Akhir-akhir ini, masalah yang berkaitan dengan integritas akademik menjadi hot issue di berbagai media massa. Kasus-kasus kecurangan akademik seperti ijazah palsu, plagiarisme, berita hoax, hingga kebohongan yang sistemik seolah-olah muncul bergantian dan mencederai nilai-nilai kejujuran dan kebenaran ilmiah. Kasus plagiarisme dan nepotisme yang terjadi di salah satu universitas negeri di Indonesia memberikan dampak negatif terutama pada citra perguruan tinggi dan alumni–nya (Sumandoyo dan Kresna, 2017). Beberapa universitas pun berani mengeluarkan ijazah palsu demi keuntungan materi semata (Fitri, 2015). Perkembangan arus informasi yang tak terbatas dari internet juga melahirkan banyaknya berita hoax dalam konteks yang negatif. Berita-berita hoax ini dapat menggiring opini masyarakat dan melemahkan fakta yang sebenarnya. Budaya copy-paste tanpa adanya filter dan sumber yang jelas justru semakin berkembang dan mewabah di masyarakat. Belum hilang masalah-masalah tersebut dari media, kabar terbaru yang mengejutkan datang dari seorang mahasiswa doktoral di Belanda yang melakukan pembohongan status akademik. Akibat jangka panjangnya, nilai integritas ilmuwan dan mahasiswa Indonesia bisa dipertanyakan oleh dunia internasional (Ngazis, 2017).
Kasus-kasus tersebut di atas perlu menjadi perenungan bersama dan memberikan satu pertanyaan penting, siapa yang bertanggungjawab atas semua ini? Proses pendidikan etika tidak hanya terjadi di universitas, tetapi di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dsb. Oleh karenanya, akar dari masalah tersebut dapat diputus apabila proses pendidikan tersebut diselenggarakan dengan benar.
Belum adanya kesadaran tentang etika dan integritas ilmiah di kalangan akademisi sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter yang berintegritas. Jika dilihat dari kacamata pendidik, maka para guru maupun dosen dapat menggunakan 10 prinsip yang disampaikan oleh Donald L. Mc Cabe dan Gary Pavela (1997) tentang bagaimana menjaga integritas akademik di suatu kelas. Prinsip-prinsip tersebut dapat menjadi dasar utama dalam kegiatan belajar dan mengajar, sebagai berikut:
- Menanamkan pemahaman akan pentingnya integritas akademik kepada mahasiswa.
- Mendorong mahasiswa untuk berkomitmen terhadap ilmu pengetahuan dan hidup untuk belajar.
- Menegaskan peran guru/dosen sebagai mentor dan pemandu
- Membantu mahasiswa memahami potensi internet dan bagaimana potensinya sebagai alat kejahatan terutama sesuatu yang dapat merusak integritas akademik
- Mendorong mahasiswa untuk bertanggung jawab dalam menjaga integritas akademik
- Memperjelas rencana perkuliahan dan bentuk/metode pengajaran
- Mengembangkan bentuk penilaian/evaluasi yang adil dan obyektif
- Mengurangi dan mencegah peluang terjadinya ketidakjujuran akademik
- Menanggapi secara bijaksana ketika ketidakjujuran akademik tersebut terjadi
- Membantu mendefinisikan integritas akademik dan mendukung standar integritas akademik kampus
Dari perspektif mahasiswa sebagai subjek pendidikan, etika dan integritas ilmiah sangat perlu diperkenalkan sejak awal memasuki dunia perkuliahan. Masing-masing perguruan tinggi memiliki standar dan norma-norma yang identik, yang bertujuan untuk melahirkan generasi-generasi yang berintegritas tinggi. Permasalahannya, standar perilaku tersebut tidak sepenuhnya diterapkan, bahkan tidak dibaca oleh masing-masing mahasiswa. Akibatnya, kelalaian ini berdampak panjang hingga menimbulkan masalah-masalah yang cenderung terlihat kekanak-kanakan. Miskomunikasi antara mahasiswa dan dosen pun sering terjadi di era dengan komunikasi tanpa batas. Jika mahasiswa sudah memahami bagaimana kode etik sebagai bagian dari warga kampus, tentunya komunitas ilmiah akan terbentuk dengan baik. Memerangi berita-berita hoax dan meningkatkan curiosity terhadap kebenaran suatu berita merupakan salah satu langkah sederhana yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk menjaga integritas akademik pada era digital ini.
Integritas akademik merupakan gabungan 5 nilai yang meliputi kejujuran, kepercayaan, keadilan, penghormatan, dan tanggung jawab. Kelima nilai ini harus ditanamkan ke mahasiswa sejak awal perkuliahan. Dosen/guru sebagai subjek pendidikan memiliki peran penting dalam mengenalkan dan mendisiplinkan kelima nilai tersebut. Mahasiswa juga perlu bersikap lebih dewasa dan menjunjung tinggi nilai integritas. Apabila semua sistem pendidikan etika dan integritas ini berjalan dengan baik, maka kasus-kasus kecurangan akademik yang terjadi beberapa waktu belakangan pun dapat terkurangi dan tidak menutup kemungkinan untuk hilang sama sekali.
Baca juga Sains Membuktikan Kita Mampu Membeli Kebahagiaan
Referensi
- Donald L. Mc Cabe dan Gary Pavela. 1997. Ten principles of academic integrity for faculty. AAHE Bulletin, Desember 1997.
- Fitri, Sonia. 2015. LPSK: Jangan ragu laporkan jual beli ijazah palsu. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/07/26/nasional/jabodetabek-nasional/15/06/01/np8en8-lpsk-jangan-ragu-laporkan-jual-beli-ijazah-palsu (diakses tanggal 9 Oktober 2017)
- Ngazis, Amal Nur. 2017. Kronologi terbongkarnya kebohongan Dwi Hartanto. http://www.viva.co.id/digital/964573-kronologi-terbongkarnya-kebohongan-dwi-hartanto. (diakses tanggal 9 Oktober 2017).
- Sumandoyo Arbi dan Kresna Mawa. 2017. Temuan plagiat disertasi di Universitas Negeri Jakarta. https://tirto.id/temuan-plagiat-disertasi-di-universitas-negeri-jakarta-cvrZ (diakses tanggal 9 Oktober 2017)