Interaksi Parasosial: Hubungan Imajinatif yang Berdampak pada Perkembangan Remaja

Interaksi parasosial (PSI) adalah hubungan satu arah yang dibangun individu dengan tokoh media atau selebriti melalui konsumsi media. Penjelasan fenomena ini pertama kali oleh Horton dan Wohl (dalam Gleason, et al., 2017) sebagai hubungan imajinatif antara audiens dengan figur media yang mereka kagumi.

interaksi parasosial

Interaksi parasosial (PSI) adalah hubungan satu arah yang dibangun individu dengan tokoh media atau selebriti melalui konsumsi media. Penjelasan fenomena ini pertama kali oleh Horton dan Wohl (dalam Gleason, et al., 2017) sebagai hubungan imajinatif antara audiens dengan figur media yang mereka kagumi. Pada remaja, PSI sering kali memegang peranan penting dalam perkembangan identitas dan kemandirian mereka.

Karakteristik Interaksi Parasosial

Penelitian oleh Gleason et al. (2017) menunjukkan bahwa remaja lebih sering memilih aktor, penyanyi, atau atlet sebagai figur dalam PSI mereka. Mereka mengagumi tokoh-tokoh ini berdasarkan atribut seperti bakat, kepribadian, atau daya tarik fisik. Perbedaan gender juga memengaruhi pilihan mereka; laki-laki cenderung memilih atlet, sedangkan perempuan lebih banyak memilih aktris.

Dalam studi ini, sebagian besar remaja melaporkan bahwa mereka membayangkan selebriti favorit mereka sebagai mitra dalam hubungan imajinatif. Hubungan ini bisa bersifat egaliter seperti teman atau saudara; atau hierarkis seperti mentor atau figur otoritas. Remaja yang mengembangkan hubungan imajinatif ini juga menunjukkan tingkat keterlibatan dan intensitas emosional yang lebih tinggi daripada mereka yang hanya melihat selebriti sebagai tokoh publik tanpa hubungan personal.

Fungsi Perkembangan Interaksi Parasosial

Interaksi parasosial membantu remaja dalam dua aspek utama perkembangan: formasi identitas dan pengembangan kemandirian. Dalam proses formasi identitas, remaja sering kali mencari panutan yang dapat mereka tiru atau idealisasi. Sebagai contoh, seorang remaja mungkin mengagumi seorang aktris karena keberaniannya dalam menyuarakan opini atau kemampuan artistiknya yang memukau.

Pada aspek kemandirian, PSI berfungsi sebagai media aman bagi remaja untuk mengeksplorasi hubungan tanpa risiko nyata. Hubungan ini memungkinkan remaja untuk membayangkan bagaimana mereka akan berinteraksi atau belajar dari tokoh idola mereka. Hubungan hierarkis, seperti dengan figur otoritas, sering kali membantu remaja laki-laki dalam membangun tujuan dan aspirasi. Sementara itu, hubungan egaliter lebih umum terjadi pada remaja perempuan, yang menggunakannya sebagai cara untuk membangun kedekatan emosional dan mengembangkan otonomi sosial.

Peran Media dalam Interaksi Parasosial

Media, terutama platform digital, memfasilitasi dan memperkuat PSI. Akses yang mudah terhadap informasi tentang selebriti melalui media sosial, film, atau acara TV membuat figur publik lebih terlihat dan memungkinkan remaja merasa lebih dekat secara emosional. Fenomena ini juga membuka peluang untuk menganalisis dampak positif atau negatif PSI terhadap kesejahteraan psikologis remaja. Sebagai contoh, paparan yang tinggi terhadap figur dengan gaya hidup sehat dapat mendorong remaja untuk meniru perilaku positif.

Interaksi parasosial kini menjadi aspek penting dalam kehidupan remaja, memberikan ruang untuk eksperimen sosial dan pengembangan diri. Hubungan imajinatif ini membantu mereka dalam membentuk identitas dan mencapai kemandirian.

Fenomena Interaksi Parasosial: Tokoh Nyata vs. Tokoh Virtual

Di era digital kini, PSI telah berkembang dengan kehadiran tokoh virtual di media sosial, membuka dimensi baru dalam hubungan ini. Dalam perkembangannya, ternyata terdapat perbedaan PSI yang terjadi antara tokoh nyata dan tokoh virtual, berikut adalah penjabarannya.

Interaksi Parasosial dengan Tokoh Nyata

Dalam konteks tradisional, PSI sering terjadi antara audiens dan figur nyata seperti selebriti, pembawa acara televisi, atau influencer media sosial. Penelitian menunjukkan bahwa intensitas PSI dengan tokoh nyata dipengaruhi oleh kemiripan persepsi, keterbukaan, dan otentisitas tokoh tersebut. Para peneliti juga mencatat bahwa PSI dengan tokoh ini sering kali didorong oleh keinginan untuk mengenal lebih jauh kehidupan tokoh tersebut, yang mengarah pada keterlibatan emosional yang lebih dalam. Aspek-aspek seperti kesamaan nilai dan gaya hidup juga memperkuat hubungan ini.

Interaksi Parasosial dengan Tokoh Virtual

Kehadiran influencer virtual, seperti CodeMiko, telah memperkenalkan cara baru dalam membangun PSI. Influencer virtual hadir menggunakan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan dan rendering 3D. Meski secara visual mereka tampak realistis, audiens sering kali menyadari keterbatasan manusiawi dari tokoh-tokoh ini, yang dapat mengurangi intensitas hubungan parasosial. Namun, penelitian menemukan bahwa tokoh virtual mampu menyaingi tokoh nyata dalam membangun PSI. Hal ini sering kali disebabkan oleh daya tarik baru mereka sebagai fenomena unik, menciptakan rasa ingin tahu yang memotivasi audiens untuk berinteraksi lebih lanjut. Selain itu, gaya komunikasi langsung dan interaksi melalui platform seperti Twitch membantu meningkatkan keterlibatan audiens.

Faktor Penentu Intensitas PSI

Penelitian mengungkapkan beberapa faktor yang memengaruhi intensitas PSI, baik dengan tokoh nyata maupun virtual:

  1. Kemiripan Persepsi: Audiens cenderung merasa lebih dekat dengan tokoh yang mereka anggap memiliki nilai atau sifat yang mirip dengan diri mereka.
  2. Kemanusiaan Mental: Persepsi terhadap kemampuan berpikir dan emosi tokoh memengaruhi kedalaman PSI. Influencer nyata sering kali lebih unggul dalam aspek ini dibandingkan tokoh virtual.
  3. Identifikasi Aspiratif: Meskipun tokoh virtual mungkin tampak kurang mirip dengan audiens, mereka sering kali dianggap sebagai representasi aspiratif, mendorong keterlibatan melalui keinginan untuk meniru.

Kesimpulan dan Implikasi

Baik tokoh nyata maupun virtual memiliki keunggulan masing-masing dalam membangun PSI. Tokoh nyata unggul dalam hal otentisitas dan kemiripan, sementara tokoh virtual menarik perhatian sebagai fenomena baru dengan potensi keterlibatan tinggi. Ke depannya, pemahaman tentang bagaimana teknologi dapat mendekatkan kesenjangan ini menjadi penting untuk pengembangan strategi media yang efektif.

Interaksi parasosial, baik langsung maupun virtual, terus membentuk cara audiens berhubungan dengan tokoh media. Dengan meningkatnya kehadiran influencer virtual, perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami dampaknya terhadap hubungan manusia di dunia digital yang terus berkembang.

Referensi

Gleason, et al. 2017. Parasocial Interactions and Relationships in Early Adolescence. Diakses pada 19 Desember 2024 dari https://www.frontiersin.org/journals/psychology/articles/10.3389/fpsyg.2017.00255/full

Stein, et al. 2022. Parasocial interactions with real and virtual influencers: The role of perceived similarity and human-likeness. Diakses pada 19 Desember 2024 dari https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/14614448221102900

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top