Radiasi Pengion merupakan jenis radiasi yang memiliki cukup energi untuk melepaskan elektron dari suatu atom atau molekul (ionisasi). Radiasi pengion dapat berupa partikel bermuatan seperti partikel alfa atau partikel beta dan gelombang elektromagnetik seperti sinar x atau sinar gamma. Semua jenis radiasi tersebut tidak dapat dilihat secara kasat mata karena ukurannya yang sangat kecil (partikel subatomik), berlaku pula untuk sinar x dan sinar gamma yang wujudnya gelombang elektromagnetik yang tidak dapat dilihat [1]. Walaupun begitu, ternyata ada suatu cara yang dapat kita lakukan agar dapat “melihat” radiasi-radiasi tersebut. Kita harus memaksa agar radiasi tersebut berinteraksi dengan lingkungan yang sudah kita atur sedemikian rupa sehingga radiasi tersebut “memunculkan” dirinya sendiri. Kondisi inilah yang kita rekayasa dan menerapkannya dalam bentuk alat pendeteksi radiasi pengion. Salah satu alat yang dapat melakukan hal tersebut adalah Cloud Chamber [2].
Gambar 1. Contoh radiasi pengion [3].
Cloud Chamber (CC) merupakan alat pendeteksi partikel bermuatan yang dibuat pertama kali oleh fisikawan Skotlandia bernama Charles Thomson Rees Wilson pada tahun 1911. Cloud chamber dapat mendeteksi keberadaan radiasi pengion dengan memanfaatkan kondisi khusus yang disebut sebagai supersaturasi. Kondisi ini dapat digambarkan sebagai suatu uap cairan tertentu (dapat berupa air atau alkohol) yang sudah terbentuk sebelumnya dan akan segera mengalami kondensasi saat adanya suatu “gangguan”. Lapisan supersaturasi dapat terlihat seperti kabut yang berada di dasar cloud chamber. Saat radiasi pengion melewati daerah supersaturasi di dalam cloud chamber, radiasi akan mengionisasi atom atau molekul di sepanjang jalur yang dilewatinya sehingga akan tercipta semacam “jalur ion”. Semua ion yang sudah terbentuk akibat radiasi akan berperan sebagai “gangguan” bagi uap cairan untuk mengalami kondensasi. Hal itu menyebabkan terjadinya kondensasi di sepanjang jalur ion sehingga akan terbentuk jalur kondensasi [2].
Gambar 2. C.T.R. Wilson [2].
Gambar 3. Skema dari cloud chamber [4].
Desain umum dari cloud chamber dapat dilihat pada gambar 3. Cloud chamber terdiri dari sebuah wadah transparan dengan alas yang terbuat dari bahan logam. Logam berfungsi sebagai perantara pendingin bagi uap cairan yang digunakan agar mengalami kondisi supersaturasi. Pendingin yang digunakan biasanya berupa es kering (memiliki temperatur mencapai -78 derajat celcius). Proses pembentukan supersaturasi dapat berlangsung lebih cepat bila cairan yang digunakan bersifat mudah menguap seperti alkohol [4].
Tiap jenis dari radiasi pengion memiliki karakteristik jalurnya tersendiri. Sebagai contoh, partikel alfa akan memiliki jalur yang relatif lurus, tebal, dan pendek saat melewati cloud chamber. Hal itu disebabkan oleh massa partikel alfa yang relatif besar bila dibandingkan dengan jenis radiasi lainnya. Saat mengalami interaksi, partikel alfa akan tetap memiliki jalur yang relatif lurus (tidak mudah dibelokkan) karena massanya. Tebalnya jalur yang dimiliki akibat muatan yang dimiliki partikel alfa yaitu sebesar +2e sehingga akan semakin besar muatan ion yang terbentuk akibat interaksi. Besarnya ion tersebut mengakibatkan lebih banyaknya uap alkohol yang mengalami kondensasi pada ion yang sudah terbentuk [5] [6]. Berikut contoh jejak dari partikel alfa.
Gambar 4. Jejak partikel alfa di dalam cloud chamber (jalur berwarna putih tebal) [7].
Partikel beta akan memiliki jalur yang tipis dan berbelok-belok karena massanya yang sangat kecil (secara teknis partikel beta dapat berupa elektron atau positron). Tiap mengalami interaksi, partikel beta akan memiliki peluang yang lebih besar untuk dibelokkan karena tidak mampu mempertahankan momentum yang dimilikinya. Tipisnya jalur disebabkan oleh muatan partikel beta yaitu sebesar -e (untuk elektron). Muatan ion yang terbentuk akibat interaksi lebih kecil dari interaksi akibat partikel alfa sehingga uap yang mengalami kondensasi akan semakin sedikit. Berikut contoh dari jejak partikel beta.
Gambar 5. Jejak partikel beta di dalam cloud chamber (jalur putih tipis yang berbelok-belok) [7].
Secara teknis, radiasi gelombang elektromagnetik (GEM) di dalam cloud chamber (yaitu sinar x dan sinar gamma) tidak dapat menghasilkan jalur kabut secara langsung. Hal itu disebabkan oleh radiasi GEM yang tersusun atas foton (tidak bermassa dan tidak bermuatan). Foton sinar x dan sinar gamma mampu menyebabkan ionisasi yang melepaskan elektron dari suatu atom atau molekul yang dilewatinya. Elektron hasil ionisasi itulah yang akan menghasilkan jalur kabut di dalam cloud chamber sehingga jalurnya akan sama seperti partikel beta [5]. Sebagai contoh, berikut hasil jejak dari sinar X saat dilewatkan di dalam cloud chamber.
Gambar 6. Sinar x di dalam cloud chamber [5].
Cloud chamber telah menjadi alat yang membantu ilmuwan dalam beberapa penemuan penting di bidang fisika partikel. Sebagai contoh, pada tahun 1932, Carl D. Anderson menggunakan cloud chamber untuk mengamati sinar kosmik. Dia menemukan suatu partikel yang memiliki massa yang sama dengan elektron namun dengan muatan yang berbeda. Dia menamainya sebagai positron yang merupakan singkatan dari “positive electron” [8]. Hal tersebut menjadi validasi mengenai prediksi keberadaan antimateri yang dicetuskan oleh Paul Dirac. Selain itu, Anderson bersama dengan Seth H. Neddermeyer berhasil menemukan keberadaan muon dari sinar kosmik, sebuah partikel yang memiliki massa 207 kali dari massa elektron dengan muatan negatif [9].
Seiring berjalannya waktu, posisi cloud chamber sebagai pendeteksi partikel mulai digantikan oleh alat yang lebih sensitif bernama bubble chamber. Walaupun begitu, hingga saat ini cloud chamber masih digunakan sebagai alat edukasi untuk mengenalkan jenis-jenis partikel bermuatan sederhana seperti partikel alfa maupun beta. Pengenalan ini didukung dengan hasilnya yang cukup menarik berupa jalur-jalur kabut yang dibentuk oleh partikel bermuatan tersebut. Selain itu, pembuatan dari cloud chamber tergolong murah dan mudah bila dibandingkan dengan jenis pendeteksi partikel lainnya. Berikut adalah video yang berisi tata cara pembuatan cloud chamber yang sederhana.
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=xky3f1aSkB8[/embedyt]Referensi:
[1] Lilley, J. S., 2001. Nuclear Physics Principles and Applications. chichester: John Wiley & Sons.
[2] Longair, M., 2014. C.T.R. Wilson and the cloud chamber. Astroparticle Physics, Volume 53, pp. 55-60.
[3] Crepsac. Alpha, Beta, Gamma Decay Image. https://id.pinterest.com/pin/250372060512319637/ (diakses 22 Mei 2020)
[4] The Naked Scientist. Cloud Chamber. https://www.thenakedscientists.com/get-naked/experiments/cloud-chamber (diakses 22 Mei 2020)
[5] Wilson, C. T. R., 1912. On an Expansion Apparatus for Making Visible the Tracks of Ionising Particles in Gases and Some Results Obtained by Its Use. PROCEEDINGS OF ROYAL SOCIETY, pp. 277-292.
[6] Munoz, I. E., 2015. Detection of particles with a cloud chamber, Leioa: University of the Basque Country.
[7] Cloudylabs. Thermoelectric Cloud Chamber [1080p]. https://www.youtube.com/watch?v=XGNvAEtYZkw&t=620s (diakses 22 Mei 2020)
[8] Anderson, C. D., 1933. The Positive Electron. Physical Review, Volume 43, pp. 491-494.
[9] Anderson, C. D. & Neddermeyer, S. H., 1936. Cloud Chamber Observations of Cosmic Rays at 4300 Meters Elevation and Near Sea-Level. The Physical Review, 50(4), pp. 263-271.
[10] HACKADAY. BUILDING A BIGGER CLOUD CHAMBER. https://hackaday.com/2019/07/20/building-a-bigger-cloud-chamber/ (diakses 2 Juni 2020)
Bangga pisan ya Allah! Teruslah jadi manusia yang bermanfaat lewat ilmu fisika, rekan.