Pada film Terminator 2: Judgement Day (1991), diperkenalkan sebuah robot android T-1000 yang ditugaskan untuk membuhun John Connor versi muda. T-1000 memiliki kemampuan kamuflase dan shapeshifting (berubah bentuk), kemampuan-kemampuan ini didapat dari material penyusun utama daripada robot tersebut yaitu logam cair lebih tepatnya mimetic polyalloy [1].
Mimetic polyalloy (sebuah nama material yang diberikan pada film tersebut) adalah sejenis senyawa logam cari buatan yang diaplikasikan pada T-1000, T-950, dan T-X. Bahan ini dapat merubah bentuknya sesuai dengan bentuk apa pun yang disentuhnya, asalkan benda tersebut memiliki massa yang sama. Polyalloy difungsikan dan dikendalikan melalui sebuah CPU, salah satu keunggulan dari bahan ini adalah kemampuan self-healing-nya, apabila dirusak dapat kembali seperti pada bentuk semulanya, terkecuali CPU-nya yang dirusak, bahan tidak akan kembali seperti semula[2].
Logam cair pada T-1000 merupakan salah satu sains fiksi yang menjadi kenyataan. Sekelompok ilmuwan gabungan Universitas Sussex dan Universitas Swansea meneliti material cerdas ini yang mana dapat mendukung ranah soft robotics. Mereka dapat mengubah bentuk logam cair tersebut dengan mengaplikasikan muatan listrik[3].
Seringkali imajinasi pada sebuah cerita atau film kelak menjadi sebuah kenyataan. William Blake pernah berkata, “apa yang sekarang terbukti dulunya hanyalah imajinasi”. Richards Wargner juga pernah berkata, “imajinasi menciptakan kenyataan”.
Imajinasi-imajinasi tersebutlah yang dapat menuntun kita pada terobosan baru dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan imajinasi ini tercipta bidang atau tren baru pada robotika yaitu soft robotics (robotika lunak).
Apa itu soft robotics?
Hingga saat ini bidang robotika merupakan bidang yang berkembang amat pesat. Saking pesatnya bidang robotika kini beririsan dengan bidang-bidang lainnya seperti bidang manufaktur, kesehatan, transportasi, makanan, militer dan pertahanan, dan bidang-bidang lainnya.
Tentu dengan semakin berkembangnya robotika, semakin tinggi interaksi dengan manusia. Dari sini muncul sebuah gagasan untuk menciptakan interaksi robot dan manusia yang aman. Dengan hadirnya soft robotics, bagaimana caranya robot menjadi sebuah organisme yang benar-benar “hidup” dan dapat aman berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, terutama manusia.
Soft robotics adalah area bidang yang mempelajari bagaimana memanfaatkan kelunakan (softness) suatu obyek atau sebuah material atau sistem untuk membangun robot dengan memenuhi kelunakan yang dibutuhkan baik untuk lingkugannya atau penerima[4].
Terinsipirasi dari alam (bio-inspired)
Robot konvensional dibuat dari material rigid (kaku) yang mana kurang elastis dan tidak memiliki kemampuan untuk berubah bentuk sesuai dengan keadaan lingkungan eksternalnya. Meskipun mereka memiliki potensi unggul, terutama dalam kekuatan dan kepresisian, robot dengan material kaku ini biasanya dibuat untuk tujuan yang terspesialisasi dan jarang menunjukkan kaya akan fungsi bak organisme alami.
Seiring waktu berjalan para ilmuwan yang mengamati alam, mereka telah memperhatikan dan menyadari bahwa ada model robot yang lebih menjanjikan daripada model manusia. Sebenarnya manusia itu cukup sulit untuk direplikasikan menjadi robot. Lihat saja robot humanoid hingga kini belum ada yang benar-benar persis seperti manusia, terutama dari pergerakannya, masih banyak batasan dan tantangan dalam pengembangan robot humanoid. Pertimbangan lain dalam pengembangan robot humanoid yaitu manusia kurang ideal untuk tugas-tugas dan operasi pencarian dan penyelamatan di tempat yang sempit, di medan yang berbahaya.
Ilmuwan yang menemukan aktuator dan sensor untuk soft robotics terkini, banyaknya penelitian mereka terinspirasi dari hewan dan tumbuhan. Salah satunya, ilmuwan mengamati dari makhluk-makhluk hidup invertebrata, mereka pun memiliki bentuk yang sangat beragam. Untuk melakukan pergerakan-pergerakan yang dibilang sulit jika dilakukan oleh sekelas robot humanoid, makhluk-makhluk ini dapat bergerak dengan bebas dan mudah sehingga terciptalah robot yang menyerupai hewan tersebut, sebagai contoh robot yang tersinpirasi dari gurita[5]. Tentunya dengan modifikasi yang disesuaikan, robot dengan bentuk gurita ini dapat memanipulasi bentuknya sendiri. Gurita merupakan hewan yang cerdik, gesit, lincah juga tak lupa dapat berkamuflase. Ia memiliki kemampuan untuk memasuki celah dan memiliki kemampuan cekatan untuk mengambil barang apa pun. Octobot adalah hasil dari penelitian tersebut[6].
Cikal bakal dan pengembangan
Cikal bakal soft robotics dimulai dari tahun 1950-an, istilah soft robotics tentu belum dikenal pada masa itu[7]. McKibben pada tahun tersebut mengembangkan aktuator pneumatik untuk alat ortotik untuk pasien polio, alat ini merupakan otot buatan[8]. Loncat ke tahun 1990, Shimachi dan Matumoto melaporkan hasil pekerjaan mereka tentang jari lunak (soft finger)[9]. Setahun setelahnya Suzumori dan kawan-kawan mempublikasikan penemuan mereka pada mikroaktuator fleksibel yang terbuat dari karet silikon dan dicobakan dalam beberapa aplikasi[10]. Dalam belasan tahun berikutnya hingga sekarang sudah banyak penelitian yang dilakukan seperti rubbertuator[11], fluidic muscle (otot cair)[12], manipulator tentakel[13], manipulator belalai gajah[14], robot ulat[15], aktuator pneumatik fleksibel[16].
Aplikasi dan manfaat soft robotics
Banyaknya keuntungan yang diperoleh dari soft robotics tentunya banyak pula pengaplikasian yang memungkinkan. Material penyusunnya pun beragam, tidak hanya logam cari seperti yang di awal telah ditulis, yaitu ada yang dari jel, fluidicelastomer, polimer elektroaktif, komposit film dari mikropartikel besi magnet, dan beberapa gabungan material lainnya[17]. Berikut merupakan beberapa aplikasi serta manfaat dari soft robotics :
- Tangan dan kaki buatan (prostetik), sebenarnya inovasi prostetik sudah banyak namun masih berkutat pada prostetik yang kaku dan konvensional, soft robotics memungkinkan untuk membuat lebih lembut, fleksibel, dan dapat dilengkapi dengan indera perasa atau peraba
- Otot buatan, dapat membantu terapi fisik[18]
- Mantel buatan untuk mendukung jantung (soft robotics heart sleeve), dapat membantu orang-orang yang memiliki penyakit gagal jantung untuk menyokong dan membantu memompa darah[19]
- Robot bedah, dapat mengurangi pembedahan yang invasif[20]
- Robot untuk meneiliti hewan atau pergerakannya, seperti pada contoh di atas yaitu gurita, belalai gajah, ulat, ubur-ubur, belut, dan masih banyak lagi
- Soft gripper dan soft manipulator, sebagai pengambil obyek-obyek yang sensitif butuh penanganan khusus, yang sedikit gaya sentuhnya, karena apabila menggunakan gripper konvensional barang tersebut akan rusak[21]
- Climbing robot, hadirnya soft robotics membuat robot untuk memanjat dapat lebih lincah dalam pergerakannya akan cukup beda jauh dengan robot pemanjat konvensional[22]
- Self-healing robot, robot ini kelak akan mengenal rasa sakit namun tidak lama kemudian akan sembuh dengan adanya material cerdas yang bersifat self-healing (menyembuhkan sendiri) sehingga jika bagian pada robot dilukai atau disobek akan kembali pada keadaan semula[23]
Masih banyak pengaplikasian dari soft robotics, dari beberapa contoh yang sudah disebutkan di atas, banyak yang berguna pada bidang kesehatan. Saat ini memang ada robot-robot yang membantu di bidang kesehatan namun seperti robot bedah untuk organ-organ yang sensitif tentu tidak bisa sembarangan dengan robot konvensional yang kaku sehingga soft robotics ini menjadi solusi sekaligus terobosan yang paling tepat untuk permasalahan tersebut.
Tantangan yang perlu dihadapi
Kunci dari pengembangan soft robotics adalah menemukan material yang tepat. Dengan begitu pengembangan soft robotics bergantung pula pada pengembangan material mutakhir dan material cerdas. Desain dan fabrikasi soft robotics tidak semudah dan secepat robot konvensional sehingga hal ini menjadi salah satu hambatan utama, apalagi kalau nanti dibuat dalam massal[23]. Saat ini memang soft robotics masih skala lab atau prototipe. Belum lagi dengan tantangan bagaimana caranya membuat sensor dan aktuator yang sangat kecil.
Berbicara robotika tentu berbicara sistem kendali, yang perlu dikendalikan adalah soft motion (gerakan lembut). Pendekatan secara mekanika klasik pun tidak bisa digunakan di sini dikarenakan beberapa pertimbangan variabel keadaan dari postur badan robot yang berubah-ubah, dimensi dari parameter desain yang berubah-ubah. Berbeda jauh dengan kendali mekanik pada robotika konvensioal, material yang dihadapi tidak bersifat kontinyu dan berubah-ubah bentuk[24].
Soft robotics erat kaitannya dengan morfologi, sebagaimana hewan ketika mereka sedang mengerjakan sesuatu bentuk tubuhnya menyesuaikan dengan sendirinya. Perubahan yang plastis dari morfologi menjadi hal yang harus diperhatikan karena jika dianalogikan lagi dengan hewan, hal ini mendukung perkembangan struktur badan dari hewan yang mempengarhui kekuatan dari hewan itu sendiri. Timbul pertanyan-pertanyaan apakah robot mampu memperbaiki diri sendirinya (dalam konteks sel makhluk hidup yang berganti)? jika diibaratkan sel hewan harus berapa modul yang terhubung untuk menciptakan softness motion? bagaimana modul-modul ini nanti mempengaruhi sifat mekanik robot? Butuh pendekatan-pendekatan baru untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Tantangan selanjutnya adalah proses pemodelan dan simulasi, ini merupakan tahapan yang penting dalam penelitian. Kita tidak bisa serta merta melakukan percobaan secara fisik namun hal yang menjadi permasalahan adalah proses kompleks dari simulasi pengembangan soft robotics sebagai contoh dimulai dari variasi struktur soft body yang bervariasi (berbeda ukuran dan sifat) dan pengaruhnya terhadap proses motorik-sensorik yang rumit.
Masa depan soft robotics sudah di depan mata
Mungkin di masa depan nanti akan banyak robot hewan, robot tumbuhan, dan robot manusia yang sering kita temui sehari-harinya, tentunya mereka lebih hidup bahkan hampir menyerupai dengan makhluk hidup aslinya! Siapa yang tahu?
Mereka akan hidup berdampingan dengan kita membantu untuk memudahkan segala pekerjaan kita, bisa jadi pekerjaan-pekerjaan yang awalnya sangat sulit dan dirasa tidak mungkin bisa dikerjakan dan menjadi sebuah kemungkinan. Meski banyak tantangan, rumit, dan tidak mudah namun prospek soft robotics di masa depan bukanlah sekadar bualan.
Seperti pada pembahasan awal tentang logam cair pada terminator, semua berawal dari imajinasi kemudian menjadi kenyataan.
Referensi
[1] T-1000 – Terminator Wiki (2020). Diambil 27 Oktober 2020, dari https://terminator.fandom.com/wiki/T-1000
[2] Mimetic polyalloy – Terminator WIki (2020). Diambil 27 Oktober 2020, dari https://terminator.fandom.com/wiki/Mimetic_polyalloy
[3] Liquid metal brings soft robotics a step closer – Phys.org (2020), Diambil 27 Oktober 2020, dari https://phys.org/news/2017-10-liquid-metal-soft-robotics-closer.html
[4] A. Chen, R. Yin, L. Cao, C. Yuan, H. K. Ding and W. J. Zhang, “Soft robotics: Definition and research issues,” 2017 24th International Conference on Mechatronics and Machine Vision in Practice (M2VIP), Auckland, 2017, pp. 366-370, doi: 10.1109/M2VIP.2017.8267170.
[5] Soft robot revolution – JSTOR Daily (2020). Diambil 27 Oktober 2020, dari https://daily.jstor.org/soft-robot-revolution/
[6] C. Laschi, “Octobot – A robot octopus points the way to soft robotics,” in IEEE Spectrum, vol. 54, no. 3, pp. 38-43, March 2017, doi: 10.1109/MSPEC.2017.7864755.
[7] Bao, G., Fang, H., Chen, L., Wan, Y., Xu, F., Yang, Q., & Zhang, L. (2018). Soft Robotics: Academic Insights and Perspectives Through Bibliometric Analysis. Soft robotics, 5(3), 229–241. https://doi.org/10.1089/soro.2017.0135
[8] Nickel VL, Perry J, Garrett AL, et al. . Development of useful function in the severely paralyzed hand. J Bone Joint Surg 1963;45:933–952
[9] Shimachi S, Matumoto M. A study on contact forces of soft fingers. Trans Jpn Soc Mech Eng C 1990;56:1440–1443
[10] Suzumori K, Iikura S, Tanaka H. Development of flexible microactuator and its applications to robotic mechanisms. IEEE International Conference on Robotics and Automation, 1991. Proc IEEE 1991;2:1622–1627
[11] Ozkan MOET, Inoue K, Negishi K, et al. . Defining a neural network controller structure for a rubbertuator robot. Neural Netw 2000;13:533–544
[12] Boblan I, Bannasch R, Schwenk H, et al. . A human-like robot hand and arm with fluidic muscles: biologically inspired construction and functionality. In Proceedings of Ad-Hoc, Mobile, and Wireless Networks, Montreal, Canada, 2004, Vol. 3139, pp. 160–179
[13] Immega G, Antonelli K. The KSI tentacle manipulator. IEEE International Conference on Robotics and Automation, 1995. Proc IEEE 2002;3:3149–3154
[14] Hannan MW, Walker ID. The ‘elephant trunk’ manipulator, design and implementation. IEEE/ASME International Conference on Advanced Intelligent Mechatronics, 2001. Proc IEEE 2001;1:14–19
[15] Trimmer BA, Takesian AE, Sweet BM, et al. . Caterpillar locomotion: a new model for soft-bodied climbing and burrowing robots. 7th International Symposium on Technology and the Mine Problem California, USA, May2006, pp. 1–10
[16] Bao GJ, Yao PF, Xu ZG, et al. . Pneumatic bio-soft robot module: structure, elongation and experiment. Int J Agric Biol Eng 2017;10:114–122
[17] S. Coyle, C. Majidi, P. LeDuc, and K. J. Hsia, “Bio-inspired soft robotics: Material selection, actuation, and design,” Extreme Mechanics Letters, vol. 22. Elsevier Ltd, pp. 51–59, Jul. 01, 2018, doi: 10.1016/j.eml.2018.05.003.
[18] Kornbluh R, Pelrine R, Eckerle J, et al. . Electrostrictive polymer artificial muscle actuators. IEEE International Conference on Robotics and Automation, 1998. Proc IEEE 2002;3:2147–2154
[19] E. T. Roche et al., “Soft robotic sleeve supports heart function,” Sci. Transl. Med., vol. 9, no. 373, Jan. 2017, doi: 10.1126/scitranslmed.aaf3925.
[20] Runciman, M., Darzi, A., & Mylonas, G. P. (2019). Soft Robotics in Minimally Invasive Surgery. Soft robotics, 6(4), 423–443. https://doi.org/10.1089/soro.2018.0136
[21] J. Hughes, U. Culha, F. Giardina, F. Guenther, A. Rosendo, and F. Iida, “Soft manipulators and grippers: A review,” Frontiers Robotics AI, vol. 3, no. NOV. Frontiers Media S.A., p. 1, Nov. 01, 2016, doi: 10.3389/frobt.2016.00069.
[22] G. Gu, J. Zou, R. Zhao, X. Zhao, and X. Zhu, “Soft wall-climbing robots,” Sci. Robot., vol. 3, no. 25, Dec. 2018, doi: 10.1126/scirobotics.aat2874.
[23] R. Adam Bilodeau and R. K. Kramer, “Self-healing and damage resilience for soft robotics: A review,” Frontiers Robotics AI, vol. 4, no. OCT. Frontiers Media S.A., p. 48, Oct. 01, 2017, doi: 10.3389/frobt.2017.00048.
[24] D. Rus and M. T. Tolley, “Design, fabrication and control of soft robots,” Nature, vol. 521, no. 7553. Nature Publishing Group, pp. 467–475, May 27, 2015, doi: 10.1038/nature14543.
[25] F. Iida and C. Laschi, “Soft robotics: Challenges and perspectives,” in Procedia Computer Science, Jan. 2011, vol. 7, pp. 99–102, doi: 10.1016/j.procs.2011.12.030.
Reza Maliki Akbar, A.Md., S.T., MOS, kerap disapa “Maliki“ merupakan seorang lulusan D3 Teknik Otomasi Manufaktur dan Mekatronika Politeknik Manufaktur Negeri Bandung (Politeknik Mekanik Swiss-ITB) dan S1 Teknik Fisika (Lintas Jalur) ITS Surabaya. Menggemari dan menekuni bidang astronomi, defense aerospace, RF (radio frequency), cyber security, elektronika, robotika, mekatronika, otomasi industri, pemrograman, kecerdasan buatan, manufaktur, kontrol, IoT, sensor dan instrumentasi. Sering bereksperimen, berkarya, dan membuat sesuatu.