Bioteknologi pertanian adalah ilmu yang terus berkembang dan telah membuka jalan baru dalam pengembangan tanaman untuk produksi makanan, pakan, serat, dan produk lainnya. Sejak pengenalan komersial pertama produk genetic modified organism (GMO), budidaya beberapa spesies tanaman transgenik telah berkembang pesat menjadi lebih dari 40 juta ha di seluruh dunia [1], yaitu sekitar 4% dari total luas dunia. GMO dapat didefinisikan sebagai organisme dimana materi genetik (DNA) telah diubah secara tidak alami, yaitu dengan dimodifikasi secara genetik atau dengan rekombinan Teknologi DNA.
Metode Deteksi yang Umum
Penambahan gen asing telah sering digunakan pada tanaman untuk menghasilkan protein baru, salah satu tujuannya adalah untuk kemampuan toleransi yang lebih baik terhadap hama dan penyakit tanaman. Pengawasan terhadap produk olahan kimia semakin diperketat karena meluasnya penggunaan GMO (genetic modified organism). Sehingga salah satu kebijakan Uni Eropa (UE) saat ini adalah semakin memperketat pengawasan terhadap hasil produk dari penggunaan teknologi Rekombinan DNA dan makanan turunan GMO di pasaran [2]. Berdasarkan hal itu, maka deteksi terhadap tanaman atau produk makanan hasil rekayasa genetik sangat penting untuk dilakukan. Salah satu metode deteksi yang umum dapat dilakukan adalah dengan Sample Method Detection seperti yang diterangkan oleh Anklam dkk. [3], dengan operasional prosedur deteksi sebagai berikut :
Gambar tersebut menggambarkan garis besar umumnya dari berbagai prosedur untuk uji sampel makanan atas keberadaan GMO. Secara umum proses ini terdiri dari tiga langkah yang berbeda, yaitu : (1) Detection (screening of GMOs), langkah ini berartiuntuk mendapatkan informasi tentang komposisi pangan dan produk pertanian secara umum. Screening atau deteksi harus dilakukan secara tepat agar data yang di dapatkan akurat. (2) Identification, langkah ini untuk mengungkapkan berapa banyak produk transgenik yang terkandung didalamnya. Sebuah prasyarat mutlak untuk identifikasi GMO adalah ketersediaan informasi terperinci tentang komposisi zat yang terkandung pada produk. Komposisi zat itu harus ditulis bersama dengan data ilmiah, berisi alat untuk otoritas kontrol, dan metode yang digunakan. (3) Quantification, langkah ini berarti untuk menentukan jumlah GMO yang ada didalam suatu produk. Untuk melakukan langkah ini perlu untuk memahami tentang degradasi DNA / protein selama pengolahan dan penerapan metode yang tepat.
Metode Cepat Deteksi Berbasis KIT ELISA
Namun, metode umum tersebut dinilai masih memiliki kekurangan karena untuk mengetahui hasil deteksi yang membutuhkan waktu cukup lama. Salah satu alternatif untuk mempercepat deteksi tanaman atau produk makanan dari GMO (Genetic Modified Organism) yang saat ini telah dikembangkan adalah metode KIT ELISA atau Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay. Melalui penggunaan metode KIT ELISA maka hasil uji GMO (Genetic Modified Organism) dapat diketahui hanya dalam waktu 3 jam. Hal ini dapat terjadi dikarenakan KIT ELISA dirancang untuk deteksi cepat melalui pembacaan ada atau tidaknya protein pembawa kode unik pada produk GMO (Genetic Modified Organism) melalui Plate Reader atau pelat pengujian. Berikut ini adalah gambar dari KIT ELISA
Oleh sebab itu, kemajuan bioteknologi pertanian melalui KIT ELISA bisa berdampak besar pada ekonomi dan masyarakat dalam beberapa dekade mendatang jika diproyeksikan kemajuan teknologi dalam modifikasi genetik tanaman dan genomik dapat direalisasikan.
Penulis: Slamet Fauzi
Editor: Abdul Halim
DAFTAR PUSTAKA
[3] Anklam,E., Ferruccio Gadani, Petra Heinze, Hans Pijnenburg, Guy Van Den Eede. 2001. Analytical methods for detection and determination of genetically modified organisms (GMO’s) in agricultural crops and plant-derived food products. Springer-Verleg.DOI 10.1007/s002170100415.
Seorang science communicator dengan background pertanian, terutama ilmu serangga, pengelolaan hama, keamanan pangan, dan perilaku serangga.
Wah mantap sekali dengan bioteknologi pertanian akan sangat membantu pertanian indonesia
Absolutely