Akses terhadap air bersih, sanitasi, dan kebersihan (Water, Sanitation, and Hygiene atau WASH) pada fasilitas kesehatan merupakan komponen vital dalam memastikan layanan kesehatan yang aman dan efektif. Sayangnya, masih banyak fasilitas kesehatan, terutama di daerah dengan sumber daya terbatas, yang kekurangan layanan WASH dasar, sehingga meningkatkan risiko infeksi bagi pasien dan tenaga medis.
Tantangan Global dalam Layanan WASH di Fasilitas Kesehatan
Data menunjukkan bahwa maish banyak fasilitas kesehatan di negara berkembang:
- 50% tidak memiliki akses ke air yang dipipakan.
- 33% kekurangan sanitasi yang memadai.
- 39% tidak memiliki sabun untuk cuci tangan.
- 39% tidak memiliki sistem pembuangan limbah infeksius yang memadai.
Ketiadaan fasilitas WASH yang memadai menghambat pelaksanaan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi (IPC), yang esensial dalam mencegah penyebaran penyakit. Staf dan pasien memerlukan akses ke fasilitas cuci tangan dan sanitasi yang layak untuk menjaga kebersihan dan mencegah infeksi.
Kebutuhan Spesifik Berdasarkan Jenis Layanan Kesehatan
Kebutuhan WASH bervariasi tergantung pada jenis layanan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan:
- Fasilitas Perawatan Akut: Seperti ruang bedah atau unit perawatan penyakit menular, memerlukan langkah-langkah IPC yang lebih ketat, termasuk pengelolaan limbah terkontaminasi dan kualitas air yang sangat tinggi.
- Pusat Perawatan Dasar atau Primer: Membutuhkan sistem WASH yang andal, meskipun persyaratannya mungkin tidak seketat fasilitas perawatan akut.
Menurut sebuah tinjauan sistematis pada jurnal “Water supply emergency preparedness and response in health care facilities: A systematic review on international evidence“, fasilitas kesehatan yang tidak memiliki sistem cadangan air bersih rentan mengalami disrupsi layanan. Gangguan ini dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit, infeksi terkait perawatan kesehatan, dan bahkan menyebabkan evakuasi pasien.
Komponen Utama dalam Persiapan Darurat Air Bersih

Sumber: canva.com
Studi menunjukkan bahwa ada tiga komponen utama dalam mempersiapkan kegawatdaruratan suplai air bersih pada layanan kesehatan:
- Sumber Air Cadangan: Instalasi tangki air cadangan, pipa tambahan, dan sumur bawah tanah merupakan strategi utama yang banyak diterapkan. Di Jepang, misalnya, rumah sakit darurat memiliki kapasitas penyimpanan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan selama satu hingga tiga hari. Beberapa fasilitas juga mengintegrasikan sistem ganda dengan sumber air alternatif seperti air sumur dan air hujan.
- Perencanaan dan Alat Kesiapan: Panduan dan alat seperti Hospital Safety Index (HSI) dan Emergency Water Supply Planning Guide (EWSP) menjadi rujukan penting dalam merancang rencana kesiapan. Misalnya, HSI digunakan untuk menilai keamanan non-struktural fasilitas kesehatan, termasuk lokasi tangki air dan sistem sanitasi.
- Keterlibatan Pemangku Kepentingan: Kolaborasi dengan pihak-pihak seperti pemerintah daerah, penyedia air, dan komunitas lokal sangat penting untuk memastikan respons yang cepat dan efektif. Studi menekankan pentingnya pertemuan rutin, kesepakatan formal, dan dialog terbuka antara semua pihak.
Strategi Tanggapan Darurat Air Bersih
Selama keadaan darurat, strategi utama dalam pemberian tanggapan meliputi penyediaan air botolan, penggunaan tangki air darurat, dan pengangkutan air menggunakan truk tanker. Penggunaan air sumur juga menjadi solusi yang efektif, terutama di fasilitas yang telah terhubung langsung dengan pipa cadangan.
Namun, ada tantangan logistik yang signifikan, seperti akses ke lokasi fasilitas kesehatan yang terkena dampak dan kualitas air dari sumber darurat. Sebagai contoh, selama gempa bumi di Sri Lanka, pengiriman air awalnya dilakukan dengan wadah yang digunakan kembali, tetapi akhirnya digantikan dengan air botolan karena kekhawatiran kualitas.
Baca juga: https://warstek.com/tarif-inggris/
Tantangan dalam Perencanaan Pemulihan Suplai Air
Pemulihan layanan air bersih setelah bencana sering kali kurang mendapatkan perhatian dalam literatur. Padahal, tahap ini sangat penting untuk mempelajari kelemahan dalam kesiapan sebelumnya dan mencegah kesalahan serupa di masa mendatang. Contoh yang baik ditunjukkan oleh Jepang setelah terjadinya gempa bumi, dimana fasilitas kesehatan meningkatkan infrastruktur mereka dengan menambahkan mekanisme air shut-off dan sumur non-komersial untuk memastikan keberlanjutan pasokan.
Rekomendasi untuk Masa Depan
Berdasarkan tinjauan literatur, ada beberapa rekomendasi penting untuk meningkatkan kesiapan fasilitas kesehatan dalam menghadapi gangguan air bersih:
- Peningkatan Konservasi Air: Fasilitas kesehatan harus mengadopsi teknologi hemat air dan mengurangi ketergantungan pada pasokan air yang terus menerus selama waktu normal. Ini akan membantu mereka lebih siap menghadapi gangguan pasokan.
- Kolaborasi yang Lebih Kuat: Diperlukan koordinasi yang lebih baik antara fasilitas kesehatan, penyedia air, dan pemerintah untuk memastikan ketersediaan pasokan darurat yang cepat dan efisien.
- Investasi dalam Teknologi Baru: Implementasi teknologi seperti unit pengolahan air darurat dan sistem pemantauan kualitas air dapat membantu memastikan pasokan air yang aman selama keadaan darurat.
Persiapan kegawatdaruratan terkait suplai air bersih adalah aspek krusial dari sistem kesehatan yang tangguh. Dengan meningkatnya risiko bencana, semua pihak, mulai dari penyedia layanan kesehatan hingga pemerintah, harus bekerja sama untuk memastikan ketersediaan dan kualitas air bersih selama keadaan darurat. Langkah-langkah ini tidak hanya akan meningkatkan ketahanan fasilitas kesehatan tetapi juga menjadi upaya untuk menyelamatkan jiwa.
Referensi
CDC. 2024. Water, Sanitation, and Hygiene (WASH) in Healthcare Facilities. Diakses pada 14 Januari 2025 dari https://www.cdc.gov/global-water-sanitation-hygiene/prevention/index.html
van der Heijden S, Cassivi A, Mayer A, Sandholz S. 2022. Water supply emergency preparedness and response in health care facilities: A systematic review on international evidence. Front Public Health;10:1035212. doi: 10.3389/fpubh.2022.1035212. PMID: 36544795; PMCID: PMC9760923. Diakses pada 14 Januari 2025 dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC9760923/