Drone atau pesawat tanpa awak atau pesawat nirawak (Unmanned Aerial Vehicle-UAV) adalah sebuah pesawat terbang kecil yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri (autonomous drone), menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata maupun muatan lainnya[1].
Penggunaan terbesar dari pesawat tanpa awak ini adalah dibidang militer, salah satunya DARPA. DARPA (Defense Advanced Research Projects Agency) adalah sebuah agen dari Departemen Pertahanan A.S. yang bertanggung jawab atas pengembangan teknologi baru untuk digunakan oleh militer[2].
Drone sendiri ada banyak sekali macamnya, mulai dari yang menyerupai bentuk pesawat hingga berbentuk quadkopter atau multirotor yang mempunyai baling-baling seperti helicopter. Perbedaan antara Multirotor dengan helicopter adalah terletak pada jumlah baling-balingnya, pada helicopter mempunyai satu baling-baling, sedangkan pada multirotor lebih dari satu baling-baling, bahkan sampai 8 baling-baling, tergantung untuk kegunaannya. Hanya saja pada tulisan ini tidak akan dijelaskan secara detail, penulis hanya berfokus pada Drone DARPA yang bisa di charger pakai laser saja.
Penerapan Drone dalam dunia militer menjadi kelebihan tersendiri, dengan ukurannya yang kecil, bisa dengan mudah menjangkau wilayah-wilayah yang susah untuk dijangkau oleh pesawat dengan ukuran lebih besar. Drone yang memiliki dimensi kecil bisa digunakan untuk berbagai misi militer seperti pengintaian musuh, pengiriman rudal, hingga pemetaan wilayah musuh. Hanya saja hingga saat ini, Drone memiliki satu kekurangan yang cukup menghambat dalam penerapan teknologi penerbangan udara adalah keterbatasan daya baterai.
Lamanya waktu terbang Drone tergantung pada muatan yang dibawanya. Massa yang dimiliki Drone pun tidak boleh berat karena dapat menguras baterai. Semakin berat massa Drone dan massa yang dibawa semakin cepat pula daya baterainya habis.
Berdasarkan dari permasalahan tersebutlah kemudian DARPA mengembangkan sebuah ide yang lebih canggih agar Drone mampu terbang lebih lama dan jauh. Drone yang dikembangkan oleh DARPA, daya baterainya dapat diisi ulang saat Drone sedang terbang dengan cara menembakkan laser ke sel fotovoltaik yang terpasang padanya. Sel fotovoltaik pada Drone bukan berfungsi mengubah sinar matahari menjadi pengisi baterainya tapi mengubah laser yang ditembak dari tanah menjadi listrik untuk mengisi kembali daya baterainya. Sel fotovoltaik tersebut akan dikembangkan untuk dapat mengubah laser menjadi listrik dengan jarak tembak sejuah 500 meter dari tanah (0,31 mil). Proyek yang sedang dibangun DARPA ini memiliki nama ambisius yaitu Stand-off Ubiquitous Power/Energy Replenishment – Power Beaming Demo (SUPER PBD). Jangan terlalu dipikirkan nama aneh itu ya, agak sulit memang di cerna sama kita-kita awam ini. Hehe 😀
Mungkin ada yang bertanya-tanya bagaimana cara kerjanya, ya? Beberapa waktu lalu penulis sudah pernah membahas tentang mengisi daya baterai Handphone menggunakan laser, nah cara kerja pengisian pada Drone ini juga sama seperti itu. Teman-teman dapat membaca tulisan penulis dengan judul Pengisian Baterai HP Secara Nirkabel pada Jarak Jauh Ternyata dapat Dilakukan. Stasiun laser bisa ditempatkan diberbagai lokasi agar mudah menjangkau Drone saat pengisian ulang. Misalnya Drone mampu terbang pada jarang 5 kilometer maka 4-5 km didepannya ada stasiun laser pengisi lainnya.
Kelebihan pengisian menggunakan laser adalah bekerja pada jarak yang lebih jauh dari pada pengisian secara wireles. Pengisian secara wireles atau nirkabel hanya bekerja pada jarak yang lebih dekat saja, tidak bisa pada jarak yang mencapai ratusan meter seperti menggunakan laser.
Dalam penggunaan teknologi laser sebagai pengisi daya baterai ini masih terdapat kelemahan yaitu panas laser tidak boleh melebihi suhu panas yang bisa membakar perangkat pengisi atau Drone itu sendiri. Karena, tidak mungkin jika pengisian baterai harus merusak Drone akibat dari panas yang berlebih dari laser. Jumlah panas inilah yang akan dipecahkan lagi oleh ilmuwan di DARPA[3][4].
Harapannya dari hasil tersebut DARPA berkeinginan untuk bisa menerbangkan Drone dalam waktu yang berminggu-minggu lamanya tanpa harus mendarat untuk pengisian daya baterai kembali. Sangat ambisius sekali misi ini ya? Semoga nantinya Drone tersebut benar-benar digunakan untuk tujuan perdamaian dan bukan untuk tujuan kejahatan perang.
Referensi:
- Wikipedia Indonesia, pesawat tanpa awak (https://id.wikipedia.org/wiki/Pesawat_tanpa_awak) diakses pada 14 Oktober 2018
- Wikipedia Indonesia, DARPA (https://id.wikipedia.org/wiki/DARPA) diakses pada 14 Oktober 2018
- Owano, Nancy. 2018. “Laser-powered-drones may beat endurance hurdles“. TechXplore, 6 September 2018 (https://techxplore.com/news/2018-09-laser-powered-drones-hurdles.html) diakses pada 14 Oktober 2018
- DARPA, DARPA Picks Silent Falcon for Power Beaming Demo (https://www.uasvision.com/2018/07/30/darpa-picks-silent-falcon-for-power-beaming-demo/)