Beras Berprotein Tinggi (Cahokia): Solusi Malnutrisi di Indonesia

Ditulis Oleh Endah Rosa Gambar 1. Professor Herry Utomo, salah satu penemu beras berprotein tinggi, Cahokia.1 Beras (Oryza sativa L.) merupakan […]

Ditulis Oleh Endah Rosa

Gambar 1. Professor Herry Utomo, salah satu penemu beras berprotein tinggi, Cahokia.1

Beras (Oryza sativa L.) merupakan sumber makanan utama bagi 3,5 miliar manusia di bumi. Dalam hal nutrisi, beras memiliki kandungan protein dan mineral, serta asam amino lisin yang jauh lebih besar dibandingkan jagung (Zea mays) dan gandum (Triticum aestivum)2. Penduduk di negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia, umumnya memiliki masalah gizi buruk (malnutrisi) yang lebih besar dibandingkan penduduk di negara-negara maju. Persoalan inilah yang memotivasi dua professor asal Indonesia, Professor Herry Utomo dan Professor Ida Wenefrida, untuk menemukan suatu inovasi beras varietas baru yang dapat membantu mengatasi permasalahan tersebut.

Dua professor Indonesia yang saat ini mengajar di salah satu universitas negeri Amerika Serikat, Louisiana State University (LSU), tersebut berhasil menemukan beras varietas baru dengan kandungan protein 50% lebih tinggi dibandingkan beras biasa. Professor Herry Utomo dan Professor Ida Wenefrida merupakan ahli Bioteknologi tanaman yang mengembangkan beras berprotein tinggi tersebut. Beras varietas baru yang diberi nama ‘Cahokia’ ini tidak hanya dapat menjadi solusi untuk mengatasi malnutrisi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia3. Penelitian dua professor ini telah berhasil dipatenkan di Amerika Serikat pada 2018 lalu4.

Gambar 2. Professor Ida Wenefrida (kanan) dan Professor Herry Utomo (tengah) memeriksa hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Louisiana State University5.

Bila satu porsi nasi mengandung 4 gram protein, maka beras Cahokia mengandung 6 gram protein dalam porsi yang sama. Beras Cahokia dikembangkan dari padi Amerika varietas Cypress, melalui proses seleksi sel mutasi terinduksi. Sel-sel varietas padi berprotein tinggi ini ditumbuhkan dalam media kultur yang mengandung S-2-aminoethyl-L-cystein (AEC) dan analog sulfur L-lysine. Kultur suspensi dikembangkan dengan memanfaatkan kalus yang diinduksi dari embrio dewasa padi varietas Cypress. Padi varietas Cypress merupakan jenis padi varietas unggul yang memiliki struktur bulir panjang dan cepat panen2.

Gambar 3. Hasil seleksi sel tanaman yang mengandung keturunan berprotein tinggi1.

Lebih dari 10 juta sel lalu diskrining berdasarkan kemampuan toleransi terhadap AEC. Sel yang dapat bertahan hidup setelah diberi perlakuan kemudian dipindahkan ke media regenerasi semisolid agar dapat menghasilkan platelet. Sebanyak 187 platelet dari proses regenerasi lalu ditransplantasi ke rumah kaca untuk proses pengujian lapangan agar dapat menghasilkan benih. Selanjutnya, tanaman yang bersifat steril dibuang, sedangkan yang bersifat fertil (generasi M1) ditanam kembali. Tanaman dari generasi M1 kemudian dipilih berdasarkan kandungan protein dan fertilitasnya. Sepuluh malai padi dari keturunan tersebut kemudian dipanen dan ditanam kembali. Malai yang penuh bulir dan bebas penyakit dipilih dan dianalisis lebih lanjut. Analisis kandungan protein dilakukan pada tiap malai yang dikumpulkan. Bulir padi pada garis keturunan ini kemudian dikumpulkan dan dianalisis kandungan protein dan fertilitasnya. Benih yang dihasilkan ditanam kembali dan dianalisis. Proses penanaman benih diulangi dan konsistensi kandungan protein diobservasi dari generasi pertama hingga generasi kelima2.

Hasil penelitian dan percobaan lapangan yang dilakukan dari tahun 2007 hingga 2014 ini akhirnya menghasilkan padi varietas baru dengan kandungan protein 50% lebih banyak dari padi varietas biasa, dapat panen lebih cepat, berbulir panjang, resisten terhadap jamur padi (Pyricularia grisea) jenis IG-1, IH-1, IB-54 dan ID-13, serta rentan terhadap penyakit busuk tanaman seperti halnya padi biasa. Beras Cahokia yang aslinya merupakan salah satu generasi dari padi varietas Frontier ini dapat diproduksi hingga 7560 kg per hektar. Padi ini juga memiliki kualitas penggilingan yang sangat baik (60.5% bulir utuh dan 68.9% hasil penggilingan total), serta mengandung 21.8% amilosa2. Tak hanya itu, beras Cahokia ini juga aman dikonsumsi untuk penderita diabetes karena mengandung indeks glisemik yang rendah, membuat proses konversi karbohidrat menjadi glukosa jauh lebih lambat3.

Proses penanaman beras Cahokia ini juga tidak memerlukan biaya tambahan serta dapat memproduksi 150 kg protein murni per hektarnya, dimana ini setara dengan 550 kg daging dan 4500 liter susu. Di Amerika, 1,8 juta hektar lahan padi berpotensi untuk dapat menghasilkan 0.23 juta ton protein tambahan. Bila beras Cahokia ini ditanam di Indonesia (yang memiliki 4 ½ kali lahan padi yang jauh lebih luas dibandingkan Amerika Serikat) maka asupan protein tambahan yang dapat diperoleh yakni sekitar 1 juta ton atau setara dengan 3.6 juta ton daging3. Hebatnya lagi, proses pemasakan beras Cahokia ini memerlukan waktu, panas api serta air yang jauh lebih sedikit dibandingkan ketika memasak beras biasa1.

Beras Cahokia merupakan beras berprotein tinggi pertama di dunia. Hingga sejauh ini masih belum ada varietas padi komersil lain yang mengandung protein tinggi seperti yang terdapat dalam beras Cahokia2.

Referensi:

  1. Coxworth, B. (2019, Jan 24). New-and-improved Protein-rich Rice Has Higher Yields. Diakses dari https://newatlas.com/high-protein-rice/58179/.
  2. Wenefrida, I., Utomo, H.S., dan Linscombe, S.D. (2017). Development and Registration of ‘Frontiere’, a High-Protein Rice Cultivar. Journal of Plant Registrations, 11:240-244. doi: 10.3198/jpr2016.11.0067crc.
  3. Indonesian Diaspora Professors in the US Invent Protein-rich Rice. (2018, May 25). Diakses dari https://www.thejakartapost.com/news/2018/05/24/indonesian-diaspora-professors-in-the-us-invent-protein-rich-rice.html.
  4. Wenefrida, I., Utomo, H.S., dan Linscombe, S. (2018). United States Patent No. US9888637B2. Diakses dari https://patentimages.storage.googleapis.com/c3/2d/c8/00df93d3a8fdfa/US9888637.pdf.
  5. Bogren, R., dan Schultz, B. (2015). Integrating Digital Science with Plant Breeding Can Help Meet World Food Demand. Diakses dari http://apps.lsuagcenter.com/news_archive/2015/September/headline_news/Integrating-digital-science-with-plant-breeding-can-help-meet-world-food-demand-.htm.

3 thoughts on “Beras Berprotein Tinggi (Cahokia): Solusi Malnutrisi di Indonesia”

  1. Kapan beras cahokia, dijual di indonesia. Semoga peneliti indonesia tidak lama lagi dapat menghasilkan beras serupa.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top