Tim peneliti Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) melakukan penelitian terkait umur pakai sedotan minum plastik komersial di pesisir laut kemudian mengembangkan prototipe sedotan bioplastik yang terurai lebih cepat dibandingkan dengan kertas. Sedotan ini ramah lingkungan dan berpotensi mengurangi dampak sampah plastik di laut.
Sedotan, sebagai salah satu produk limbah plastik yang umumnya mencemari garis pantai, menjadi fokus perhatian yang semakin mendalam seiring dengan peningkatan produksi, konsumsi, dan pembuangan produk plastik. Dalam menghadapi tantangan ini, para ilmuwan dan produsen berupaya keras untuk mengembangkan bahan alternatif yang tidak hanya efektif dalam fungsinya, tetapi juga berperan dalam mengurangi dampak polusi plastik yang sulit terurai di lingkungan. Langkah-langkah inovatif ini bertujuan untuk mempromosikan solusi berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan yang terkait dengan penggunaan sedotan plastik. Melalui upaya kolaboratif ini, diharapkan dapat diciptakan solusi yang lebih ramah lingkungan, membantu mengurangi jejak plastik, dan melindungi ekosistem laut yang semakin rentan terhadap dampak negatif limbah plastik.

Tetapi tidak semua plastik memiliki komposisi yang sama—berbagai produsen memiliki formulasi berbeda dari polimer dasar, seperti polylactic acid (PLA) dan polypropylene (PP)—serta aditif kimia. Hal ini berarti formulasi plastik yang berbeda berperilaku berbeda di lingkungan dan terurai di laut dengan tingkat yang berbeda pula.
Ada bahan baru di pasaran yang beralih dari produk berbasis minyak bumi—seperti cellulose diacetate (CDA), polimer yang berasal dari bubur kayu yang banyak digunakan dalam barang konsumen—dan para ilmuwan dari WHOI telah bekerja untuk mengukur umur lingkungan berbagai barang plastik untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab, berapa lama sedotan bertahan di laut?
Dalam makalah baru yang dipublikasikan di ACS Sustainable Chemistry & Engineering, para peneliti WHOI, yaitu Collin Ward, Bryan James, Chris Reddy, dan Yanchen Sun, membandingkan berbagai jenis sedotan plastik dan kertas untuk melihat mana yang terurai paling cepat di pesisir laut. Mereka bekerja sama dengan ilmuwan dari perusahaan bioplastik Eastman yang memberikan pendanaan, berkontribusi sebagai co-author, dan menyediakan bahan untuk penelitian tersebut.
Para peneliti menguji delapan jenis sedotan dengan cara menggantungnya di dalam tangki air laut yang terus mengalir dari Martha’s Vineyard Sound, Massachusetts. Mereka juga mengontrol temperatur, paparan cahaya, dan faktor lingkungan lainnya agar mirip dengan kondisi alam laut. Selama 16 pekan, semua sedotan diamati untuk melihat apakah ada tanda-tanda rusak dan mikroba yang tumbuh di sedotan tersebut juga dicatat.


Para peneliti menguji sedotan yang terbuat dari CDA, polyhydroxyalkanoates (PHA), kertas, PLA, dan PP. Selama beberapa pekan sedotan tenggelam di dalam tangki, sedotan CDA, PHA, dan kertas mengalami degradasi hingga 50%, dengan perkiraan umur lingkungan 10-20 bulan di laut pesisir. Sementara sedotan PLA dan PP tidak menunjukkan tanda-tanda degradasi.
Para peneliti kemudian membandingkan dua sedotan yang terbuat dari CDA—salah satunya padat dan yang lainnya berbusa, keduanya diberikan oleh Eastman. Sedotan berbusa dari CDA ini sejenis prototipe untuk melihat apakah dengan membuat permukaannya lebih besar bisa mempercepat proses penguraian. Hasilnya menunjukkan bahwa sedotan berbusa ini mengalami degradasi 184% lebih cepat daripada yang padat, sehingga memproyeksikan proses degradasi yang lebih pendek dibandingkan dengan sedotan dari kertas.
Riset tiada henti terus dilakukan untuk dapat mensubtitusi penggunaan plastik konvensional. Polusi plastik merugikan manusia dan lingkungan, dan industri plastik juga turut berperan dalam perubahan iklim dengan menyumbang sekitar 4 hingga 5% dari total emisi gas rumah kaca. Dengan sampah plastik yang merata di seluruh samudra dan rantai makanan laut selama 50 tahun terakhir, penting untuk menemukan bahan baru yang didapat secara sustainable atau berkelanjutan, membantu pergeseran menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan, dan bisa terurai jika tanpa sengaja masuk ke lingkungan.
Tim peneliti juga menemukan bahwa komunitas mikroba pada sedotan yang rusak itu beda-beda tergantung bahan sedotannya. Namun, yang menarik, komunitas mikroba pada sedotan yang tidak rusak ternyata sama meskipun bahan sedotannya sangat berbeda secara kimia. Ini menunjukkan bahwa mikroba alami lebih mungkin menguraikan sedotan yang bisa terurai, sementara sedotan yang tidak terurai cenderung tetap ada di laut.

Referensi :
[1] https://www.whoi.edu/press-room/news-release/some-plastic-straws-degrade-quicker-than-others-new-study-shows/ diakses pada 3 Februari 2024
[2] hBryan D. James, Yanchen Sun, Mounir Izallalen, Sharmistha Mazumder, Steven T. Perri, Brian Edwards, Jos de Wit, Christopher M. Reddy, Collin P. Ward. Strategies to Reduce the Environmental Lifetimes of Drinking Straws in the Coastal Ocean. ACS Sustainable Chemistry & Engineering, 2024; DOI: 10.1021/acssuschemeng.3c07391