Sebuah tim peneliti dari University of Maryland (UMD) telah berhasil memodifikasi gen pohon poplar secara genetika untuk menghasilkan kayu struktural berkinerja tinggi tanpa menggunakan bahan kimia atau proses yang membutuhkan banyak energi. Kayu yang dihasilkan ini sering disebut sebagai “kayu rekayasa” dan dianggap sebagai pengganti yang dapat diperbarui untuk bahan bangunan tradisional seperti baja, semen, kaca, dan plastik. Selain itu, kayu rekayasa ini memiliki potensi untuk menyimpan karbon dalam waktu yang lebih lama daripada kayu tradisional karena lebih tahan terhadap kerusakan, sehingga berguna dalam upaya mengurangi emisi karbon.
Namun, tantangan utama dalam membuat kayu rekayasa yang benar-benar berkelanjutan adalah prosesnya yang membutuhkan bahan kimia yang mudah menguap dan sejumlah besar energi, serta menghasilkan banyak limbah. Para peneliti mengedit satu gen pada pohon poplar hidup, sehingga pohon tersebut menghasilkan kayu yang siap digunakan tanpa perlu diproses lebih lanjut. Penelitian ini dipublikasikan secara online pada 12 Agustus 2024 di jurnal Matter.
Pendekatan inovatif ini menggabungkan rekayasa genetika dan rekayasa kayu, untuk secara berkelanjutan menangkap dan menyimpan karbon dalam bentuk kayu super yang tahan lama. Penyerapan karbon sangat penting dalam perjuangan kita melawan perubahan iklim, dan kayu rekayasa semacam ini mungkin akan banyak digunakan di masa depan dalam bioekonomi.
Sebelum kayu dapat diproses untuk memiliki sifat struktural seperti kekuatan yang lebih tinggi atau ketahanan terhadap sinar UV, yang memungkinkan kayu tersebut menggantikan baja atau beton, kayu harus terlebih dahulu dihilangkan salah satu komponennya yang utama, yaitu lignin.
Sebelumnya, para peneliti di UMD berhasil mengembangkan metode untuk menghilangkan lignin menggunakan berbagai bahan kimia, sementara yang lain mencoba menggunakan enzim dan teknologi gelombang mikro. Dalam penelitian baru ini, Qi dan rekan-rekannya berupaya mengembangkan metode yang tidak bergantung pada bahan kimia, tidak menghasilkan limbah kimia, atau tidak membutuhkan banyak energi.
Dengan menggunakan teknologi yang disebut “base editing” untuk menonaktifkan gen utama bernama 4CL1, para peneliti berhasil menumbuhkan pohon poplar dengan kandungan lignin 12,8% lebih rendah dibandingkan dengan pohon poplar liar. Kandungan lignin yang lebih rendah ini sebanding dengan perlakuan kimia yang digunakan dalam pengolahan produk kayu rekayasa.
Qi dan rekan-rekannya menanam pohon poplar yang telah dimodifikasi genetiknya bersamaan dengan pohon yang tidak dimodifikasi di dalam rumah kaca selama enam bulan. Mereka tidak menemukan perbedaan dalam laju pertumbuhan dan tidak ada perbedaan signifikan dalam struktur antara pohon yang dimodifikasi dan yang tidak dimodifikasi.
Untuk menguji kelayakan kayu poplar yang telah dimodifikasi secara genetika, tim yang dipimpin oleh profesor ilmu dan teknik material, Liangbing Hu, menggunakan kayu tersebut untuk menghasilkan sampel kecil kayu terkompresi berkekuatan tinggi yang mirip dengan papan partikel yang sering digunakan dalam pembuatan furnitur.
Kayu terkompresi dibuat dengan merendam kayu dalam air di bawah vakum dan kemudian dipres dengan panas hingga tebalnya hampir 1/5 dari ketebalan aslinya. Proses ini meningkatkan kepadatan serat kayu. Pada kayu alami, lignin membantu sel-sel kayu mempertahankan strukturnya dan mencegahnya terkompresi. Kandungan lignin yang lebih rendah pada kayu yang diproses secara kimia atau dimodifikasi secara genetika memungkinkan sel-sel kayu terkompresi dengan kepadatan lebih tinggi, sehingga meningkatkan kekuatan produk akhir.
Untuk mengevaluasi kinerja pohon poplar yang telah diedit secara genetika, tim juga menghasilkan kayu terkompresi dari poplar alami, menggunakan kayu yang tidak diolah dan kayu yang mereka perlakukan dengan proses kimia tradisional untuk mengurangi kandungan ligninnya.
Tim menemukan bahwa kayu poplar yang dimodifikasi secara genetika memiliki performa setara dengan kayu alami yang diproses secara kimia. Keduanya lebih padat dan lebih dari 1,5 kali lebih kuat dibandingkan kayu alami yang tidak diolah.
Kayu terkompresi yang dimodifikasi secara genetika memiliki kekuatan tarik yang sebanding dengan aluminium alloy 6061, dan kayu terkompresi yang telah diproses secara kimia.
Penelitian ini membuka jalan untuk memproduksi berbagai produk bangunan dengan biaya yang relatif rendah dan cara yang ramah lingkungan dalam skala besar, yang dapat memainkan peran penting dalam perjuangan melawan perubahan iklim.
Referensi:
[1] https://agnr.umd.edu/news/new-genetically-engineered-wood-can-store-carbon-and-reduce-emissions/, diakses pada 31 Agustus 2024.
[2] Yu Liu, Gen Li, Yimin Mao, Yue Gao, Minhua Zhao, Alexandra Brozena, Derrick Wang, Samuel von Keitz, Taotao Meng, Hoon Kim, Xuejun Pan, Yiping Qi, Liangbing Hu. Genome-edited trees for high-performance engineered wood. Matter, 2024; DOI: 10.1016/j.matt.2024.07.003
Alumni S1 Kimia Universitas Negeri Makassar. Pengajar kimia, penulis di warstek.com.