke “bawah” pada kedua ujungnya, menyerupai huruf S.[4]
Lengkungan ini diduga disebabkan oleh perbedaan kecepatan gerak presisi cakram luar dan dalam galaksi. Karena gravitasinya lebih kuat, cakram bagian dalam lebih lambat gerakannya daripada cakram luar sehingga “tertinggal” dan membentuk lengkungan S tersebut.[5] Alam semesta yang begitu dinamis masih akan mengubah bentuk galaksi Bimasakti ke depannya. Sekitar empat miliar tahun lagi galaksi kita akan bertumbukan dengan Andromeda. Saat itu terjadi, galaksi baru akan terbentuk dengan bentuk yang berbeda.
REFERENSI:
[1] Matthews, Robert. How long does it take the sun to orbit the galaxy?. https://www.sciencefocus.com/space/how-long-does-it-take-the-sun-to-orbit-the-galaxy/ diakses pada 6 Februari 2019
[2] —. 2019. How do we know the Milky Way is a spiral galaxy? (intermediate). http://curious.astro.cornell.edu/physics/93-the-universe/the-milky-way/general-questions/480-how-do-we-know-the-milky-way-is-a-spiral-galaxy-intermediate diakses pada 6 Februari 2019
[3] Scudder, Jillian. 2016. How are astronomical distances measured?. https://www.forbes.com/sites/jillianscudder/2016/07/16/astroquizzical-astronomical-distances/ diakses pada 7 Februari 2019
[4] Chen, Xiaodian et al. 2019. An Intuitive 3D map of the Galactic warp’s precession traced by classical Cepheids. Nature Astronomy
[5] Shen, J. & Sellwood, J.A. 2006. Galactic warps induced by cosmic infall. Mon. Not. R. Astron. Soc. 370, 2-14