Rituximab adalah antibodi monoklonal chimeric (tiruan antibodi) yang sudah di approve tahun 1997. Secara luas, obat ini menjadi pilihan terapi untuk tumor yang mempunyai variasi sel B. Seperti non-Hodgkins lymphoma jenis low grade atau follicular dan diffuse large B-cell. Selain itu, dapat digunakan juga untuk rhematoid arthritis.
Kelainan sel ini menyebabkan ekspresi yang berlebihan reseptor CD-20. Ekspresi berlebih ini digunakan sebagai biomarker untuk pengembangan obat. Salah satunya adalah rituximab, senyawa kimia yang spesifik mengikat dan membentuk cross-link dengan reseptor CD-20.
Ikatan antara rituximab dan reseptor CD-20 mengakibatkan sel akan terinduksi untuk melakukan apoptosis (bunuh diri sel). Sel akan menjadi lebih sensitif terhadap obat sitostatik (apabila rituximab digunakan bersama cytotoxic agent lainnya). Sel tumor juga akan lebih sensitif terhadap Complement Dependent Cytotoxic (CDC) dan Antibody Dependent Cellular Cytotoxic (ADCC).

Berat molekul rituximab (Mabthera) sendiri yaitu 144,544 Da dan terdapat 1328 asam amino. Bentuknya seperti imunoglobulin G isotype 1/kappa yang memiliki N-glikosilasi pada sisi Asn297. Bentuk dan ikatan yang spesifik terhadap satu reseptor ini dipercaya mengurangi resiko reaksi silang terhadap reseptor endogen yang lain atau kejadian induksi autoimun.
Dalam sintesis tiruannya (generik atau metoo) perlu diperhatikan isoform asam-basanya, oksidasi, deaminasi, isomerasi, aminasi, siklisasi, glikasi dan rantai terminalnya. Tujuannya agar afinitas terhadap targetnya tetap terjaga. Analisa ini didapat dari perbandingan profil kromatogram, perbandingan berat molekul dan sequence produk.


Perbandingan antara dua sequence produk diatas adalah similar, yang artinya kedua produk tersebut dapat saling menggantikan.

Hasil formulasi dari rituximab berbentuk liquid steril yang jernih dengan bahan tambahan (gambar 4). Bahan-bahan tersebut memiliki fungsi masing-masing yaitu polisorbat-80 sebagai surfaktan non-ionik, sodium sitrat untuk membentuk hidrokoloid, sodium klorida sebagai pelarut dan pengatur osmolaritas, NaOH dan HCl untuk adjusment pH dan yang pasti water for injection sebagai pelarut.
Berat molekul yang besar akan menyebabkan protein ini sukar bercampur dengan pelarutnya, apalagi dalam bentuk konsentrat. Sehingga, dibantu oleh polisorbat-80 dan sodium sitrat agar semuanya bersatu dalam satu vial mini. Sediaan injeksi ini membentuk likuid mikroemulsi.
Terakhir, sediaan penghantaran subkutan ditambah dengan hialuronidase sebagai agent untuk depolimerisasi agar permeabilitas obat ke dalam jaringan subkutan meningkat yang akan meningkatkan penyerapan obat.
Referensi :
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25973441/ diakses pada 30 Agustus 2021.
- https://www.medicines.org.uk/emc/product/3801/smpc#EXCIPIENTS diakses pada 30 Agustus 2021.